AMBON, SPEKTRUM – Nelayan-nelayan yang mencari ikan di perairan Pulau Buru ternyata sering mengambil ikan dengan menggunakan bom atau bahan peledak.
Hal ini menjadi perhatian khusus Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) IX, Laksamana Pertama TNI, Eko Jokowiyono.
Kepada wartawan, Kamis (7/1/2021) di ruang kerjanya, ia menyampaikan, tidak hanya di perairan Buru. Nelayan di Seram Bagian Timur (SBT) dan Seram Bagian Barat (SBB) maupun di Maluku Barat Daya (MBD) pun juga sering menggunakannya. Ini menjadi persoalan bukan hanya bagi Angkatan Laut (AL) tetapi akan mengancam kehidupan karena ikan-ikan yang di bom tersebut pasti mengandung racun. Mengancam kesehatan penduduk sekitar karena ikan-ikan tersebut pasti tidak laku dijual di luar negeri, akhirnya dikonsumsi sendiri.
“ Dengan menggunakan bom, ikannya mati. Saya yakin, dengan bom ya dijual untuk masyarakat sendiri. Kalau dijual ke luar negeri, nggak akan mau orang luar negeri,” ungkapnya.
Pengeboman ikan, kata Danlantamal, selain membuat ikan dari yang dewasa sampai telur-telur ikan juga mati, tidak bisa menetas, juga merusak terumbu karang. Terumbu karang yang rusak atau mati, tidak bisa digunakan untuk tempat persembunyian ikan, tempat hidup ikan menjadi rusak.
“Hampir semuanya menggunakan bahan peledak. Jangan menggunakan bahan peledak,” pintanya.
Selain menggunakan bahan peledak, nelayan di MBD juga menggunakan kompresor yang tanpa disadari dapat mengancam keselamatannya sendiri. Menurut Danlantamal, kompresor tidak memiliki filter untuk pernafasan. Tidak ada pengaturan berapa banyak oksigen yang masuk ke paru-paru yang dapat secara fatal menimbulkan kematian. Ketika menyelam di kedalaman laut (molo-istilah lokal) dan membius ikan menggunakan potassium, juga berbahaya bagi kesehatan.
“Banyak nelayan-nelayan yang meninggal karena menggunakan kompresor. Di bawah, dia menggunakan potassium, kalau itu tidak hancur tetapi terumbu karangnya mati. Kalau sudah mati, tidak tumbuh lagi, ikan juga tidak suka di terumbu karang yang mati,” ungkapnya.
Ia memiliki data yang dikumpulkannya dari beberapa tempat yang disebutnya data-data kerawanan. Di daerah Lamahang, Namsina dan Salong, banyak menggunakan jenis racun. Pihaknya mengklasifikasikannya dalam kriteria rendah, sedang dan tinggi. Pemetaan ini berguna bagi Asisten Potensi Maritim (Aspomar). Ia menugaskan kepada Aspomar untuk aktif melakukan sosialisasi tentang bahaya menggunakan bahan peledak dan kompresor. Selain itu, adanya bagan-bagan atau zero di laut juga membahayakan karena biasanya tidak dilengkapi dengan lampu. Hal ini juga menjadi bahan yang disosialisasikan Aspomar.
“ Aspomar adalah ujung tombak untuk mensosialisasikan kepada masyarakat pengguna laut atau masyarakat nelayan. Pengusaha-pengusaha di bidang laut, saya dorong untuk itu,” paparnya.
Danlantamal menghimbau, sebaiknya masyarakat nelayan menggunakan cara yang benar agar tidak merusak ekosistem karena jika sudah rusak akan mempengaruhi pariwisata. Orang menyelam pun tidak nyaman lagi. Pendapatan masyarakat dan daerah dari sektor pariwisata juga akan hilang. Padahal sektor ini mampu menggerakan perekonomian. (S.17).