BULA, SPEKTRUM – Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Malik M. Yusuf mengelak atas tentang keterangan Ketua fraksi Gerindra DPRD Kabupaten SBT, Costantinus Kolatfeka, tentang kasus penderita gizi buruk di bumi Ita Wotu Nusa itu.
Dari data tercatat ada tiga pasien gizi buruk yang dirawat RSUD Bula. Namun, dibantah pihak Dinkes SBT, dengan menyebut hanya dua pasien saja.
Bantahan ini disampaikan Sekretaris Dinkes SBT, Malik M. Yusuf kepada wartawan di Bula. Dalam klarifikasinya, Malik berdalih, jumlah penderita gizi buruk di awal tahun 2020 hanya dua orang, dan itupun bukan warga SBT.
“Kasus penderita gizi buruk di tahun 2020 hanya 2 orang yang dirawat di RSUD Bula yang sekarang masih dilakukan penanganan,” kata Malik M. Yusuf kepada waratwan Sabtu (8/2/2020) pekan kemarin.
Ia mengklaim, semenjak kasus gizi buruk muncul dan paseien dirawat di RSUD Bula, semua biaya penanganan pasien gizi buruk serta keluarga pasien dibiayai Pemda SBT melalui Dinas Kesehatan. Bahkan pasien penderita gizi buruk usai ditangani, biaya pemulangan hingga ke desa, juga ditangani Pemda SBT sesuai dengan penetapan Pemerintah Daerah.
Namun berbeda dengana keterangan Anggota DPRD SBT dari Fraksi Gerindra yang menyatakan seorang penderita gizi buruk asal Desa Guli-Guli, Kecamatan Seram Timur meninggal dunia, pasien gizi buruk yang meninggal tersebut merupakan 1 dari 3 pasien gizi buruk yang dirawat di RSUD Kota Bula.
Penderita gizi buruk meninggal adalah bayi Ramadhani Waimalaka berusia 3 bulan, pada Minggu, 02 Februari 2020 malam. Korban gizi buruk dirujuk ke RSUD Bula oleh keluarga sekira pukul 10:30 WIT dan dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 20:23 WIT.
Berdasarkan keterangan dokter yang menangani pasien tersebut, pasien meninggal akibat gizi buruk. Hasim Waimalaka yang adalah ayah pasien kepada media ini menerangkan, pasien sebelumnya sudah merasakan sakit beberapa hari sebelumnya, namun keluarga tidak mengetahui persis apa penyakit yang diderita.
“Kacil (Ramdhani Waimalaka), sudah merasa sakit dari beberapa hari sebelumnya. Hanya kami tidak mengetahui anak kami sakit apa. Memang sempat bawa ke Puskesmas Ukarsengan, tapi tidak ada pelayanan. Akhirnya kami bawa ke RSUD Bula. Dan dokter yang menangani anak kami menyetakan hal itu,” tutur Hasim.
Hal ini justru berbeda dengan keterangan Sekretaris Dinas Kesehatan yang mengklaim, semua biaya pasien gizi buruk hingga sampai ke rumah dibiayai Pemda SBT.
Terungkap pernyataan ayah korban gizi buruk Ramdhani Waimalaka, dalam hal ini Hasim menuturkan, keluarga dan korban meninggal akibat gizi buruk itu pulang ke Guli-guli dengan perasaan kecewa.
“Memang kami kecewa dengan pelayanan kesehatan di Puskesmas Ukarsengan. Sampai di RSUD Bula, anak kami dinyatakan meninggal. Kami pulang mengantar almarhumah (korban gizi buruk) dengan menggunakan angkutan umum dan biaya sendiri. Tidak ditanggung Pemda SBT,” terang Hasim.
Sementara itu, data diperoleh Spektrum dari Direktur RSUD Bula, Linggar Sukarintias, Sabtu (08/02/2020) menerangka, di awal tahun ini telah dilakukan perawatan terhadap tiga penderita gizi buruk dan satu diantaranya meninggal dunia.
Linggar mengungkapkan, tiga penderita gizi buruk itu berasal dari Desa Karang, Kwamor dan Guli-guli, Kecamatan Seram Timur.
“Awal tahun ini, penderita gizi buruk ada tiga pasien. Dan satu diantaranya telah meninggal dunia. Pasien gizi buruk yang meninggal itu dari Desa Guli-Guli,” jelas Direktur RSUD Bula, kepada Sepktrum kemarin. (S-13)