AMBON, SPEKTRUM – Pembangunan Rumah Toko (Ruko) di pesisir Pantai Negeri Rumah Tiga yang dibangun tanpa IMB, dari Pemerintah Kota Ambon maupun izin dari Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, sangat meresahkan warga sekitar serta Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku.
Masyarakat Kota Ambon menanti nyali Pj. Walikota Ambon bongkar ruko tersebut. Apalagi, ruko tersebut dibangun dalam kawasan sempadan pantai.
Sumber Spektrum di Pemkot Ambon menegaskan jika pembangunan di kawasan tersebut tidak bisa dilakukan lantaran BPN Kota Ambon telah mengeluarkan pertimbangan teknis di Sistem OSS atau Online Single Submission.
“Pada prinsipnya, pembangunan tersebut tidak bisa diteruskan,” tegas sumber ini..
Dengan demikian jika, pembangunan tanpa izin tetap dibiarkan maka masyarakat tidak lagi mempercayai pemerintah. Sebab, Pemkot Ambon dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan yang timbul akibat ulah pengusaha.
“Jika tidak tegas bersikap maka masyarakat bisa saja menduga, Pemkot Ambon masuk angin,” katanya tertawa.
Yantje Wenno anggota Komisi I DPRD Maluku juga meminta Pemerintah Kota Ambon bersikap tegas dengan membongkar bangunan ruko tersebut.
“Ruko itu harus dibongkar, jika tidak dibongkar maka wibawa pemerintah dipertaruhkan di mata masyarakat,” tegas Wenno kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Senin (27/03/2023).
Jika ruko tersebut tidak dibongkar maka permasalahan tidak akan selesai seperti yang terjadi di Pasar Mardika.
“Permasalahan berlarut-larut seperti di Pasar Mardika terjadi lantaran Pemerintah Kota Ambon tidak bisa bersikap tegas. Mestinya, Pemkot Ambon bersikap tegas, jangan mau kalah dengan pedagang, agar menjadi pembelajaran bagi mereka,” katanya tegas.
Sementara itu, Terkait hal itu, Amrullah Usemahu (Wasekjen 3 Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia/ISPIKANI) yang dimintai tanggapannya, pada Senin (27/3) menjelaskan, bahwa jika dalam proses pengurusan perijinan, OSS dari pemohon/pengusaha itu telah ditolak, itu berarti, maka tidak ada alasan untuk pemerintah meloloskan pembangunan tersebut.
“Kalau sudah ditolak, berarti ada persyaratan yang belum terpenuhi. Sekarang ini kan sistim perijinan semua via OSS. Yang pastinya kalau sudah ditolak OSS, berarti perijinannya belum clear dan clean, dan itu harus distop pelaksanaan pembangunan sambil menunggu administrasinya terpenuhi,”jelasnya.
Sementara terkait kawasan pesisir yang dilakukan reklamasi atau penimbunan dan lain sebagainya untuk kegiatan pembangunan, sambungnya, yang pasti harus menyesuaikan RZWP3K Provinsi yang sementara ini diintegrasikan dengan RTRW.
Itu artinya, dalam proses itu, yang pastinya wajib mendapatkan rekomendasi dukungan berkaitan KKPRL via KKP RI, dan itu semua, ada dalam item KBLI dan diajukan via OSS.
“Baiknya info ini bisa sampai di KKP via PSDKP Ambon sebagai bagian dari pengawasan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang ada di daerah, untuk segera ditindaklanjuti. kok negara harus kalah dengan perusahaan. Mudah-mudahan saja tidak ada pihak-pihak lain yang barmain dibelakang pengusaha itu, terutama dari internal birokrasi,” tuturnya.
Untuk diketahui, PT Jiku Pasaraya Segara (JPS), perusahaan yang melaksanakan proyek pembangunan ruko tak berizin di Pantai Rumah Tiga, lakukan reklamasi bibir pantai tanpa izin dari Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikan Provinsi Maluku, sebagai instansi pemegang kewenangan perizinan.
Bahkan, tidak pernah ada komunikasi awal dengan Dinak KP padahalreklamasi kawadan pantai harus seizin instansi terkait.
“Tidak pernah ada komunikasi dengan kita sebelum ada masalah ini, setelah ada masalah baru ada yang datang ke kantor untuk menanyakan persyaratan dan lainnya,” kata Plt Kepala Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Iwan Asikin saat dihubungi Spektrum.
Untuk diketahui, informasi yang berhasil dihimpun Spektrum, ruko tersebut milik bos Toko Nesta bersama salah satu koleganya dari Surabaya.
Keduanya kemudian membentuk perusahaan yang diberi nama PT JIku Pasaraya Segara (JPS). Namun, saham terbesar pada perusahaan tersebut dimiliki Arief Arief Tjitro Kusuma.
“Tapi saham terbesar milik bos Toko Nesta, sekitar 70 persen sementara pengusaha asal Surabaya sahamnya hanya sebagian kecil,” kata sumber Spektrum.
Setelah sebelumnya, sempat dipasang larangan membangun namun tidak diindahkan, setelah kunjungan Pj. Walikota Ambon, Bodewin M. Wattimena lokasi tersebut terpantau Sabtu (25/03/2023) sepi. Bahkan, larangan membangun juga terlihat di lokasi tersebut..
“Setelah walikota turun, siangnya, langsung dipasang tanda larangan membangun dan seluruh pekerja beristirahat. Biasanya, larangan dipasang namun pekerja tetap bekerja,” kata sumber ini. (*)