Proyek Kementerian di Maluku Amburadul

AMBON, SPEKTRUM – Proyek milik Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait di Maluku tahun 2020 tidak terselesaikan hingga memasuki tahun 2022.

Sebut saja, proyek pembangunan Kantor Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham), pembangunan Kantor OJK Provinsi Maluku (Kementerian Keuangan), pembangunan Gedung Asrama Haji Embarkasi Ambon (Kementerian Agama), dan pembangunan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.

Keempat proyek tersebut didanai kementerian terkait dan mestinya sudah diselesaikan pada akhir tahun 2021.

Padahal, setiap proyek yang tidak terselesaikan pada akhir tahun maka kontraktor atau pihak ketiga yang menangani proyek tersebut harus membayar denda kepada pemilik proyek sebesar 1/1000 dikalikan jumlah anggaran yang dialokasikan.

Misalnya, anggaran pembangunan pembangunan Asrama Embarkasi Haji Ambon, dialokasikan lebih dari Rp 27 miliar. Dengan adanya keterlambatan penyelesaian pekerjaan maka pihak ketiga wajib membayar denda sebesar Rp 27 juta per hari.

Khusus untuk proyek revitalisasi Asrama Haji, sejak awal telah menimbulkan permasalahan, lantaran sengaja dibuat berlarut-larut hingga memakan waktu lebih dari empat bulan.
Akibatnya, pekerjaan yang mestinya diselesaikan diakhir 2021 tidak tepat waktu.

PPK Proyek Revitalisasi Asrama Haji, A. Yamin yang dihubungi Spektrum membenarkan jika proyek revitalisasi Asrama Haji tidak terselesaikan tepat waktu.
“Ada kesepakatan bersama untuk perpanjangan waktu yakni 90 hari, dan pihak ketiga harus membayar denda sesuai aturan yang berlaku,” kata Yamin.

Senada dengan PPK Revitalisasi Asrama Haji, Kepala Kantor Kementerian Kumham Provinsi Maluku, Andi Nurka juga membenarkan jika pekerjaan proyek Pembangunan Kantor Kementerian Kumham Maluku terlambat penyelesaiannya dan sesuai ketentuan ada denda tang harus dibayarkan.
“Sesuai ketentuan tetap dikenakan denda,” kata Nurka.

Menyikapi amburadulnya sejumlah proyek pembangunan yang didanai Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait maka aparat penegak hokum diminta lakukan pengawasan.
“Kenapa sampai proyek yang didanai Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait selalu bermasalah di daerah, ini lantaran tidak ada pengawasan, sehingga penanggungjawab bekerja tidak maksimal,” kata Christiano Holle akademisi pada salah satu universitas negeri di Papua.

Dikatakan, pengawasan bisa dilakukan pemda setempat dan jika ditemui ada penyimpangan atau sejenisnya yang berpotensi pada kerugian negara maka pemda bisa melaporkan hal tersebut ke aparat penegak hokum.

Terkait, pembayaran denda lanjut Holle, harus bisa dibuktikan.

“Apakah benar pihak ketiga telah membayarkan denda tersebut atau tidak, ini yang harus dikejar. Sebab, sangat diragukan jika pihak ketiga akan membayarkan denda tersebut, mengingat nilai yang harus dibayarkan tidak sedikit lantaran kesepakatan waktu yang panjang,” katanya. (tim)