Tak dituntaskan Kejaksaan Tinggi Maluku, kasus Timotius Kaidel alias Timo, akhirnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Dia dilaporkan salah satu warga yakni, Udin Sareman.
AMBON, SPEKTRUM – Udin Sareman melaporkan Timotius Kaidel terkait kasus dugaan penyimpangan dalam pengerjaan proyek jalan lingkar pulau Wokam di Dinas PU Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2018.
Laporan tersebut diterima Staf KPK RI yakni Alfieta Nur Baroro dengan nomor agenda 2019-12-000139 dan nomor informasi 106898 tertanggal 27 Desember 2019. Dalam laporannya, Udin Sareman melampirkan berbagai bukti misalnya rilis hasil audit BPKP Provinsi Maluku tahun 2019, juga empat lembar kwitansi bukti transfer pembayaran anggaran mencapai 100 persen.
Selain itu, dia juga melampirkan bukti gambar pembangunan jalan yang tidak selesai serta foto penggusuran lahan warga tanpa pembayaran ganti untung kepada pemilik lahan.
Dalam rilis audit BPKP Provinsi Maluku tahun 2019 antara lain menjelaskan, adanya kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Jalan Tunguwatu Lau lau – Kobraur – Nafar minimal Senilai Rp 2.81 8.360.843,11 Tidak Sesuai Spesifikasi senilai Rp 8.532.362.433,00 dan Denda Keterlambatan Sebesar Rp169.173.970,66 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru menganggarkan belanja modal sebesar Rp290. 513.138. 1 86,00 dan terealisasi sebesar Rp 226.455.937.732,00 (88,01 persen) untuk seluruh SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Rp154.553.800.000,00 dan terealisasi sebesar Rp115.114.747.100,00 atau 96,80 persen.

Salah satu realisasi belanja tersebut adalah Pekerjaan Pembangunan Jalan Tunguwatu – Gorar – Lau lau, Kobraur – Nafar yang dilaksanakan oleh PT. Purna Dharma Perdana berdasarkan kontrak nomor 600/01.02/SPK- DAK/PPK II/VII/2018 tanggal 25 Juli 2018 senilai Rp36.718.753.000,00. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan 150 hari kalender sejak tanggal 27 Juli 2018 sampai dengan 21 Desember 2018.
Rilis ini juga menerangkan, terdapat adendum pekerjaan berdasarkan dokumen nomor 600/02.04A/ADD-KI/DAK/PPK I1I/X/2018 tanggal 22 Oktober 2018 berupa pekerjaan tambah kurang, tanpa adanya perpanjangan waktu. Pekerjaan telah dibayar 100 persen berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Nomor xx dengan nilai pembayaran terakhir sebesar Rp3.671.875.300,00 berdasarkan SP2D Nomor 05822/SP2D/LS-BRG&JS/1.03.01.01/2018 tanggal 28 Desember 2018.
Selanjutnya, pekerjaan pembangunan jalan Tunguwatu – Gorar Lau lau Kobraur – Nafar merupakan pekerjaan jalan dengan konstruksi timbunan pilihan yang semula direncanakan sepanjang 33,775 km menjadi 35,6 km dari pembangunan jalan tersebut terdiri dari tiga segmen, yaitu segmen I sepanjang 29,05 km, segmen II sepanjang 875 m, dan segmen II sepanjang 5,675 km.
Pengawasan atas pembangunan jalan tersebut dilaksanakan CV. Caroline berdasarkan kontrak nomor 600/02.02/SPK-PW-DAK/PPKII/VI/2018 Tanggal 25 Juli 2018. Konsultan pengawas telah dibayar 100 persen dengan nilai pembayaran terakhir sebesar Rp48.537.500,00 berdasarkan SP2D Nomor 05670/SP2D/LS-BRG&JS/1.03.01.01/2018 tanggal 21 Desember 2018. Hasil pemeriksaan dokumen dan fisik, diketahui terdapat beberapa permasalahan misalnya, Kuasa Direktur tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan perikatan kontrak.

Penandatanganan surat perjanjian atas pembangunan jalan Tunguwatu – Gorar – Lau lau – Kobraur – Nafar dilakukan Robert Jefry Enus, selaku PPK pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dengan Herman Yosep Sarkol. yang merupakan Kuasa Direktur PT. Puma Dharma Perdana.
Berdasarkan keterangan Herman Y.S., diketahui PT. Purna Dharma Perdana merupakan perusahaan yang dipinjam Timotius Kaidel, untuk mengikuti lelang pembangunan jalan Tunguwatu – Nafar. Peminjaman perusahaan dilakukan karena perusahaan yang dimiliki Hennan Y.S. dan Timotius Kaidel, merupakan satu grup usaha, tidak memenuhi kualifikasi untuk mengikuti lelang tersebut.
Kepada pemeriksa, Herman Y.S menjelaskan, dirinya bukan pegawai dari PT. Purna Dharma Perdana, sehingga berdasarkan ketentuan, tidak memenuhi persyaratan menandatangani kontrak atas nama PT. Puma Dharma Perdana meskipun memiliki Surat Kuasa Direktur. PPK pun lalai pada saat penandatanganan surat perjanjian, karena tida melakukan penelusuran lebih lanjut atas kondisi tersebut.
Penandatanganan dilakukan Herman Y.S. karena yang bersangkutan membawa Surat Kuasa Direktur. Tenaga ahli yang disampaikan dalam dokumen penawaran tidak ikut dalam pelaksanaan pekerjaan. Personil inti yang disampaikan dalam dokumen penawaran pada saat lelang pembangunan jalan Tunguwatu – Nafar tidak dilibatkan.
Terungkap juga bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam pembangunan jalan Tunguwatu – Nafar tidak menggunakan personil inti yang ada dalam dokumen penawaran melainkan menggunakan tenaga kerja yang disediakan Timotius Kaidel.
Selain itu, pekerjaan pembangunan jalan Tunguwatu-Nafar yang dilaksanakan Timotius Kaidel merupakan pekerjaan jalan pertama yang dikerjakannya. Hal itu tidak sejalan dengan lingkup tugas yang harus dilaksanakan pelaksana konstruksi yaitu melakukan pelaksanaan konstruksi sesuai dengan kualitas masukan (bahan. tenaga, alat).
Adendum pekerjaan tidak memiliki dasar yang memadai, sebab, berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Dokumen Perencanaan pembangunan jalan Tunguwatu – Nafar, spesifikasi jalan yang akan dibuat adalah jalan dengan lapisan timbunan pilihan dengan lebar 8 m dan tebal 30 cm sepanjang 33.775 m diatas badan jalan selebar 14 m.

Saat pelaksanaan pekerjaan, dilakukan addendum atas beberapa item pekerjaan. Adendum dilakukan berdasarkan MC-0, kondisi di lapangan tidak sesuai dengan hasil perencanaan, tidak ada pembahasan mengenai penambahan lebar jalan dan pengurangan panjang jalan yang dilapisi timbunan pilihan.
Juga terdapat penambahan volume timbunan, baik timbunan biasa, maupun timbunan pilihan. Padahal, dalam addendum disebutkan panjang jalan bertambah dari yang semula sepanjang 33.775 m menjadi 35.600 m. Namun, pada pelaksanaan di lapangan, panjang jalan yang dibangun hanya 22.575 m dengan lebar 16 m, sedangkan 13.025 m sisanya hanya dilakukan pekerjaan land clearing.
Dari penjelasan di atas, dapat dibandingkan penambahan volume galian dan timbunan, berbanding terbalik dengan panjang jalan yang dibangun, dari yang semula jalan dibangun menggunakan timbunan pilihan dengan lebar 8 m setebal 30 cm sepanjang 33.775 m menjadi jalan dengan timbunan pilihan dengan lebar 16 m sepanjang 22.575 m.
Penjelasan mengenai penambahan lebar jalan dan pengurangan panjang jalan tersebut tidak ada dalam addendum maupun justifikasi teknis. Penjelasan yang ada hanya sebatas penambahan panjang jalan menjadi 35.600 meter. Justifikasi penggunaan tanah bekas galian sebagai bahan timbunan pilihan tidak disertai dasar yang memadai.
Pelaksana juga merubah asal timbunan pilihan yang semula seharusnya diambil dari sumber galian yang memenuhi spesifikasi timbunan pilihan namun diambil dari bekas galian di sepanjang ruas jalan yang dibangun.
Dalam justifikasi teknik yang disertakan dalam addendum kontrak, alasan perubahan tersebut karena “di beberapa segmen jalan yang akan dibangun terdapat galian tanah yang termasuk ke dalam klasifikasi bahan timbunan pilihan dan volumenya cukup untuk digunakan sebagai bahan timbunan pilihan”.
Namun, justifikasi tersebut tidak didukung dengan dokumen yang memadai yang menyatakan bahwa bekas galian pada ruas jalan, masuk ke dalam klasifikasi bahan timbunan pilihan.
Permasalahan lebih lanjut mengenai spesifikasi bekas galian yang dijadikan timbunan pilihan akan dibahas juga mengenai pekerjaan timbunan pilihan yang tidak sesuai spesifikasi.
Pekerjaan belum selesai namun telah dibayarkan anggaran sebesar 100 persen. Hingga berakhimya masa pelaksanaan pekerjaan yang tertuang dalam kontrak, tanggal 21 Desember 2018, kontraktor belum menyelesaikan pekerjaan seluruhnya namun pekerjaan telah dibayarkan 100 persen.
Saat dimintai penjelasannya di BPKP Provinsi Maluku, Timotius Kaidel menjelaskan, item pekerjaan yang sudah selesai pada Bulan Desember sesuai dengan volume yang ada dalam Contract Chang Order adalah pekerjaan timbunan dan galian, sedangkan untuk item pekerjaan saluran untuk selokan dan drainase air, gorong gorong pipa baja bergelombang, dan land clearir= sepanjang 3 km senilai Rp2.744.059.947,57 atau 7,47 persen dari total nilai kontrak belum selesai.
“Terlambatnya penyelesaian land clearing karena pada kenyataan dilapangan terdapat tiga sungai pada jalan yang akan dikerjakan yang tidak tampak pada gambar rencana, dan tidak ada titik peletakan gorong gorong pipa baja bergelombang pada gambar rencana. Tidak tersedianya informasi tersebut menyulitkan kontraktor dalam melaksanakan pekerja di lapangan, yaitu dalam hal mobilisasi alat dan penentuan titik peletakan gorong gorong,” kata Kaidel.
Bahkan, Kaidel menjamin jika pekerjaan yang belum selesai pada bulan Desember tersebut telah diselesaikan pada 30 April 2019.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR dan PPK, menjelaskan jika pembayaran telah mencapai 100 persen dilakukan berdasarkan keterangan dari kontraktor pelaksana dan progress report yang sudah ditandatangani konsultan pengawas, yang menyatakan bahwa pekerjaan di lapangan telah selesai 100 persen.
“Dokumen back up data dan As build drawing tidak dibuat sesuai hasil pengukuran di lapangan. Berdasarkan penjelasan Awal selaku perwakilan kontraktor yang menyusun dokumen Contruct Change Onder (CCO) diketahui m Back up data dan As build drawing bukan merupakan dokumen yang disusun sesuai kondisi di lapangan / hasil pelaksanaan pekerjaan, melainkan dokumen yang disusun dalam rangka pembuatlan CCO,” jelasnya.
Hal tersebut sejalan dengan hasil pemeriksaan di lapangan menunjukkan ruas jalan dalam back up data telah dikerjakan ternyata belum dikerjakan. Mengenai perubahan dimensi lebar jalan untuk timbunan pilihan dari 8 meter menjadi 16 meter. Sedangkan Awal, perwakilan kontraktor menjelaskan, pada saat diminta menyusun CCO dan shop drawing.
“Kami hanya mengikuti kondisi jalan yang sudah terpasang, dapat disimpulkan bahwa CCO dibuat mengikuti kondisi jalan yang terpasang,” katanya..
Dari pemeriksaan terungkap, kekurangan volume pekerjaan minimal senilai Rp2.818.360.843,11. Hasil pemeriksaan ke lokasi pengerjaan pada tanggal 29 Juni 2019 diketahui terdapat kekurangan volume pada pekerjaan, galian untuk selokan drainase dan saluran air, gorong gorong pipa baja bergelombang sebanyak 11 titik, galian biasa, timbunan biasa, dan penyiapan badan jalan pada Sta 1 + 650 – 4+ 450, Juga timbunan pilihan Sta 1 + 650 – 5+45o.
Perhitungan kekurangan volume terbatas pada pengukuran panjang segmen, sedangkan pengukuran atas tinggi galian, dan tebal timbunan tidak dilakukan serta tidak adanya penanda/patok setiap Sta. Dengan panjang ruas dan keterbatasan waktu,hal tersebut menyulitkan dalam melakukan pengujian atas volume pekerjaan.
Pengukuran tebal timbunan pilihan tidak dapat dilakukan, karena tidak ada perbedaan antara jalan yang digelar dengan timbunan pilihan dan tidak. Pada KAK pembangunan jalan Tunguwatu – Nafar, salah satu lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh Pelaksana konstruksi adalah melakukan pelaksanaan konstruksi sesuai dengan kualitas masukan (bahan. tenaga, alat), kualitas proses (tata cara pelaksanaan pekerjaan) dan kualitas hasil pekerjaan seperti yang tercantum dalam spesifikasi teknis.
Spesifikasi timbunan pilihan yang disyaratkan dalam KAK maupun dokumen kontrak sudah sesuai dengan Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Edisi 2010 Revisi 3, yaitu memiliki CBR paling sedikit 10 persen setelah empat hari perendaman bila dipadatkan sampai 100 persen kepadatan kering maksimum.
Hasil pemeriksaan atas spesifikasi timbunan pilihan dapat dijelaskan bahwa kontraktor tidak melakukan pengujian spesifikasi atas bahan timbunan yang akan dihampar. Dalam metode kerja dalam kontrak untuk timbunan pilihan dijelaskan, sebelumnya harus melakukan Test Properties Material untuk memastikan bahwa material yang digunakan dapat memenuhi persyaratan spesifikasi. Namun, pada pelaksanaan di lapangan, kontraktor tidak pernah melakukan Test Properties Material dengan alasan tidak ada anggaran untuk pengujian laboratorium dalam Rancangan Anggaran dan Biaya. Kemudian, timbunan pilihan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan penjelasan Timotius Kaidel pemeriksa menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara timbunan galian dengan timbunan pilihan dan hanya merupakan pekerjaan cut and fill. Pada saat penelusuran jalan menggunakan kendaraan roda dua yang disertai hujan dengan intensitas rendah, jalan menjadi sangat licin dan sulit untuk dilalui,” kata sumber Spektrum di BPKP Provinsi Maluku.

Sumber ini menjelaskan, hasil pengujian laboratorium atas sampel yang diambil PPK, perwakilan kontraktor, dan Inspektorat di bulan April 2018 pada ruas jalan yang diberikan timbunan pilihan, menunjukkan bahwa spesifikasi timbunan pilihan yang digunakan tidak memenuhi standar minimum yang ditetapkan. “Hasil pengujian menunjukkan CBR sebesar 3,1 persen dari standar minimum yaitu 10 persen,” jelasnya.
Akibatnya kontraktor harus dikenakan denda keterlambatan minimal Rp169.173.970,66. “Hasil pemeriksaan di lapangan pada tanggal 16 Maret 2019, menunjukkan bahwa masih terdapat item pekerjaan yang terus dikerjakan sejak masa berakhirnya pelaksanaan kontrak yaitu pekerjaan pembangunan gorong gorong dan land clearing yang terakhir dikerjakan pada 30 April 2019,” bebernya.
Dengan demikian, tambah sumber ini, terdapat denda keterlambatan sebesar Rp169.173.970,66 (130/1000 x Rp 1.301.338.235,84).
Sumber ini juga menjelaskan, akibat yang ditimbulkan pada pekerjaan ini antara lain, indikasi kerugian daerah atas kekurangan volume dan pekerjaan tidak sesuai spesitikasi sebesar Rp11.351.562.894,61 (Rp 2.819.200.461,61 + Rp 8.532.362.433,00); Pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu dan kontraktor harus dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp169.173.970,66.
“Penyebab terjadinya permasalahan ini lantaran PPK kurang cermat dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan,” katanya. (TIM)