Daerah  

Dana Desa Haruku Diduga “Bocor”

Ilustrasi. /net

AMBON, SPEKTRUM – Diduga Dana Desa dan Anggaran Dana Desa (DD/ADD), Negeri/Desa Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Tahun Anggaran 2017-2018, bocor alias diselewengkan.

Desember 2019 lalu, atas rekomendasi Kejaksaan Negeri Ambon pasca menerima laporan warga setempat, tim Inspektorat Kabupaten Maluku Tengah, diketahui melakukan pemedijetah internal terkait dugaan penyelewengan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi DD dan ADD tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemeriksaan internal yang dilakukan Inspektorat, dilakukan sejak tanggal 6-10 Desember 2019 lalu. Namun usai pemeriksaan, dugaan penyelewengan yang mengarah pada korupsi itu yang diduga dilakukan Kepala Pemerintahan Negeri Haruku, Zefnat Ferdinandus bersama kroni kroninya itu, tidak diumumkan secara terbuka, apakah terdapat dugaan korupsi dalam pengelolaan DD-ADD TA 2017-2018 itu.

Diketahui, laporan masyarakat Haruku atas dugaan korupsi tersebut, sangat mendasar. Pasalnya, Raja dalam laporan pertanggungjawabannya, tidak sesuai dengan fakta lapangan.

“Seperti kasus BPJS tahun 2017, sebanyak 83 orang dengan anggaran sebanyak Rp. 22.908.000 dan BPJS tahun 2018 sebanyak 234 orang, itu fiktif, tapi dalam laporan anggarannya Rp. 64.584.000,”ungkap sumber, di Ambon, Jumat (07/02/2020).

Selain itu, program bantuan rumah tahun 2018, dimana material baru tiba pada 31 Juni 2019 dengan sebesar Rp. 135.330.000. Sementara yang tertera dipapan/baliho pengumuman 2019, sisa lebih perhitungan anggaran 2018, sebesar Rp. 282.755.135.

“Bantuan rumah tidak layak huni tahun 2018 dananya dikemanakan, sehingga bisa pakai dana tahun 2019 untuk menutupi tahun 2018. Ironisnya, ada sisa uang TA 2018. Jika ada sisa uang, kenapa tidak membeli yang anggaran 2018 yang tidak dikerjakan. Anehnya lagi, direkening Desa, tidak ada uang. Padahal kan ada Silva tadi,”ungkap sumber.

Selain itu, ada juga bantuan pangan satu ton beras tahun 2018, sebesar Rp. 10.361.679 yang mana dalam RAB ada, namun realisasi tidak ada, hal itu dapat dilihat faktanya bahwa masyarakat tidak pernah menerima beras dari aparat desa.

“Klu ada bantuan beras satu ton, beras itu dibawah kemana, dalam RAB dan realisasi semuanya fiktif. Dengan itu, maka Inspektorat mestinya memberikan rekomendasi kembali kepada Kejaksaan untuk diproses hukum,”tandas sumber (S-01)