AMBON, SPEKTRUM – Sindikat tipikor dan TPPU dana nasabah BNI Cabang Utama Ambon belum kelar. Dari delapan tersangka, enam terdakwa sementara diadili di Pengadilan Tipikor Ambon. Dua tersangka belum. Proses hukum masih bergulir. Hingga Senin (8/6), belum ada penetapan tersangka baru.
Dalam sidang perkara ini berjalan, banyak fakta yang terungkap. Mulai dari niat jahat Faradiba, dengan modus bisnis fiktifnya, hingga di perbantukan pihak lain. Oknum internal bank hingga eksternal ikut terlibat. Fakta itu terungkap melalui keterangan William Ferdinandus yang bersaksi di persidangan sebelumnya.
Ternyata kejahatan di BNI Ambon itu, diduga sudah terjadi sejak tahun 2018, atau satu tahun sebelum Faradibah Yusuf dilaporkan Wakil Pimpinan KCU BNI Ambon Nolly Stevi Sahumena. Saat itu, BNI Cabang Utama Ambon dipimpin Dione Limmon.
Baca juga : Auditor Siong Bukan Nasabah BNI
Sidang ini dipimpin tiga majelis hakim, yang di ketuai Pasti Tarigan. Ia pernah bertanya, sejak 2018 transaksi-transaksi atas permintaan Fararadiba, itu permainan apa? Yang pasti mengetahui hanyalah orang dalam Bank sendiri, karena berhubungan dengan sistem.
“Saudara bilang tidak tau tapi saudaralah yang lakukan transaksi-transaksi tak normal itu,” kesal hakim ketua Pasti Tarigan dengan nada tegas kepada Welliam Ferdinandus, petugas Teller KCP Unpatti saat itu.
Fakta lain terungkap dalam persidangan ini, adanya orang lain di luar bank yang digunakan untuk menandatangani slip penerimaan setoran dari transaksi fiktif alias tanpa fisik uang. Sebut saja, Ariani atau Enjel yang adalah pacar Teller KCP Aru, Melvin Tuhumury.
“Mulai dari teller-teller itu, sampai Nolly (Nolly Sahumena), Prajoko bahkan Fery Siahainenia itu harus dijadikan tersangka,” tegas Richard Ririmasse, kepada media ini, sebelumnya.
Baca juga : Sidang Skandal BNI Nasabah Tuntut Ganti Rugi
Kuasa hukum mantan pimpinan KCP Aru, Yoseph Maitimu itu selain menuding Faradiba sebagai aktor utama korupsi BNI Ambon, seharusnya banyak pihak yang dijerat. Namun entah kenapa mereka tidak diseret ke meja hijau.
Sama seperti teller KCP Aru, Ledian Kastanya dan Melvin Tuhumury, lima teller masing-masing dari KCP BNI Tual, Masohi, Mardika, Waihaong dan Unpatti mengaku, mereka melakukan transaksi fiktif hanya karena takut karier mereka di BNI tak berkembang. Dengan dalih ada hitungan prestasi kerja khusus dari manajemen bank.
Tak kalah juga Auditor BNI, Frangky Akerina. Auditor ini menyebut, kerugian akibat penggelapan dana nasabah BNI sesuai hasil audit senilai Rp.58,9 milair. KCP Aru sebagai penyumbang selisih terbesar yakni, Rp.29 miliar lebih, dan itu supervisi langsung oleh Nolly Sahumena.
Baca juga : Kasus BNI Dani Nirahua Tersangka?
“Kalau transaksi di atas Rp.100 juta, ya harus ada persetujuan dari pusat. Yang supervisi itu, pak Nolly (Nolly Sahumena),” sebut dia.
Pistos Noija kepada Spektrum sebelumnya menyesalkan tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku. Dari fakta sidang yang terungkap begitu jelas, dimana kejahatan perbankan ini tersisitematis, dan kewenangan itu dilakukan secara otoritas.
“Jadi, masih banyak yang harus dijadikan tersangka. Adalah Nolly Sahumena, Prajoko, Ferry Sahumena itu harus bertanggung jawab. Itu fakta yang terungkap. Farah tak memiliki kewennagan hingga menaikan level nasabah. ini yang harus di lihat penyidik,” tandas Noija. (S-07)