Melky Frans Ngaku, Ada Temuan BPK di Tukar Guling Lahan Perpustakaan

AMBON, SPEKTRUM – Mantan Ketua Komisi I DPRD Maluku periode 2014-2019, Melkias Frans siang tadi, diperiksa terkait kasus dugaan korupsi oleh penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku, Jumat 28 Agustus 2020.

Dihadapan penyidik, Melkian Frans diperiksa selama dua jam seputar dugaan tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku dengan lahan Yayasan Poitech Hok Tong tahun 2017.

Dalam tukar guliang di tahun 2017 itu, diketahui terdapat dugaan mark up, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku pada tahun 2018 yang mengakibatkan negara rugi miliaran rupiah.

Pantauan media ini, Politisi Partai Demokrat itu tiba di Markas penyidik yang terletak di Mangga Dua, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon sekira pukul 09,30 WIT. Ia mengunakan mobil Kijang Innova berplat nomor DE 1696 AI.

Mengenakan kemeja lengan pendek warna pink, Melky sapaan akrabnya itu masuk ke ruangan Tipidter (Tidak Pidana Tertentu) untuk dimintai keterangan perihal masalah tukar guling lahan.

Usai memberi keterangan, Melky Frans mengatakan, dirinya memenuhi undangan dalam rangka memberi keterangan soal tukar guling lahan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yayasan Poitech Hok Tong.

“Saya sudah dipanggil bulan lalu (Juli) oleh Krimsus Polda Maluku dalam rangka untuk memberi keterangan terkait dengan permasalahan Yayasan Poitech dengan Pemerintah Maluku khusus lahan dan Perpustakaan. Komisi I saat tahun 2017 lalu itu membahas masalah ini. Karena aset daerah jadi harus ada persetujuan DPRD,” singkat.

Ia memgaku, Komisi A saat itu dipimpinya selaku Ketua Komisi. Dimana, persoalan tersebut sebelumnya di bahas di komisis A atas berdasarkan surat masuk dari Yayasan Poitech dan Pemprov Maluku.

Pemda dalam hal ini, Gubernur Maluku, Sai Asagaff saat itu dan para pihak termasuk kepala perpustakaan, Biro hukum dan BPKAD duduk membahasnya bersama kuasa hukum dari Poitech juga Pemda.

“Nah karena terkait dengan aset daerah harus ada persetujuan dari DPRD. Saya ketua komisi A (saat itu) dipanggil Krimsus untuk memberi keterangan. Karena itu hari ini saya datang karena baru tiba dari Jakarta untuk memenuhi undangan dari Krimsus dan saya telah memberikan keterangannya. Nanti ada perbaikan-perbaikan tentang ketenrangan, karena saya belum tanda tangan dan lainnya,” sebut dia.

Ia mengaku, pihaknya tentu mendorong proses perkara ini. Dimana, kasus ini kabarnya ada temuan BPK yang menyatakan bahwa, dalam proses pengalihan lahan atau tukar menukar lahan antara Pemprov dan Poitech, itu diduga ada terjadi kerugian negara di dalamnya.

“Jadi saya mau clear kan. Itu lahan perpustakaan itu sebenarnya milik Poitech. Jadi pada saat pergolakan PKI pada tahun 1965, Maluku ini dinyatakan sebagai daerah darurat sipil atau militer. Jadi kepala daerahnya adalah kepala daerah darurat. Karena mereka ini orang China, orang China kan saat itu diduga dukung PKI sehingga Yayasan China atau sekolah itu diambil alih oleh pemerintah darurat ketika itu. pasca dingin, selesai ini dibawah pengawasan Kementerian Pertahanan dan diberikan kepada Dikbud, otonomi kemudian diserahkan kepada Provinsi,” jelas Melky.

Dan oleh Pemprov Maluku, kata Melky, kemudian mengurus surat sertifikat hak pakai lalu dibangunlah perpustakaan. Ternyata ini hak milik orang lain. Di perjalanan, Yayasan Poitech meminta lahannya dikembalikan oleh Pemprov.

Poitech karena merasa, mereka dengan pemerintah bermitra, mereka lalu berikan lahan baru di Poka, sebagai ganti lahan dalam bentuk terima kasih. Sementara bagunan perpustakaan, dipakai lembaga apresiasial untuk menghitung nilai bangunan.

“Jadi ini ada kelemahan di pemerintah provinsi adalah mereka membuat judul di situ tukar menukar lahan jadi seakan akan dia terjadi tukar guling. Padahal, ini kan lahan orang yang mau diambil kembali. Jadi ini ada kesalahan administratif yang berimplikasi pada persoalan hukum karena Judulnya lain kan,” tegas dia. (S-07)