-Hutan Ditebas, Kebun Pala Tak Ada
Perolehan Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, Ijin Pemanfaatan Kayu, CV. Sumber Berkat Makmur prosesnya kilat, tak butuh waktu lama. Meski dokumen ijin lingkungan belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, tetapi perusahaan milik Bos Yongki ini, berani membongkar hutan Sabuai.
AMBON, SPEKTRUM – Pihak CV. SBM cenderung mengeksploitasi hutan milik warga adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Perusahaan ini terkesan mengabaikan peraturan dan perundang undangan yang berlaku. Kehadiran CV. SBM pun, dinilai tidak membawa dampak positif terhadap warga Negeri Sabuai.
Belum lagi pelepasan lahan untuk dipergunakan CV. SBM sebagai areal Perkebunan Budidaya Pala, masih simpangsiur alias belum jelas, termasuk pemenuhan kewajiban CV. SBM terhadap pemilik ulayat Hutan Sabuai.
Penelusuran Spektrum mengungkap borok di balik pembukaan Perkebunan Pala oleh CV. Sumber Berkat Makmur atau SBM. Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B), dikelaurkan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdul Mukti Keliobas, bak jalan mulus untuk CV. SBM beraksi di hutan adat Negeri Sabuai.
Pasalnya, melalui IUP-B Bupati SBT itu, menjadi rujukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada CV. SBM, kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku.
Berikut beberapa ijin yang dijadikan senjata oleh CV. SBM hingga leluasa menebas hutan Sabuai. Diantaranya, Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.
Rekomendasi Gubernur Maluku Nomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.
Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.
Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.
Perpanjangan IPK Tahap II berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.21/SK/DISHUT-MAL/148/2019 Tanggal 5 Maret 2019 tentang IPK dengan luas lahan 415 hektar. Masa IPK berakhir pada 5 Maret 2020.
Pasca mengantongi berbagai perijinan tersebut, pihak CV. SBM cenderung membongkar hutan atau lahan dengan cara menebang kayu di hutan Sabuai. Tahap I lahan yang ditebas CV. SBM seluas 371 hektar. Anehnya, lokasi yang sudah kosong ini justru tidak ada kebun Pala di sana.
Kabarnya dokumen UKL-UPL Perkebunan Pala CV. SBM dibuat oleh PT. Linoa Internasional Konsultindo. Kontroversialnya, CV.SBM masuk investasi di Kabupaten SBT dengan dalil Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, namun dalam praktek perusahaan ini justru dominan menebas kayu (pepohonan) di kawasan hutan Sabuai.
Padahal, IUP-B Bupati telah dikantongi CV. SBM sejak tahun 2018 silam. Faktanya, dari tahun 2018 hingga 2020 ini, tak ada perkebunan pala di lokasi yang sudah dibongkar pihak perusahaan. Dua kali mengantongi Ijin pemanfaatan kayu (IPK), mestinya lahan yang telah dibongkar, dilakukan penanaman pala. Namun faktanya, tidak ada kebun pala di sana.
Sebelum mendapatkan IUP-B, perusahaan harus melengkapi dua ijin yakni Ijin lingkungan dan ijin lokasi. Soal apakah pelaku usaha yang telah diizinkan untuk membebaskan tanah dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Dokumen Lingkungan Belum Jelas
Sampai kemarin pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku, belum memproses dokumen AMDAL, UPL-UKL dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan ijin lingkungan CV. SBM. Soal ini, pihak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku pada 25 Februari 2020, sudah menyurati pihak CV. SBM untu memberikan penjelasan, namun pihak perusahaan tidak hadir.
“Tujuannya untuk kita mengetahui informasi secara aktual. Misalnya kelengkapan dokumen, dan kegiatannya perusahaan seperti apa? namun pihak perusahaan tidak hadir. Kita telah mengagendakan pemanggilan kedua pada Senin 2 Maret 2020, agar pihak CV. SBM hadir guna memberikan penjelasan soal ini,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Syauta, saat dikonfirmasi wartawan di kantor Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, di Kota Ambon, akhir pekan kemarin.
Dari data itu, lanjutnya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, dapat menindaklanjuti ke Pemda Kabupaten SBT, untuk mengambil langkah langkah misalnya, administratif atau menyarankan langkah langkah lain. “Kami tidak bisa berbicara banyak kalau kita belum mengetahui sama sekali tentang ijin lingkungan.
“Saya sudah koordinasi dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBT, beliau menyatakan memang dokumen terkait ijin lokasi CV. SBM sudah pernah dibahas dan selesai, namun sampai ijin lingkungan CV. SBM itu belum ditandatangani oleh Bupati SBT,” ungkap Roy Syauta, meniru keterangan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBT, kepada wartawan di Ambon, akhir pekan kemarin.
Jika perusahaan belum punya ijin lingkungan, bisa saja aktivitasnya disebut ilegal. “Sebelum aktivitas di lapangan, pihak perusahaan harus melengkapi berbagai perijinan sesuai peraturan dan perundang undangan yang berlaku, salah satunya tentang ijin lingkungan,” tandasnya.
DPRD sudah rapat mendengarkan penjelaswan pihak pihak terkait. Ada tiga tim yang dibentuk. Tim I DPRD, Tim II Dinas Kehutanan dan Tim III Lingkungan Hidup.
Hal ini dimasudkan untuk mengetahui tentang keberadaan CV. SBM di Maluku maupun Kabupaten SBT, apakah sudah punya sejumlah ijin sesuai dengan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan PP 27 Tahun 2012?
“Karena sesungguhnya dengan kegiatan luasan kurang lebih 1.183 hektara itu, sudah merubah benteng alam di wilayah tersebut. harus dipastikan perusahaan ini sudah puinya dokumen. Apakah dokumen AmdaL juga lingkungan. Kaiatan dengan itu, sampai sekarang keberadaan perusahaan ini belum punya dokumen Amdal dan dokumen lingkungan,” kata Kolatfaeka kepada wartawan di Ambon, akhir pekan kemarin.
Ia mempertanyakan aksi CV. SBM di hutan Sabuai apa telah mencerminkan amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 yang mengisyaratkan soal lingkungan?
“setelaha mendapat keterangand ari dinas Lingkngan Hidup Malauku dan pihak terkait lainnya, maka seterusnya kami akan teruskan ke Komisi Gakum Wiayah Maluku-Maluku Utara,” kata Kolatfeka.
Sementara ini, kata dia, menjadi dasar pijakan DPRD Kabpaten SBT, untuk memanggil dan memintai keterangan alanajutan dari pihak CV. SBM. Minimal setiap aktivitas yang ada konflik, maka sementara dihenatikan. “Karena hari ini sudah menjadi konflik, dan sampai adfi rana hukum, maka kita berharap aktivitas perusahaan di hutan Sabuai segera dihentikan,” pintanya.
Soal ini akan dibawa ke DPRD Kabupaten SBT, untuk mengelurkan rekomendasi tentang aktivitas CV. SBM. Khusus masalah lingkungan, sambungnya, Komisi akan menyamopaikan kepada pimpinan DPRD SBT, tentang hasil koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku. “Karena sejumlah dokumen soal lingkungan, belum dilengkapi atau belum dimiliki CV. SBM. Tentunya diokumen terkait ini akan kita minta dan bawa ke DPRD untuk dibahas selanutnya,” kata Kolatfeka.
Prinsipnya, menurut kata, CV. SBM trelah melanggar aturan. Alasannya, karena aksi CV. SBM tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perindingan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk itu, DPRD akan berkoordinasi dengan Gakkum Wilayah Maluku-Maluku Utara.
“Karena soal rana hukum kewenangannya Gakkum. Soal tinjauan lapangan akan kita lakukan nanti. Pastinya, penebangan dan pengambil kayu di hutan Sabuai sudah terjadi. Tapi kegiatan perkebunan perusahaan ini justru belum jalan maksimal. Artinya, aktivitas penanaman pala tidak ada,” ungkap Costantius Kolatfeka, sembari menambahkana pelanggaran sudah dilakukan CV. SBM.
Dia menambahkan, DPRD Kabupaten SBT tetap mengapresiasi setiap investor yang masuk ke wilayah bumi Ita Wotu Nusa itu, untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakataa dan daerah.
Namun dia menggaris bawahi, seluruhnya harus mentaati serta menjalankan berbagai peratauran dan perundang-undangan yang berlaku. Semangatnya, lanjutnya, harus menghargai kearifan lokal.
“Ini esensi kita berotonomi daerah. Karena UU Nomor 32 tahun 2009 sudah menjelaskan soal kearifan lokal. Dengan merubah benteng alam, misalnya melakukan penebangan tanpa punya dokumen atau ijin lingkungan, tentu ini pelanggaran. Kita berharap perusahaan ini harus ditindak. Karena kehadiran CV. SBM menyusahkan masyarakat di sana. Bisa ada pidana murni, dan pidana khusus dalam masalah ini,” pungkasnya. (S-14/S-16)