AMBON, SPEKTRUM – Penanganan kasus perekrutan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Maluku berbalut unsur korupsi kolusi dan nepotisme, belum membuahkan hasil. Sejak tahun 2018, proses penyelidikan dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Meski begitu hingga 2019 ini, progresnya belum juga ada.
Pengembangannya masih berkutat pada pengumpulan data (puldata), dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Pihak Kejati Maluku akan berupaya untuk mengusut kasus ini. Jaksa beralibi, pihak terkait masih akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Sejumlah bukti dan dokumen telah diambil atau disita penyidik beberapa waktu lalu, saat mendatangi Kantor Satpol PP. Hal ini diakui Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada wartawan, Selasa (05/11/2019).
Ia mengatakan, proses puldata dan pulbaket masih berlangsung. Selain itu, jaksa masih memerlukan banyak keterangan dari para pihak terlait lainnya.
“Puldata dan pulbaket masih dilakukan. Kalau ada perkembangan selanjutnya akan kita samapikan,” kata Samy Sapulette.
Mereka yang dimintai keterangan adalah para pegawai lingkup Satpol PP Provinsi Maluku. “Kasusnya masih berjalan. Beberapa pegawai Satpol PP itu sudah dimintai keterangan,” akuinya.
kasus ini terbongakr setelah perekrutan anggota Satpol PP Pariwisata Provinsi Maluku saat itu, direncanakan untuk di tempatkan di berbagai lokasi wisata di wilayah Provinsi Maluku, diduga prosesnya dilakukan secara gelap alias tidak menjadi kebutuhan Pemprov Maluku.
Perekrutan anggota Satpol PP diduga ‘siluman’ itu, ada permainan oknum tertentu. Bahkan prosesnya ada calo yang ingin menerima imbalan dari mereka yang direkrut. Konspirasi lainnya, administrasi mereka juga diubah. Misalnya, Nomor SK tak ada, hingga tidak ada penerimaan atau rekrutmen anggota Satpol PP. Fatlanya, diduga oknum tertentu berusaha melakukannya.
Penerimaan anggota Satpol PP tidak sesuai dengan mekanismen sebenarnya. Mereka yang direkrut tanpa menjalani scranning dari pihak berwenang. Anaehnya mereka bukan diterima oleh Badan Kepegawaian Provinsi Maluku.
Kedok busuk itu terbongkar saat penggerebekan dilakukan di Kantor Rina Makana Jalan Pattimura, tahun 2018 lalu. Disitu ada bukti anggota Satpol PP yang direkrut secara illegal bukan permintaan Pemprov Maluku.
Tak sampai disitu, kesalahan juga muncul pada kwitansi pembayaran suatu kesempatan kegiatan. Kekisruhan tak ada habisnya. Nomor SK diduga ganda atau sama. Penggunaan anggaran juga tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan jelas.
Dugaan kuat rekrutmen anggota Satpol PP jalur illegal itu, ada itervensi dan jatah oknum penting level DPRD Maluku dan melibatkan oknum di lingkup Pemprov Maluku pada 2018 lalu.
Bagaian Kepegawaian Daerah Provinsi Maluku menyatakan, SK yang diperoleh untuk pencairan anggaran terkait dengan rekrutmen 48 anggota Satpol PP, tanpa mekanisme.
Mantan Kasubdit Penyidikan dan Penegakan Hukum Satpol PP Maluku, Stella Rewaru, mengungkapkan, selama ini 48 orang anggota Satpol PP itu, keberadaan mereka tidak jelas. “Tiba-tiba ada pembayaran gaji mereka terhitung Januari – Juni 2018. Masalah ini kita sampaikan kepada Ombudsman untuk ditindaklanjuti, prosesnya sudah lama. Mereka pernah dipergorki saat beraktivitas di Kantor Rinamakana di bilangan Pattimura Kota Ambon.” ungkap Stella Rewaru di Ambon, belum lama ini.
Dia mengakui, kasus ini sementara ditangani Kejati Maluku. “Tentunya bukti-bukti telah dikantongi jaksa, dan hanya tinggal diproses selanjutnya saja,” kata Rewaru.
Soal ini, Praktisi Hukum F. S. Marnex meminta, Kejati Maluku agar secepatnya menuntaskan kasus ini. sebab, kata dia, selama ini jaksa terlihat lamban mengusut kasus dugaan korupsi.
“publik menanti dan berharap Kejati Maluku dapat menuntaskan kasus Satpol PP. Bukan saja kasus Satpol PP Maluku, tetapi kasus dugaan korupsi lainnya pun harus diusut hingga tuntas,” harap F. S. Marnex kepada wartawan di Ambon, Selasa, (05/11/2019).
Meski demikian, dia mengakui, langkah hukum dilakukan penyidik tentu akan mengikuti peratuiran dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, sering kali prosesnya seakan terlihat rancu. Belum lagi soal perhitungan kerugian keuangan negara oleh pihak BPKP dan lainnya.
“Sering kali proses di BPKP atau lembaga berwenang untuk menghitung kerugian keuangan juga lamban. Hal itu turut berpengaruh terhadap proses kasus secara keseluruhan,” tandasnya. (TIM)
AMBON, SPEKTRUM – Penanganan kasus perekrutan anggota Satuan Polisi Pamong Paraja (Satpol PP) Provinsi Maluku dibaluti unsur korupi kolusi dan nepotisme (KKN), oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, belum membuahkan hasil. Prograsnya pun nampak.
Pengembangannya masih berkutat pada pengumpulan data (puldata), dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Pihak Kejati Maluku akan berupaya untuk mengusut kasus ini. Jaksa beralibi, pihak terkait masih akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Sejumlah bukti dan dokumen telah diambil atau disita penyidik beberapa waktu lalu, saat mendatangi Kantor Satpol PP. Hal ini diakui Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada wartawan, Selasa (05/11/2019).
Ia mengatakan, proses puldata dan pulbaket masih berlangsung. Selain itu, jaksa masih memerlukan banyak keterangan dari para pihak terlait lainnya.
“Puldata dan pulbaket masih dilakukan. Kalau ada perkembangan selanjutnya akan kita samapikan,” kata Samy Sapulette.
Mereka yang dimintai keterangan adalah para pegawai lingkup Satpol PP Provinsi Maluku. “Kasusnya masih berjalan. Beberapa pegawai Satpol PP itu sudah dimintai keterangan,” akuinya.
kasus ini terbongakr setelah perekrutan anggota Satpol PP Pariwisata Provinsi Maluku saat itu, direncanakan untuk di tempatkan di berbagai lokasi wisata di wilayah Provinsi Maluku, diduga prosesnya dilakukan secara gelap alias tidak menjadi kebutuhan Pemprov Maluku.
Perekrutan anggota Satpol PP diduga ‘siluman’ itu, ada permainan oknum tertentu. Bahkan prosesnya ada calo yang ingin menerima imbalan dari mereka yang direkrut. Konspirasi lainnya, administrasi mereka juga diubah. Misalnya, Nomor SK tak ada, hingga tidak ada penerimaan atau rekrutmen anggota Satpol PP. Fatlanya, diduga oknum tertentu berusaha melakukannya.
Penerimaan anggota Satpol PP tidak sesuai dengan mekanismen sebenarnya. Mereka yang direkrut tanpa menjalani scranning dari pihak berwenang. Anaehnya mereka bukan diterima oleh Badan Kepegawaian Provinsi Maluku.
Kedok busuk itu terbongkar saat penggerebekan dilakukan di Kantor Rina Makana Jalan Pattimura, tahun 2018 lalu. Disitu ada bukti anggota Satpol PP yang direkrut secara illegal bukan permintaan Pemprov Maluku.
Tak sampai disitu, kesalahan juga muncul pada kwitansi pembayaran suatu kesempatan kegiatan. Kekisruhan tak ada habisnya. Nomor SK diduga ganda atau sama. Penggunaan anggaran juga tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan jelas.
Dugaan kuat rekrutmen anggota Satpol PP jalur illegal itu, ada itervensi dan jatah oknum penting level DPRD Maluku dan melibatkan oknum di lingkup Pemprov Maluku pada 2018 lalu.
Bagaian Kepegawaian Daerah Provinsi Maluku menyatakan, SK yang diperoleh untuk pencairan anggaran terkait dengan rekrutmen 48 anggota Satpol PP, tanpa mekanisme.
Mantan Kasubdit Penyidikan dan Penegakan Hukum Satpol PP Maluku, Stella Rewaru, mengungkapkan, selama ini 48 orang anggota Satpol PP itu, keberadaan mereka tidak jelas. “Tiba-tiba ada pembayaran gaji mereka terhitung Januari – Juni 2018. Masalah ini kita sampaikan kepada Ombudsman untuk ditindaklanjuti, prosesnya sudah lama. Mereka pernah dipergorki saat beraktivitas di Kantor Rinamakana di bilangan Pattimura Kota Ambon.” ungkap Stella Rewaru di Ambon, belum lama ini.
Dia mengakui, kasus ini sementara ditangani Kejati Maluku. “Tentunya bukti-bukti telah dikantongi jaksa, dan hanya tinggal diproses selanjutnya saja,” kata Rewaru.
Soal ini, Praktisi Hukum F. S. Marnex meminta, Kejati Maluku agar secepatnya menuntaskan kasus ini. sebab, kata dia, selama ini jaksa terlihat lamban mengusut kasus dugaan korupsi.
“publik menanti dan berharap Kejati Maluku dapat menuntaskan kasus Satpol PP. Bukan saja kasus Satpol PP Maluku, tetapi kasus dugaan korupsi lainnya pun harus diusut hingga tuntas,” harap F. S. Marnex kepada wartawan di Ambon, Selasa, (05/11/2019).
Meski demikian, dia mengakui, langkah hukum dilakukan penyidik tentu akan mengikuti peratuiran dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, sering kali prosesnya seakan terlihat rancu. Belum lagi soal perhitungan kerugian keuangan negara oleh pihak BPKP dan lainnya.
“Sering kali proses di BPKP atau lembaga berwenang untuk menghitung kerugian keuangan juga lamban. Hal itu turut berpengaruh terhadap proses kasus secara keseluruhan,” tandasnya. (TIM)