-Sekda SBT Bungkam
AMBON, SPEKTRUM – Aparatur Sipil Negera/Pegawai Negeri Sipil (ASN/PNS) dilatang terlibat politik praktis. Agar pilkada serentak 9 Desember 2020 sukses, ASN di daerah harus membantu negara dengan cara menjaga netralitasnya. Keberpihakan ke kandidat tertentu itu tidak dibenarkan UU tentang ASN.
Menyikapi kasus keterlibatan ASN main politik praktis khususnya di Kabupaten Seram Bagian Timur, Pengamat Politik Cecep Sopandi berasumsi, isu netralitas ASN harus menjadi objek pengawasan yang serius bagi Bawaslu, Komisi ASN (KASN), dan masyarakat. Sebab, potensi untuk mobilisasi ASN akan sangat terbuka lebar.
“Mobilisasi ASN untuk pemenangan Pilkada cenderung dilakukan petahana. Soalnya, petahana mempunyai kekuasaan dan pengaruh serta akses lebih dekat dengan ASN, ketimbang kandidat lain,” kata Cecep Sopandi, saat diwawancarai Spektrum dari Ambon, Senin (26/10/2020).
Memang, kata dia, selain sanksi yang tegas dan eksekusi yang lebih membawa efek jera bagi ASN yang ikut terlibat dalam politik praktis. Juga ini harus menjadi komitmen bersama mewujudkan Pilkada yang lebih sportif, bebas, jujur dan adil.
Baca Juga: https://spektrumonline.com/2020/10/22/sk-kades-berbau-politik-pilkada/
Ia mengimbau masyarakat harus ikut serta dalam mengawasi, jika ada bukti adanya mobilisasi ASN atau intimidasi terhadap ASN lapor ke Bawaslu agar segera diproses.
Cecep meminta Pemda Kabupaten SBT harus memberikan pemahaman dan sosialisasi yang intensif kepada ASN agar netral di Pilkada. Sebab, ada sanksi yang menanti jika terdapat ASN nakal.
Baca Juga: https://spektrumonline.com/2020/10/24/tim-mukti-idris-ancam-pns/
Sanksi bagi ASN yang tidak netral diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berupa kurungan dan denda.
Cecep mengutip Pasal 494, setiap ASN yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat 3 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Kemudian, Pasal 547 menyebutkan, setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta,” jelasnya.
“Jadi hati-hati, kalau ada ASN yang nakal ada ancaman pidananya. Jika terbukti ada ASN yang tidak netral segera diproses,” harapnya.
Sementara itu, soal kasus oknum ASN Pemkab SBT yang terlibat main politik praktis itu, hingga Senin (26/10) malam, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten SBT, Dr. Syarif Makmur, saat dikonfirmasi Spektrum hanya bungkam alias diam dengan masalah ini.
Baca Juga: https://spektrumonline.com/2020/10/26/oknum-asn-sbt-main-untuk-adil/
Panggilan telepon wartawan media ini sduah masuk ke Handphonenya, tapi bersangkutan tak menjawab. Begitu juga pesan WhatsApp sudah diterima dan dibaca Sekda SBT itu, naklmun dia tetap diam saja.
Diketahui, oknum ASN lingkup Pemkab Kabipaten SBT yang diduga terlibat main politik praktis antara lain Jabir Elbetan, Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Werinama, Kepala Seksi Pemuda dan Olahraga Dikbudpora SBT, Ibrahim Alvin Rumatumia, Karateker Desa Wailola kecamatan Bula Moh. Yusran Buatan/Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar Dikbudpora SBT, dan Kepala Inspektorat SBT, Nazarudin Tianotak. (S-14/S-16)