Kesalahan Jaksa Terungkap di Kasus Pengadilan

Kantor Pengadilan Negeri Ambon.

AMBON, SPEKTRUM – Proses penyelidikan kasus dana konsinyasi Rp.2,4 miliar yang dititipkan PT. ASDP Ferry Indonesia (Persero) pada PN Ambon sebelumnya berjumlah Rp. 6,8 miliar itu kian tersingkap. Satu per satu dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyelidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Maluku.

Salah satu nama yang terungkap diperiksa jaksa adalah mantan Panmud Perdata Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Dum Matusea. Ia disebut, aktor dibalik keluarnya dana senilai Rp. 2,4 miliar tanpa dasar hukum tersebut.

Namum fakta lain juga terungkap. Dimana, tak hanya pihak Pengadilan yang bisa dikatakan bersalah. Melainkan, Jaksa (Kejari) Negara. Pasalnya, mereka juga ikut mengetahui hingga diajukan dalam sidang perdata mewakili pihak ASDP sebagai bukti.

“Yang, kita tau saat itu di dalam sidang. Mereka ajukan sebagai bukti bahwa terjadi pembayaran ke pihak tergugat (Saleh Lesy) ada dua orang berdasarkan bukti kepimilikan sertifikat,” jelas Wendy Tuaputimain kepada Spektrum, Minggu (22/11).

Wendy pengacara Abdul Samad Lessy pemenang lahan seluas 4,6 hektar di Desa Liang Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah itu mengaku, raibnya dana Rp. 2,4 miliar Jaksa pengacara saat itu yang salah.

Kenapa demikian, kata Wendy, harusnya mereka memberikan pengarahan kepada kliennya untuk tidak melakukan pembayaran yang menurut mereka telah dibayar. Pasalnya, kasusnya dalam proses gugatan. Bahkan, pembayaran ke pihak yang disebut itu, masuk dalam guhatan sebagai tergugat.

“Jadi, mereka salah. Ada tiga Jaksa Negara salah satunya nama Boby. Penanggung jawab mereka Kajari Malteng saat itu, Robinson Sitorus. Harus dipannggil. Ini salah satu tindakan yang membuat persoalan itu terjadi,” sebut Wendy mengharap kasus pidana yang ditangani Kejati segera dituntaskan.

Sementara, Dum yang merupakan orang yang dikabarlan mengetahui jelas, penitipan dana konsinyasi bernilai Rp. 6,8 miliar dalam sengketa lahan seluas 4,6 hektar di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah itu. Saat itu, Dum bertindak sebagai Panmud Perdata dan tentu sangat mengetahui.

Tak hanya Dum, ada juga mantan anak buahnya yakni, Yosi Pangemanan yang kini telah bertugas di PN SBT, begitupun Dum yang telah bertugas di PN Namlea.

Keduanya sudah di panggil penyelidik untuk dimintai keterangan. Sayangnya, pemeriksaan keduanya di diamkan Jaksa dengan alasan penyelidikan.

“Keduanya. Dum dan Yosi sudah diperiksa di Jaksa,” kata sumber di PN Ambon kepada media, Selasa 17 November 2020 (siang) itu.

Dum dan Yosi diketahui pihak yang mengetahui adanya raibnya sebagian dana sebesar Rp. 2,4 miliar ke pihak yang tidak berhak mendapatkan. Alasanya, saat pembayaran itu, kasus sementara berproses di Pengadilan hingga MA. Hasilnya, MA memenangkan Abdul Samad Lessy selaku penggugat.

Kabarnya, pengaturan pembayaran yang tidak sesuai putusan itu juga dilakukan secara diam-diam, dan tidak memiliki dasar hukum, dan diketahui ASDP. Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Soesilo diketahui ikut mengetahui dugaan kejahatan tersebut. Saat ini, uang tersebut belum juga kembali.

Menyikapi itu, Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette enggan membenarkan pemeriksaan Dum dan Yosi. Alasannya masih penyelidikan.

“Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Memang ada permintaan keterangan terhadap pihak-pihak terkait. Karena sifatnya masih Penyelidikan sehingga belum dapat dipublikasikan secara luas bagi masyarakat,” tulis Samny menjawab pertanyaan media ini, via watshap.

Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku, M Rudi mengatakan, saat ini kasus tersebut dalam penyelidikan bidang Pidsus. Sementara, pihak terkait salah satu dari ASDP sendiri sudah dimintai keterangan. Termasuk pengadilan nantinya.

“Ya, ditangani Pidsus. Sedang penyelidikan. Sudah ada pihak yang dimintai keterangan, termasuk ASDP. Kalau dari pengadilan, sementara. Akan kita panggil,” jelas Rudi kepada media ini, Senin 16 November 2020.

Menyoal keseriusan, kata Aspidsus, pihaknya akan serius menuntaskan kasus tersebut. “Ya, kami serius. Kan materi pengadilan. Kita masih pemeriksaan untuk mengumpulkan bukti-bukti terlebih awal,” singkat dia.

Sebelumnya, Pasti Tarigan, Ketua PN Ambon kepada wartawan, Kamis 12 November 2020, dana konsinyasi itu ada dan siap dilakukan penyerhan kepada pihak yang menang atas lahan seluas 4,6 hektar di Desa Ling berdasarkan putusan MA itu.

Hanya saja, ada sebagian dana yang sudah diserahkan ke pihak yang bermohon dan mengklaim miliknya berdasarkan sertifikat dan diketahui ASDP sesuai putusan Pengadilan. Namun, langkah Kejati untuk mengusutnya silakan. “Ya, silakan. Mungkin mereka lihat ada pidananya,” kata Ketua PN dengan santai.

Pihak ASDP sebelumnya juga telah mendatangi PN Ambon untuk memastikan putusan perdata, Mahkamah Agung (Kasasi) terkait lahan 4,6 hektar di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah itu.

Kehadiran tiga orang berseregam lengkap itu, Rabu 21 Oktober 2020 (sore). Mereka lalu menuju ruang lobi untuk menemui ketua PN Ambon, Pasti Tarigan. Kehadiran mereka terlihat memaksa. Pasalnya, ramai dana mereka senilai Rp. 6,8 miliar yang di konsinyasi di Pengadilan itu dikbarkan hilang.

Pantau media ini, ketiga petinggi ASDP itu belum sempat menemui Ketua PN Ambon yang sementara sibuk dengan pemeriksaan dari Badan Pengawas Mahkamah Agung. Mereka lalu diarahkan petugas di PN untuk duduk di kursi pengunjung sambil menunggu Ketua PN.

Reporter media ini, lalu menhampiri ketiganya, dan banyak berbincang dengan mereka. Sayangnya, mereka tertutup soal publikasi, juga enggan menyampaikan nama mereka. hanya tujuan kehadiran di PN Ambon untuk memastikan putusan kasasi atas lahan senilai Rp. 6,8 miliar itu.

“Tujuan kita, kenapa putusan kasasi itu belum diterima kami dan hanya pengacara pengugat. Ini yang kita tanyakan,” kata salah satu pejabat ASDP itu.

Ia mengaku, harusnya putusan itu juga didapat oleh kami. Sehingga, sama-sama mengetahui isi dari putusan tersebut. Meskipun saat ini, sudah kita ketahui dari media bahwa putusan perdata itu memenangkan penggugat yakni, Abdul Samad Lessy.

Sementara, berkaitan dengan uang konsinyasi senilai Rp. 6,8 miliar yang dititipkan di Pengadilan itu, ada pembayaran hanya ke satu penerima yakni, Saleh Lessy dan itu hanya bernilai Rp. 700 juta sekian dan dibayar oleh Pengadilan bukan ASDP.

“Ya, mau gimana sudah terjadi. Pembayaran itu atas surat perintah pengadilan juga diterima oleh kami. Karena ini pengadilan, ya mau gimana terjadi pembayaran. Dan itu, hanya Rp. 700 juta sekian bukan seperti diberitakan Rp. 2 miliar,” tegas salah satu pejabat lainnya.

Menyinggung pembayaran ke Saleh Lessy, pihak ASDP tidak mau tau. Yang pasti, kata mereka ASDP mengetahui pembayaran tersebut atas surat perintah dari pengadilan di tahun 2018. Nah, soal masalah, sebut mereka, nanti berperkara mereka lagi dengan penerima duit tersebut.

“Jadi sekali lagi yang terima itu hanya 1 orang (Saleh Lessy) dan itu bernilai Rp. 700 juta sekian. Sehingga masih tersisah Rp. 5 miliar sekian. Jadi kalau sebut Rp. 2 miliar dan kemudian PN menyebut Rp. 1.141 Miliar, itu tidaklah benar lagi. Ada bukti pembayaran itu di kami,” tandas dia.

“Saya kan, baru di ASDP sebagai GM, jadi nantilah kita sampaikan secara resmi setelah salinan putusan kita terima,” tutup pejabat lainnya. (S-07)