Ricahrd Rahakbauw Diperiksa Polisi

Terkait Kasus Tukar Guling Lahan Perpustakaan

AMBON, SPEKTRUM – Pemeriksaan Jumat 28 Agustus 2020, dilakukan pihak Ditreskrimsus Polda Maluku terhadap Melkias Frans mantan Anggota DPRD Maluku priode 2014-2019. Berikutnya, giliran Ricahrd Rahakbauw alais RR anggota DPRD Maluku dari Fraksi Golkar, diperiksa dalam kasus yang sama.

Adalah dugaan korupsi tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku dengan lahan Yayasan Poitech Hok Tong di tahun 2017. Sebelumnya mantan Gubernur Maluku, Said Asagaff kabarnya juga sudah diperiksa di Jakarta beberapa waktu lalu.
Politisi Partai Golkar Richard Rahakbauw diperiksa, Senin (31/8/2020).

Dia diperiksa di ruang kerjanya yang terletak di gedung parlamen DPRD Provinsi Maluku, Karang Panjang Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Mantan Wakil Ketua DPRD setempat itu diperiksa penyidik yang dipimpin Kompol Gerlad Watimena.

“Ya, diperiksa di ruang kerjanya. Penyidik dibahwa pimpinan Kompol Gerlad Watimena,”kata sumber koran ini.
Terkait itu, Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso yang dikonfirmasi enggan berkomentar. Ia menyebut No Coment. “Oh, No Coment,” begitu singkat kalimat Eko saat dihubungi koran ini, tadi malam.

Sementara RR, yang pulah dihubungi Spektrum via seluler/081343099090 itu tak beehasil dihubungi alias ponselnya tidak aktif.

RR ikut diperiksa dalam kasus di jaman Said Asagaff selaku Gubernur Maluku itu, karena sebagai unsur pimpinan DPRD saat itu dalam memutuskan proses tukar guling, menggingat lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku merupakan aset daerah.

Begitupun di Komisi A DPRD Maluku yang mengodok setiap surat masuk yang diajukan Pemdah Maluku dan Yayasan Poitech Hok Tong.

Melky Frans mengatakan sebelumnya, dirinya memenuhi undangan dalam rangka memberih keterangan soal tukar guling lahan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yayasan Poitech Hok Tong.

Ia mengaku diperiksa saat itu kurang lebih 2 jam. Melky yang dikonfirmasi wartawan mengaku ada temuan Badan Peneriksa Keuangan (BPK) dalam transaksi tukar guling tersebut.

“Saya sudah dipanggil bulan lalu (Juli) oleh Krimsus Polda Maluku dalam rangka untuk memberi keterangan terkait dengan permasalahan Yayasan Poitech dengan Pemerintah Maluku khusus lahan dan Perpustakaan. Komisi I saat tahun 2017 lalu itu membahas masalah ini. Karena aset daerah jadi harus ada persetujuan DPRD,” singkat Politisi Demokrat, saat itu.
Diakuinya pula, Komisi A saat itu dipimpinya selaku Ketua Komisi. Dimana, persoalan tersebut sebelumnya di bahas di komisis A atas berdasarkan surat masuk dari Yayasan Poitech dan Pemprov Maluku.

Pemda dalam hal ini, Gubernur Maluku, Said Asagaff dan para pihak terkait termasuk Kepala Perpustakaan, Biro hukum dan BPKAD duduk membahasnya bersama kuasa hukum dari Poitech juga Pemda.

“Nah karena terkait dengan aset daerah harus ada persetujuan dari DPRD. Saya ketua komisi A (saat itu) dipanggil Krimsus untuk memberi keterangan. Karena itu hari ini saya datang karena baru tiba dari Jakarta untuk memenuhi undangan dari Krimsus dan saya telah memberikan keterangannya. Nanti ada perbaikan-perbaikan tentang ketenrangan, karena saya belum tanda tangan dan lainnya,” sebut dia.

Menurut dia, pihaknya tentu mendorong proses perkara ini. Dimana, kasus ini kabarnya ada temuan BPK yang menyatakan bahwa, dalam proses pengalihan lahan atau tukar menukar lahan antara Pemprov dan Poitech, itu diduga ada terjadi kerugian negara di dalamnya.

“Jadi saya mau clear kan. Itu lahan perpustakaan itu sebenarnya milik Poitech. Jadi pada saat pergolakan PKI pada tahun 1965, Maluku ini dinyatakan sebagai daerah darurat sipil atau militer. Jadi kepala daerahnya adalah kepala daerah darurat. Karena mereka ini orang China, orang China kan saat itu diduga dukung PKI sehingga Yayasan China atau sekolah itu diambil alih oleh pemerintah darurat ketika itu. pasca dingin, selesai ini dibawah pengawasan Kementerian Pertahanan dan diberikan kepada Dikbud, otonomi kemudian diserahkan kepada Provinsi,” jelas Melky.

Dan oleh Pemprov Maluku, kata Melky, kemudian mengurus surat sertifikat hak pakai lalu dibangunlah perpustakaan. Ternyata ini hak milik orang lain. Di perjalanan, Yayasan Poitech meminta lahannya dikembalikan oleh Pemprov.

Poitech karena merasa mereka dengan pemerintah bermitra, mereka lalu berikan lahan baru di Poka, sebagai ganti lahan dalam bentuk terima kasih. Sementara bagunan perpustakaan, dipakai lembaga apresiasial untuk menghitung nilai bangunan.

“Jadi ini ada kelemahan di pemerintah provinsi adalah mereka membuat judul di situ tukar menukar lahan jadi seakan akan dia terjadi tukar guling. Padahal, ini kan lahan orang yang mau diambil kembali. Jadi ini ada kesalahan administratif yang berimplikasi pada persoalan hukum karena Judulnya lain kan,” tegas dia. (S-07)