Sidang Perdana Jalan Inamosol, Thomas Wattimena Terima Dakwaan JPU

AMBON, SPEKTRUM – Kasus proyek pengerjaan Jalan Rambatu – Manusa Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) atau dikenal dengan Proyek Jalan Inamosol tahun anggaran 2018 memasuki tahap persidangan.

Mantan Kadis PUPR Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Thomas Wattimena yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus ini mulai menjalani sidang perdana.

Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU, Achmad Attamimi, Cs, Senin (18/9/2023).

Dalam dakwaanya JPU membeberkan peran terdakwa  dalam kasus tersebut.
Melalui kuasa hukumnya, Thomas Wattimena menerima semua dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Untuk diketahui, pekerjaan pembangunan ruas Jalan Desa Rambatu – Manusa Kecamatan Inamosol Kabupaten SBB berasal dari DAK Tahun Anggaran 2018  dengan nilai pekerjaan dalam kontrak awal Rp. 29.858.000.000.

Sesuai addendum, nilai kontrak diubah sebesar Rp. 31.428.580.000, dengan jangka waktu pelaksanaan selama 270 hari kalender terhitung sejak 26 Maret 2018 s/d 27 Desember 2018, dikerjakan oleh PT Bias Sinar Abadi.

Wattimena ternyata mengetahui pekerjaan Jalan Rumbatu Manusa belum selesai, namun tetap menyetujui permohonan pencairan pembayaran termin IV dan V.

Dibantu saksi Jorie Soukotta selaku PPK dan bendahara, dilakukan manipulasi dokumen seolah-olah pekerjaan telah selesai, padahal baru rampung 70,90 persen.
Saksi Guwen Salhuteru juga ikut memanipulasi tanda tangan Ronal Renyut Direktur PT. Bias Sinar Abadi.

“Dokumen pembayaran termin IV dan termin V yang dimanipulasi berupa Dokumen Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan Nomor 600/11/BA-PKP.IV/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018 yang ditandatangani oleh saksi Jorie Soekotta selaku PPK dan Ronal Renyut selaku Direktur PT. Bias Sinar Abadi (tanda tangan Direktur dipalsukan oleh Guwen Salhuteru yang menyebutkan pada poin 2 pekerjaan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak dan pekerjaan telah mencapai kemajuan sebesar 100 persen), yang secara faktual baru mencapai 70,90 persen,” kata JPU.

Terdakwa juga menyuruh saksi Jorie Soukotta membuat Berita Acara pembayaran termin IV atau 100 persen dengan dalih alasan untuk pengamanan transfer dana DAK ke Kas Daerah. Padahal dalam dokumen pencairan dana tertulis, telah dilakukan pencairan dana sebesar 100 persen sedangkan fakta di lapangan secara nyata fisik pekerjaan belum selesai.

Berdasarkan dokumen pencairan itu, diterbitkan SP2D, dan  memerintahkan bendahara pengeluaran melakukan pembayaran melalui penandatanganan SPM. Selanjutnya, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan, PT Bias Sinar Abadi  mendapat pembayaran sebesar 95 persen.

“Pada tanggal 27 Desember 2018,  pencairan dana tahap ke V telah beralih/berpindah ke rekening 0353 02 002097 30 1 milik PT Bias Sinar Abadi senilai Perubahan Kontrak pada addendum menjadi Rp. 31.428.580.000,” ungkap JPU.

Akhirnya saksi Jorie Soukotta selaku PPK dan saksi Josephus Siahaya selaku Direksi Lapangan pada bulan Maret 2019 bersama tim telah melakukan pemeriksaan lapangan lanjutan, dan memperoleh fakta secara pasti bahwa pekerjaan belum selesai 100 persen. Pada tanggal 26 Desember 2018,  pekerjaan baru mencapai STA 13.6 dan terdapat kekurangan sekitar 11,4 km.

Kepala Desa Rambatu, Daud O. Tenine dan Kepala Desa Manusa, Aleksander Niak juga menyebutkan,  pengambilan material tanah urugan diambil dari tanah setempat, tidak mengambil dari daerah sumber galian sebagaimana persyaratan dalam dokumen kontrak.

Berdasarkan pemeriksaan fisik lapangan oleh Ahli Willem Gaspersz S.ST ditemukan fakta terdapat kekurangan volume dalam kontrak pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan riell volume yang terpasang di lapangan, sehingga terjadi selisih kurang volume/bahan material.

Dari  hasil kumulatif volume/bahan yang dikerjakan, ternyata lebih kecil bila dibandingkan dengan yang ada pada kontrak, padahal seluruh biaya pekerjaan telah dicairkan.

JPU berpendapat, perbuatan terdakwa bersama-sama saksi Jorie Soukotta, ST, Ronald Renyut dan Guwen Salhuteru telah melanggar Pasal 89 (4) Perpres Pengadaan Barang dan Jasa. Akibat perbuatan terdakwa dan para saksi, merugikan negara sebesar Rp.7.124.184.346,05.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada pasal 3 Jo. pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (*)