Coblos Pakai e-KTP Melebihi Ketentuan

Tahapan pencoblosan Pilkada serentak 9 Desember 2020 telah selesai. Namun di kabupaten SBT masih menyisakan masalah. Dugaan kecurangan kini mencuat.

BULA, SPEKTRUM – Indikasi pelanggaran Pilkada Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), itu salah satunya terjadi di wilayah Kecamatan Bula Barat. Pada 9 Desember 2020, hari pencoblosan di TPS, kecurangan dilakukan pasangan calon Bupati-Wakil Bupati tertentu.

Motifnya oknum memobilisasi warga menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), dan Form C6 palsu untuk memilih pada 9 Desember 2020 di TPS.

Pencoblosan pakai e-KTP yang melebihi ketentuan tersebut, telah dilaporkan oleh masyarakat ke Bawaslu Kabupaten SBT untuk diproses lanjut.

Berdasarkan rangkuman Spektrum mengungkapkan, dugaan pelanggaran itu dilakukan oleh oknum tertentu sebelum pencoblosan hingga pencoblosan.

Pelanggaran pemilu ini dilakukan oknum tertentu dengan menggunakan Surat Keterangan Palsu, Undangan Palsu, bahkan indikasi politik uang juga masif dilakukan di H-1.

Angka pemilih dengan menggunakan e-KTP jumlahnya meningkat dibanding Pileg 2018 dan Pilkada 2015 lalu. Anehnya, pada 9 Desember 2020, di desa Fatollo terdapat 61 orang menggunakan E-KTP untuk mencoblos.

Desa Bula Air 58 orang, desa Englas 37 orang, Desa Salas 12 orang, desa Tansi Ambon 23 orang. Desa Limumir 200 orang, Desa Wailola 218 orang, desa Kampung Gorom 13 orang, desa Sesar 61 orang, dan desa Bula 991 orang. Totalnya 1.669 orang. Padahal penggunaan KTP untuk mencoblos hanya 2,5%.

Tingginya angka ini diduga ada kejahatan yang dilakukan terstruktur, masif dan sistematis oleh pasangan calon Bupati-Wakil Bupati tertentu untuk memperoleh suara yang tinggi di semua TPS di kabupaten berjuluk Ita Wotu Nusa itu.

Kasus inijuga diakui Muhammad Ary, salah satu warga Bula kepada Spektrum Bula Selasa sore (15/12) di Bula. Ia mengakui, banyak warga di luar kabupaten SBT tiba-tiba datang ke Bula untuk melakukan pencoblosan dengan menggunakan e-KTP pada 9 Desember 2020.

Ary menduga, e-KTP yang digunakan warga yang tak jelas itu sudah dicetak beberapa hari sebelum pencoblosan oleh oknum tetentu guna memenangkan pasangan calon tertentu. e KTP itu lanjutnya diduga telah dicetak dan dibagikan kepada warga luar SBT yang dimobilisasi ke beberapa kecamatan saat pencoblosan 9 Desember lalu.

“jadi jika di lihat angka pengguna pemilih dengan e-KTP pada 9 Desember 2020 sangat fantastis. Faktanya banyak orang yang dimobilisasi untuk coblos dengan menggunakan e-KTP,” jelasnya.

Sementara itu, soal dugaan pelanggaran tersebut Ketua Bawaslu Kabupaten SBT Suparjo Rumakamar mengakuinya. Dia mengklaim, pengawasan Bawaslu dalam tahapan pungut hitung pada 9 Desember hingga selesainya rekapitulasi di 15 kecamatan tidak ada temuan.

Namun bila ada laporan terkait indikasi pelanggaran atau kecurangan yang dilaporkan warga telah diterima pihaknya di Bula, ibukota Kabupaten SBT.

“Sementara ini saya masih berada di pulau Gorom. Memang ada satu aduan dari masyarakat,” ujar Supardjo Rumakamar saat dikonfirmasi Spektrum Selasa malam, (15/12/2020).

Ketua bawaslu SBT ini mengatakan, dirinya belum melihat pokok aduan atau laporan dugaan pelanggaran yang disampaika masyarakat tersebut.

“Tapi berdasarkan koordinasi dengan anggota Bawaslu SBT, dalam satu laporan itu ada 12 jenis pelanggaran yang dilaporkan. Itu hanya satu pelapor. Nah sampai saat ini keterbatasan internet yang cukup sulit sehingga saya belum bisa mengakses laporan yang disampaikan itu,” tambah Supardjo.

“Salah satu duaggan dalam laporan itu yaitu penggunaan Form C6 palsu, bukan asli. Ini masih sifat dugaan salah satu pemilih di kecamatan Siritau itu menggunakan form C6 yang palus. Ini masih sifat dugaan ya. Prinsipnya, seluruh aduan atau lapoaran yang disampaikan masyarakat ke kita, tetap kami tindaklanjuti,” janjinya.

Soal pemilih yang menggunakan e KTP, Supardjo mengatakan, jika itu pemilih yang berkedudukan di desa atau kelurahan setempat, disitu akan di lihat di mana RT atau dusunnya.

“Yang terjadi di SBT mengapa pemilih banyak menggunakan e KTP? Itu karena, KPPS tidak memberikan Form C6 sebagai pemberitahuan kepada pemilih untuk tanggal 9 Desember 2020 menggunakan hak pilihnya,” katanya.

Ia memastikan pemilih yang mengunakan e-KTP pada 9 desember lalu, itu sesuai Desa atau kelurahan masing-masing pemilih tersebut.

“Saya kira jika mereka tidak berdomisili disitu (desa/kelurahan), kemudian melakukan pencoblosan pada 9 Desember kemarin dengan e KTP, saya kira itu tidak bisa. Karena ada pengawas kita disitu (TPS),” kata dia.

“Kecuali penggunaan e-KTP yang dimaksud itu berasal dari luar daerah SBT atau desa lain, nah itu mungkin ada terjadi pelanggaran disitu. Tapi selama warga menggunakan e-KTP untuk melakukan pencoblosan selama mereka berdomisili di desa atau kelurahan setempat, saya kira sah sah saja,” tukasnya.

Meski demikian, ketua Bawaslu ini memastikan semua duan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikan masyarakat, tetap diproses lanjut oleh Bawaslu kabupaten SBT.

“Seluruh laporan yang disampiakan masyarakat, tetap kami tindak lanjut,” tegasnya.

Tim FAHAM Kumpul Bukti

Terpisah, Bendahara DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjangan (PDIP) Provinsi Maluku Maluku Lucky Wattimury, mengaku pihaknya terus berkoordinasi dengan tim pemenangan pasangan calon nomor urut 2 di Pilkada Seram Bagian Timu (SBT), terutama dari DPC PDIP SBT.

“Kami minta penjelasan terhadap pelaksanaan Pilkada di Kabupaten SBT. Dan dari penjelasan dimaksud maka ditarik kesimpulan telah terjadi pelanggaran di beberapa tempat saat Pilkada 9 Desember 2020. Oleh karena itu kami telah meminta DPC PDIP untuk berkoordinasi dengan tim pemenangan serta pasangan calon dan partai pengusung yang lain agar bersama sama mencari data dan mengambil bukti bukti yang dapat membuktikan adanya kecurangan dalam Pilkada kemarin,” kata Lucky Wattimury kepada Spektrum Selasa (15/12/2020).

Pihaknya tidak bisa ambil langkah hukum berkaitan dengan pelaporan kepada Panwas, Bawaslu dan lainnya jika bukti yang dibutuhkan tidak bisa dimiliki sebab masalah hukum adalah meyakinkan dengan bukti yang ada.

Bukti Undangan Palsu

Dengan demikian, menruut Wattimury, secara organisasi pihaknya telah meminta kepada DPC PDIP SBT untuk berkoordinasi dengan pimpinan partai penguaung lainnya.

“Bukti yang harus dikumpulkan adalah bukti adanya money politic, noken dan lainnya..kalau bukti tersebut dianggap kuat dan meyakinkan dan bisa dibawa ke rana hukum maka kita akan melakukannya,” tandasnya.

Bahkan lanjutnya, pada beberapa TPS di Kabupaten SBT bisa terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan ini sangat bergantung pada bukti-bukti tersebut.

“Kami berharap hal ini dilakukan lantaran Pilkada merupakan hak pribadi orang dalam hal memberikan suara tetapi yang paling utama adalah suara-suara itu diberikan secara demokratis,” terangnya.

Selain itu juga, pendidikan politik di masyarakat bisa dibuktikan karena diharapkan masyarakat memberikan suara sesuai hati nurani.

“Tidak ada tekanan politic, money politic atau aktifitas lain yang menciderai demokrasi. Itu prinsipnya. Kita bisa mendorong untuk menempuh langkah hukum di SBT itu pertanda kami menghargai demokrasi. Kita menghargai hak politik masyarakat yang mesti dilakukan berdasarkan hati nurani bukan berdasarkan kepentingan sesaat,” tandasnya. (S-07/S-14/S-16)