AMBON, SPEKTRUM – Diduga ingin membenarkan tindakan kekerasan dan penyerangan atas Negeri Kariu yang dilakukan massa dari Negeri Pelauw Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah maka tokoh masyarakat (tomas) Negeri Kariu, Sase Pattirajawane meminta aparat kepolisian segera menangkap mahasiswa dan pelajar asal Negeri Pelauw yang mengeluarkan pernyataan sikap menolak masyarakat Negeri Kariu kembali ke tanah leluhur mereka.
Permintaan tersebut dikemukakan Pattirajawane melalui rilisnya yang diterima Redaksi Spektrum, Selasa (01/02/2022).
“Pasalnya informasi-informasi yang dirangkai dalam pernyataan sikap tersebut adalah pembohongan kepada publik dengan maksud memutarbalikkan fakta dan memprovakasi masyarakat,” katanya tegas.
Pattirajawane dalam rilisnya menegaskan, masyakat Kariu memilih menghindar dari konflik dan tidak melakukan perlawanan sama sekali karena telah menyerahkan semua persoalan menyangkut penyerangan Negeri Kariu untuk kepolisian.
“Kami meminta aparat kepolisian khususnya Polda Maluku dan Polres Pulau Ambon dan Pp lease untuk segera menangkap dan mengadili pelaku kejahatan penyerangan, pembakaran dan penjarahan karena itu adalah perbuatan pidana yang harus diproses hokum. Juga meminta pihak kepolisian untuk mengungkap aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut khususnya orang orang yang bertanggungjawab antara lain, Raja Pelauw Rasyad Efendy Latuconsina yang juga Wakil Ketua DPRD Maluku serta Camat Pulau Haruku karena telah menginstruksikan saudara Abdul Karim Tuankotta sehingga terjadi perselisihan yang berbuntut penyerangan terhadap Negeri Kariu,” katanya.
Selain itu, tambah Pattirajawane masyarakat Kariu meminta pihak kepolisian untuk segera memecat Kapolsek Pulau Haruku yang turut membantu jalannya penyerangan serta memberikan informasi palsu kepada Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau pulau Lease saat kedatangan masyarakat Kariu di Polresta 2 jam sebelum kejadian penyerangan.
“Kami minta agar Kapolda Maluku memecat Kapolsek Haruku, AKP. Subhan Amin yang turut membantu jalannya penyerangan serta memberikan informasi palsu kepada Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau pulau Lease saat kedatangan masyarakat Kariu di Polresta 2 jam sebelum kejadian penyerangan,” kata Pattirajawane.
Terkait adanya klaim kepemilikan lahan dan tanah petuanan Negeri Kariu lanjut Pattirajawane, hanyalah isu sesat yang dimainkan oleh kelompok masyarakat yang tidak beradab karena untuk membuktikan itu harus melalui pengadilan.
“Kami persilahkan basudara warga Pelauw untuk mengajukan gugatan secara hukum karena negara kita adalah negara hukum. Negeri Kariu Leamony Kamasune memiliki petuanan yang sah sesuai kewenangan undang undang dan memiliki legitimasi yang sah yang akan dibuktikan di pengadilan,” jelasnya.
Adanya isu sesat bahwa tanah petuanan Kariu adalah milik Pelauw merupakan isu sesat yang dimainkan orang tua tidak beradab untuk anak lantaran memiliki ajaran sesat.
Sekedar diketahui lanjut Pattirajawane, Negeri Kariu sudah berada di Kariu sebelum kedatangan orang Pelau. Kariu adalah negeri yang pertama di Pulau Haruku (baca buku dibawah naungan Gunung Nunusaku jilid 2).
“Setelah kedatangan Kariu di Pulau Haruku diikuti oleh saudara-saudara dari Kailolo dibawah pimpinan Kapitang Akipai yang kuburannya ada di Negeri Kailolo. Sementara itu basudara Pelauw baru datang setelah dipanggil Kapitang Akipai dari Kailolo dan bersembunyi dalam sebuah gua yang namamya Gua Alaka. Dapat kami sampaikan bahwa masyarakat Pelauw telah mengembangkan cerita untuk memposisikan Negeri Pelau seakan-akan memiliki lahan petuanan yang luas,” tandasnya.
Padahal jika dilihat dari sejarah dan nama maka Pelau berasal dari kata Papela Au Papela adalah nama Tanjung antara Pelau dan Kailolo dan Au artinya saya.
Dengan demikian Pelau artinya Saya di Tanjung Papela yang menunjukan bahwa Pelauw punya negeri hanya di Ujung Tanjung Papela.
Tanah itu adalah tanah gang berbatu-batu, seiring waktu berjalan mereka ingin bercocok tanam di lahan lahan milik Negeri Kariu dan mereka melakukan itu dari tahun ke tahun merampas dan mengambil tanah milik petuanan Kariu.
Kariu adalah negeri adat yang memiliki petuanan terbesar di Pulau Haruku khususnya daerah utara Pulau Haruku karena dari sisi pembentukannya Kariu adalah 12 negeri atau aman bergabung menjadi satu. Jadi Kariu artinya kumpul.
“Pernyataan sikap kelompok mahasiswa Matasiri yang menyesatkan, kami minta masyarakat khususnya basudara Amarima Hatuhaha tidak terprovokasi untuk membenci sesama demi kepentingan politik dan kolonisasi Negeri Pelauw.
Kami mohon agar masyarakat Maluku dan khususnya masyarakat Kariu tidak terpancing dan terprovakasi dengan isu sesat yang diucapkan mahasiswa Pelauw.
“Semua orang dan publik tahu bahwa Negeri Kariu diserang oleh kelompok bersenjata dan mohon tidak membenarkan tindakan itu. Jangan karena tergabung dalam satu hubungan kekeluargaan lalu membela kejahatan yang dilakukan oleh perusuh,” tegasnya. (tim)