PIRU, SPEKTRUM – Hingga saat ini masyarakat daerah terpencil di pulau Seram masih hidup terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan perekonomian mereka di bawah rata-rata sehingga berimbas pada masalah pendidikan dan kesehatan.
Hal itu disampaikan oleh salah satu aktifis LSM, Dominggus Parera, yang kini menjabat Direktur Program Pemberdayaan Masyarakat terpencil, Yasora Maluku kepada Spektrum Sabtu pekan lalu di Ambon.
Padahal, menurut dia, yang sudah langlang buana di dunia LSM sejak tahun1983, dan lebih banyak bertugas di daerah terpencil di pulau Seram, masyarakat adat di daerah terpencil, banyak yang sudah mengorbankan hasil-hasil hutan berupa kayu kepada para Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di saat itu dengan konpensasi, HPH akan membangun jalan menuju desa mereka, namun tidak pernah dilakukan.
“Jadi masyarakat di sana banyak yang sudah mengorbankan hasil-hasil hutan berupa kayu kepada para HPH dengan catatan para HPH akan membangun ruas jalan tembus ke desa mereka tetapi ternyata tidak dilakukan. Setelah HPH selesai mengambil kayu-kayu masyarakat sekian hektar, mereka langsung pergi ,” ungkap Parera.
Parera yang sempat memfasilitasi perwakilan masyarakat Manusa dan beberapa negeri pegunungan Kecamatan Inamosol untuk berunjuk rasa di DPRD Maluku, dan memfasilitasi mereka tahun 2018 ke Jakarta menemui Presiden terkait masalah pembangunan sarana transportasi jalan ke Manusa, sampai saat ini pun belum selesai, malah sesuai fakta lapangan jalan yang menelan biaya puluhan miliar itu bermasalah.
“Saya memang tahun 2018 waktu itu sempat memfasilitasi sudara-sudara dari Manusa dan beberapa perwakilan neger-negeri pegenungan Ina Mosol ke Jakarta menemui Presiden untuk membicarakan masalah pembangunan jalan di daerah tersebut. Jadi soal fisik pembangunan jalan itu mungkin pihak Pekerjaan Umum di SBB lebih tahu karena kami hanya memfasilitasi masyarakat ke Jakarta untuk bertemu Presiden membicarakan persoalan pembangunan jalan ke Manusa. Soal kemudiaan jalan itu dibangun itu bukan lagi urusan kami, yang penting kami sudah mempresure masyarakat ke istana waktu itu,” kenang Parera yang saat itu masih berada di salah satu LSM perwakilan Amerika.
Bahkan sebelum ke Jakarta, Parera sempat memfasilitasi masyarakat pegunungan Inamosol berunjuk rasa di DPRD Maluku yang kemudian diterima oleh Komisi C saat itu, terkait sarana jalan yang berpuluh-puluh tahun belum dibangun sehingga menyengsarakan masyarakat di pegunungan.
Menurut dia waktu mereka demo ke DPRD waktu itu, jalan tanah yang digusur baru sampai di Negeri Rambatu.
“Jadi kami mengharapkan di Pulau Seram khususnya pegunungan SBB dan Seram Utara yang masyarakatnya masih terisolir karena sarana transportasi yang belum ada itu, supaya pemerintah tolong memperhatikan karena akibat dari belum ada jalan itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mereka menjadi lambat,” harapnya.
Menurut Parena, di Pulau Seram masalah transportasi jalan yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah adalah daerah pegunungan Kabupaten seram Bagian Barat dan pegunungan Seram Utara.
Dua daerah itu kata Parena sangat memprihatinkan di banding desa-dea di pesisir pulau Seram. Padahal daerah-daerah pegunungan itu punya potensi sumber daya alam yang cukup banyak misalnya lahan pertanian dan perkebunan. (MG-08)