Kasus Sabuai, Kadishut: Kita Butuh Kepastian Hukum

Enam bulan berjalan, proses hukum kejahatan dugaan illegal logging dan pengurusakan hutan Negeri Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT terkatung alias lambat. PPNS Balai Gakkum LHK Maluku dan Papua belum memastikan kapan BAP tersangka lengkap.

AMBON, SPEKTRUM – Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT di Bula, Ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur. hanya menunggu BAP tersangka, Komisaris CV Sumber Berkat Makmur (SBM) Imanuel Qudaresman, guna diproses lanjut. Tersangka sendiri penahanannya telah ditangguhkan pihak Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan kini tahanan kota.

Lambatnya PPNS Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Maluku dan Papua, membuat pihak Dinas Kehuatan (Dishut) Provinsi Maluku angkat bicara.

Kepala Dinas Kehuatanan (Kadishut) Provinsi Maluku Sadli Ie, mengatakan kasus hutan Sabuai itu ditangani lambat. Ia dan pihaknya berharap PPNS cepat menangani menuntaskan penyidikan.

“Tanyakan Gakkum, kenapa lambat. Kita juga butuh cepat dan kepastian hukum. Kenapa lambat?” tanya Sadli Ie saat dihubungi Spektrum melalui telepon selulernya, Rabu (30/09/2020).

Sementara itu, penanganan perkara ini penyidik PPNS Gakkum LHK dalam hal ini Fandro, terkesan tidak serius. Penyidik dari Sorong itu sebelumnya di konfirmasi Minggu (20/9) lalu, Fandro tak banyak komentar.

Ia hanya mengaku sedang berkoordinasi dengan Jaksa (Kejari SBT). “Sedang jalan. Kemarin, kita kordinasi dengan Jaksa,” kata dia melalui telepon selulernya menjawab wartawan Spektruim.
Menyinggung tentang progres penanganana perkara ini, Fendro tak lagi berkomentar. “Ntar ya, saya sedang di jalan,” kata Fandro irit bicara.

Pernyataan Fendro justro bertolak belakang dengan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha (Kasi Datun) Kejari SBT, Wawan. Saat dikonfirmasi Spektrum beberapa hari lalu, Wawan menegaskan, tidak ada koordinasi dari penyidik PPNS.

Namun, Wawan mengaku, saat ini dugaan illegal logging dan pengrusakan hutan Negeri Sabuai itu, masih ditangani penyidik, dan sementara di lengkapi syarat materil dan formilnya.

“Tidak ada (koordinasi dari PPNS). Kita menunggu saja. Kan harus dipenuhi. Karena, kita yang sidang nantinya. Kalau tidak lengkap bahayakan dong kita nanti,” jelas Wawan.

Dalam pasal 39 UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan hutan telah jelas menyatakan, penyidik wajib menyelesaikan dan menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 60 hari sejak dimulainya penyidikan dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Faktanya, kasus tersebut belum juga kelar dengan memakan waktu hingga enam bulan ini.

Menyikapi masalah ini, Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, Dr. Jhon Pasalbessy menegaskan, dalam menjalankan penegakan hukum jangan disebut, penegakan hukum sembunyi tangan. Karena kepentingan masyarajar juga harus diperhatikan dalam pesatian hukum suatu kasus.

“Maka itu, diminta suapaya proses hukumnya harus jalan. Sekarang kembali ke aparat penegak hukumnya. Mereka harus terbuka tidak melihat hal-hal seperti ini, penegakan hukum tapi sembunyi tangan,” sentil Pasalbessy saat dimintai tanggapannya, kemarin.

Menurutnya, dalam menangani kasus pidana prinsipnya penegakan hukum bertolak dari prinsip-prinsip legalitas. Sehingga penegakan hukum kasus Sabuai itu harus berdasarkan hukum itu sendiri.
Ia menerangkan, bisa saja penyidik beralibi diskresi atas tindakan di lapangan, sehingga merasa kasus ini belum jalan dengan berbagai alasan.

“Kalau langkah awal sudah dilakukan proses penyidikan atau proses pengakan hukum, maka harus jalan terus tidak boleh stop. Ditengah jalan dengan alasan-alasan tertentu. Bagaimana masyarakat bisah percaya kalau penegakan hukum itu saat ditengah jalan berhenti. Maka itu harus ada kepastian hukum, kepastian hukum yanng dilindungi tapi ada juga keptingan masyarakat juga harus diperhatikan jangan karena ada kepentingan orang tertentu atau kelompok lalu kepentingan masyarakat itu tidak dilindungi,” ujar dia.

“Bagi saya, komitmen penegakan hukum bukan hanya diletakan ke aparat penegak hukum, namun semua masyarakat juga. Kalau masyarakat mengkritik sesuatu proses hukum yang tidak jalan adalah sesuatu yang positif,” tambah Pasalbessy.

Ia menyebut ada dua pertimbangan yakni soal rengs waktu. Kalau disebut tiga bulan lalu kemudian sengaja diulur-ulur, maka bisa saja kepentingan tersangka tidak perlu diperiksa.

“Dan kepentingan lain adalah kepastian hukum itu dicari dimana? karena ini hubungan dengan keadilan tersangka. Bisa saja pihak tersangka dengan statusnya bisa menanyakan wajar atau tidak ia berstatus seperti ini. Jadi penegakan hukum dalam kasus ini, PPNS harus tuntas menanganinya. Apalagi sudah ada tersangka,” tegasnya.

Dugaan kasus ini dibeking oknum tertentu. Dengan kehebatan (oknum) itu mampu mempengaruhi penuntasan kasus ini. sementara BAP tersangka Imanuel Qudaresman selalu bolak-balik meja, dari PPNS ke Kejari SBT di Bula.

Kasi Datun Kejari SBT Wawan juga sebelumnya mengatakan, kasus tersebut sedang dalam perampungan penyidik. Ada beberapa point yang harus dipenuhi penyidik salah satunya terkait barang bukti yang harus disesuaikan dengan dokumen yang diajukan penyidik. “Jadi itu kewenangan PPNS, kota tetap menunggu,” tandas Wawan.

Sementara, Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku dan Papua memgaku blank dengan kasus tersebut. alasananya, karena kasus ini sudah ditangani penyidik Gakkum dari Manokwari.

“Penyidik itu dari Sorong dan Manokwari, status Qudaresman sebagai tahanan kota, sebelumnya tahanan titipan di Polda Maluku. Saya baru pulang dari maumere karena orang tua meninggal sampai tidak ikut kasus itu, saya agak bleng,” kata Yosep.

Ia mengaku, berkas Qudaresman memang bolak-balik Jaksa beberapa kali. Jaksa ngotot hadirkan barang bukti fisik beruapa kayu gelodondongan yang sudah disita PPNS Gakkum LHK.

“Jadi tersangka tidak bebas. Dia berstatus tahanan kota. Pengacara, dengan Jaksa banyak hal. Kasus ini dibekingan oleh orang-orang tertentu. Tersangka pernah datang ke Kepala Gakkum Ambon. Jaksa di Bula (Kejari SBT) terkesan sengaja mengulur-ulurkan waktu,” beber Yosep.

Diketahui, pihak Negeri Sabuai telah mendatangi Balai Gakkum Maluku. Mereka menyerahkan surat terkait dengan penanganan dugaan tindak pidana illegal logging yang dilakukan oleh CV Sumber Berkat Mandiri (SBM) di hutan adat. Surat yang juga diterima redaksi Spektrum.

Dalam surat itu, Ketua Saniri Negeri Sabuai Nicko Ahwalam menyatakan, tindak pidana illegal loging yang diduga dilakukan oleh CV SBM di Hutan Petuanan Adat negeri Sabuai hingga kini belum diketahui perkembangannya.

Mewakili keseluruhan masyarakat adat Negeri Sabuai, Ahwalam memberikan apresiasi ke PPNS Gakkum LHK Maluku Papua yang telah menetapkan Komisaris utama CV.SBM sebagai tersangka pada tanggal 18 Maret 2020 lalu.

Namun diakuinya, soal penanganan kasus ada kegelisahan masyarakat. Diantaranya, sejak Komisaris Utama CV.SBM, Imanuel Quedarusman alias Yongki ditetapkan sebagai tersangka dugaan illegal logging dan dititipkan di rutan Polda Maluku, hingga lima bulan berlalu, masyarakat Sabuai selaku korban tidak memperoleh informasi perkembangan kasus ini.

Sejauhmana perkembangan penyidikan oleh Gakkum LHK Maluku Papua, kata dia, juga tidak diketahui masyarakat sebagai pelapor. Padahal kasus ini diklasifikasikan sebagai bentuk tindakan pengrusakan hutan, sebagaimana di atur dalam UU nomor 18 Tahun 2013, tentang pencegehan dan pemeberantasan pengrusakan hutan.

Selain itu, berkaitan dengan percepatan penyelesaian perkara secara eksplisit yang ditegaskan dalam pasal 10 menyatakan “Perkara Perusakan Hutan Harus didahulukan dari perkaran lain untuk di ajukan ke sidang pengadilan guna Penyelesaian secapatnya “.

“Dengan demikian, kami menilai perkara yang melibatkan CV.SBM di hutan adat kami merupakan perkara penting dan genting untuk dituntaskan secepatnya. Tentu penegak hukum harus mengacu kepada ketetentuan undang-undang yang berlaku,” harapnya.

Karena itu, Ketua Saniri Negeri Sabuai mendesak proses hukum dugaan tindak pidana Illegal logging oleh CV.SBM di hutan adat Sabuai sesuai amanat UU no 18 tahun 2013 pasal 10 dan pasal 39 ayat 1,2, dan 3, proses hukumnya dipercepat.

Ia juga berharap, perkembangan proses hukum disampaikan secara transparan ke publik khususnya lagi masyarakat Negri Sabuai. Masyarakat juga mendesak pihak Gakkum LHK membongkar keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

Warga Negeri Sabuai saat melakukan aksi Protes terhadap CV. SBM beberapa waktu lalu. /Dok IST

Sekedar diingat, Kementerian LHK melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua, Rabu (18/03) lalu, menetapkan Komisris PT SBM, Imanuel Quanandar sebagai tersangka pelaku illegal logging. Dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Maluku.

Sejumlah barang bukti telah diamankan berupa 1 unit alat berat loader merek Komatsu, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, dan 25 batang kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran. Kayu gelondongan itu diduga hasil dari illegal logging CV. SBM, di Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.

Penangkapan terhadap Imanuel Quanandar, berawal dari berita 26 warga yang diamankan dan 2 warga jadi tersangka oleh polisi saat melindungi hutan mereka.

“Sebetulnya itu adalah impact akibat dari terjadinya perambahan hutan di petuanan Negeri Sabuai. Itu merupakan rangkaian dan akarnya tidak dicari. Sehingga persoalan ini sampai ke Komnas HAM dan Ombudsman, sehingga Kementerian tahu dan meminta untuk diselidiki dan kita turunkan tim intelejen selama lima hari untuk under cover,” kata Yosep Nong,

Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku Papua, beberapa waktu lalu. Dari hasil penyelidikan, Yosep mengakui, perusahaan mendapat ijin untuk IPK perkebunan Pala dari 2018 atas nama Gubernur (saat itu Said Assagaff), namun hingga saat ini tidak ditanam.

Perusahan ini juga memanfaatkan kayu di luar area IPK, sehingga sudah masuk ke HPT, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Sebanyak 50 batang kayu gelondongan antara ukuran panjang 15 meter diameter 40-50 Cm dengan alat berat, kata dia sudah diamankan.

Diakuinya juga, tim yang terdiri dari 20 orang telah diturunkan untuk melakukan operasi pada 4 Maret 2020 lalu. Ia mengaku, Imanuel Quadarusman juga adalah orang berpengaruh, sehingga pihaknya cukup kewalahan.

Sebelumnya tim DPRD Maluku juga telah turun tinjau laopangan. Namun sekarang lepas akontrol. Dari hasil paripurna di DPRD Provinsi MAluku beberapa waktu lalu menelorkan rekomendasi IPK akan diperpanjang. Padahal IPK hanya bisa diperpanjang satu kali. “Silahkan dikonfirmasi kenapa sampai bisa perpanjang dua kali,” ucapnya.

Penyidik juga kesulitan untuk memeriksa Quadarusman karena menolak dengan alasan akan bertemu dengan DPRD dan lain-lainnya, saat itu.

“Makanya saya katakan ini urusan hukum, bukan masalah politik. Setelah koordinasi dengan Polda, kita panggil ke kantor dan tetapkan sebagai tersangka, dan ditahan. Pengacaranya ajukan penangguhan penahanan. Tapi saya tolak, karena sangat bahaya,”katanya.

Yosep mengaku, alat berat milik perusahaan dirusak karena masyarakat tidak puas dan merasa dirugikan. Ia juga menemukan mess kayu dijaga oleh anggota tentara.

Tersangka dijerat oleh Penyidik dengan Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.

Gelondongan kayu hasil pembalakan CV. SBM di Hutan Sabuai yangctelah disita PPNS Gakkum LHK. /Dok IST

Sebelumnya, Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK mengatakan, pemberantasan pengrusakan hutan khususnya illegal logging merupakan prioritas KLHK. Kejahatan illegal logging di Maluku, Papua serta beberapa wilayah lainnya masih marak terjadi.

“Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Illegal logging tidak hanya merugikan negara, tapi juga mengancam keselamatan manusia, mengganggu kesimbangan alam. Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum seberat-beratnya,” tambah dia.

Pelaku, kata dia, harus ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan kejahatan seperti ini terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa.

“Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,” kata Rasio Sani. (S-07)