Ragam  

Merdeka di Urnitu, Potret 75 Tahun Kritikan Anak Bangsa Muncul

Gerak perjalanan negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah berumur 75 tahun rupanya menunjukan tanda-tanda yang kurang memuaskan, bahkan mengkhawatirkan. Bahkan pula, banyak masyarakat yang menginkan kemeredekaan dari keterisolasian Negara yang telah berumur tua, layak bagi seorang manusia.

Tiap tahun, tepat tanggal 17 Agustus masyarakat Indonesia terus ada dalam seremonial kemerdekaan perayaan HUT. Berbagai ekspresi ditunjukan. Ekspresi secara meriak, pula ekspresi dalam bentuk tuntutan keadilan juga diperlihatkan masyarakat atas ketidak puasan negara dalam melihat kondisi kesejatraan, baik pembangunan hingga pada infrastruktur lainnya.

Hampir di setiap Daerah di Maluku, yang masih memilih tuntutan keadilan yang merata sama seperti di pulau Jawa yang harus disama ratakan oleh pemerintah. Salah satu contoh, ketidak adailan pemerintah itu, terlihat di Negeri Kaibobo, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Negeri yang berada di sebalah Utara Kota Ambon (Dari Peta) ini, kaya akan adat dan budaya, alam serta hasil laut yang melimpah. Sayangnya, minim dari perhatian Pemerintah dalam meningkatkan ekonimi masyarakat disana.

Meski begitu, generasi masyarakatnya tak tertinggal di setiap pergantian massa itu berlalu di berbagai aspek keterbatasan penentu masa depan di Negeri adat tertua di Bumi Saka Mese Nusa itu. Perhatian pemerintah kian merosok. Anak bangsa menuntut kepedulian pemerintah.

Dari Puncak Urnitu, salah satu Gunung tertinggi di Negeri Kaibobu parah pemudanya mengekspresikan emosional penghormatan bagi kemerdekaan Indonesia yang berusia 75 tahun. Benderah merah putih itu dikibarkan parah pemuda di puncak Gunung tersebut, setelah melakukan perjalanan, sejak subuh melintasi lereng gunung dan bukit berbatuan yang terjang. Semangat mereka tak pudar. Mereka ingin menunjukan bahwa, mereka bagian dari NKRI.

Carlos Kuhuwael dan rekan-rekannya itu terlihat semangat. Benderah merah putih itu di jaga rapih oleh mereka. Kayu Nani (sapaan salah satu pohon di Kaibobo) itu dipotong dengan ukuran 8 meter, dibawa mereka ke puncak. Disana ekspresi penghormatan itu di perlihatkan Carlos dan rekan-rekannya.

Kenapa Gunung dipilih? Kata Carlos, salah satu mahasiswa di Fakultas Teknik Unpatti ini mengaku, karena di puncak Gunung Urnitu, banyak terlihat keindahan alam Negeri Kaibobu, yang terpantau dari puncak tersebut. Dua pulau tempat wisata yang kurang mendapat perhartian dari Pemdah SBB yakni, Pulau Kassa dan Pulau Babi, dan laut yang terbenang menyejuk mata hati mereka. Tanpa tower Internet.

Disana, mereka ingin menyampaikan kepada Pemerintah bawa, kaibobu adalah bagian dari NKRI. Berumur 75 tahun, Kaibobu masih belum puas dengan keberhasilan negara dalam melihat Negeri atau Desa lainnya yang berada di Bumi Saka Mese Nusa. Ketertinggalan jaringan telekomunikasi, hingga akes jalan yang hingga kini belum juga puas di rasakan baik oleh masyarakat setempat, dalam meningkatkan pertumbuhan ekonimi mereka. Bagi Carlos, Kaibobu adalah contoh bagi banyak negeri atau desa yang masih tertinggal dari perhatian pemerintah.

Minimnya perhatia pemerinta kata Carlos, tentu sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup masyarakat Negeri Kaibobo dalam era moderen. Era digital, kehidupan masyarakat tentu sangat tertinggal apalagi ditengah pendemi Covid-19, yang semuanya disarankan pemerintah untuk tetap di rumah, menggunakan sistiem daring dalam melaksanakan aktivitas. Khususnya, bagi mereka yang berada di kursi-kursi pendidikan.

“Kami ingin menunjukan bahwa, kami adalah NKRI. Kami juga anak bangsa yang ingin menuntut keadilan yang sama. Disni tak ada Tower Jaringan Telekomunikasi. Kami membutuhkan jaringan, itu saat kami berada di tempat-tempat tertentu. Ini sangat terkendalah bagi kami, generasi penerus bangsa di Negeri tersebut dalam menuntut bagian kami dari peemrintah,” kata dia.

Rasa hormat kepada negara, masih kata Carlos dan rekan-rekannya, diekspresikan mereka sebagai bentuk kritik bagi pemerintah. Tak hanya jaringan, Negeri Kaibobu, baru merasakan akses jalan sejak 2008. Sayangnya, jalan penghubung Desa Waisarissa menuju Kaibobu itu, hingga kini tak beraspal dan banyak berbatuan yang bisah membahayakan masyarakatnya. Belum lagi, ada jembatan yang tiap tahunnya hampir 3 sampai 4 kali, selalu saja rusak. Tidak ada perhatian pemerintah disana.

“Hanya saja, mereka selaku pengambil keputusan di Negeri itu yang selalu berupaya bersama masyarakat untuk terus berswadaya dalam memperbaiki jalan serta jembatan yang kian rusak, dengan keterbatasan yang ada. Kita kompak, orang tua kami juga terlihat semangat. Jembatan-jembatan itu diperbaiki hanya untuk memperlancar akses jalan kami,” terang dia.

Potret wisata di Negeri itu juga tak tertinggal. Pulau Kassa dan Pulau Babi, adalah bagian dari kekayaan negeri Kaibobu yang kurang diekspose oleh pemerintah. “dari potret ketertinggalan inilah kami ekspresikan di puncak Gunung Urnitu, sebagai wujud kritik dan berharap lewat usai 75 tahun NKRI ini kedepan, perhatian pemerintah untuk membangun desa, membangun masyarakat yang mandiri dan jauh dari keterbelekangan itu segera diperbaharui,” harap mereka, kaum muda intelektual di Negeri Kaibobu itu.

Penulis : Spektrum