AMBON, SPEKTRUM – Korupsi biaya Surat Perinta Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, melibatkan oknum pejabat lingkup Pemkot Amon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tahun 2011 senilai Rp.6 miliar, hasil auditnya telah diterima pihak Satreskrims Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.
Kasat Reskrim Polres Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Galih Prasetya mengaku, bersama pihaknya telah menerima hasil audit perhitungan kerugian negara terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran SPPD fiktif Pemerintah Kota Ambon tahun 2011 senilai Rp.6 miliar tersebut, dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Menurut AKP Galih Prasetya, hasil audit diberi dalam bentuk dokumen perhitungan kerugian negara, baru saja diserahkan oleh BPK kepada Polres Pulau Ambon untuk ditindaklanjuti.
“Untuk dokumen hasil dari BPK sudah kita terima. Saat ini lagi proses penelitian dokumen untuk rencana tindaklanjutinya,” akui Gilang Prasetya, kepada Spektrum, Kamis, (24/10/2019).
Menyinggung berapa kerugian negara, namun Prasetya belum bisa menjelaskannya. Ia baerdalil, karena hasil audit yang diterima masih dalam bentuk dokumen.
Setelah Walikota Diperiksa, SPPD Fiktif Terhenti Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease sudah mengantongi bukti atas dugaan korupsi bermotif surat perintah perjalanan dinas (SPPD) tahun 2011 di Pemerintah Kota Ambon (Pemkot) dan DPRD. Nilainya Rp.6 miliar. Pemkot mendapat alokasi Rp.2 miliar, sementara DPRD Rp.4 miliar. Namun kasusnya mulai tak jelas arahnya.
Dalam kasus ini, Walikota Ambon Richard Louhenapessy sudah diperiksa, termasuk isterinya Debby Louhenapessy. Sekot Anthony Gustav Latuheru juga menjalani pemeriksaan, dan Sekretaris DPRD Kota Ambon Elkyopas Silooy, dan staf. Begitu pula 26 orang anggota DPRD Kota Ambon (Periode 2009-2014), dan pemilik travel pun ikut diperiksa dalam kasus ini.
Kasus ini ditangani polisi berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap penggunaan APBD tahun 2011. Dalam audit itu, BPK menemukan ada dugaan penggunaan SPPD fiktif. Ini dilakukan di Sekretariat Kota Ambon maupun Sekwan DPRD Kota Ambon. Atas temuan ini, penyidik juga telah memeriksa tiga pemilik biro perjalanan, dan beberapa maskapai.
Diketahui, pada 2011, melalui APBD pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp2 miliar ke Sekot Ambon untuk biaya perjalanan dinas. Sementara di Sekwan sebesar Rp4 miliar untuk perjalanan dinas di DPRD Kota Ambon. Pemeriksaan BPK, ada ratusan juta dana negara yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Sebelumnya, penyidik Unit Tipikor Satuan Reskrim Polres Pulau Ambon menegaskan, tak ada intervensi untuk mengaburkan kasus ini. Kasus yang lebih dikenal SPPD Fiktif ini akan tetap dituntaskan, penyidikan juga akan dilakukan secara transaparan dan profesional.
Hal ini ditegaskan, Kasat Reskrim Polres Ambon dan Pulau Pulau Lease AKP R. E. Adikusuma. Dia membantah, ada pihal tertentu yang melobi untuk menutupi kasus ini.
“Hingga kini tidak ada yang datang untuk saya. Lalu mau melakukan lobi agar kasusnya dihentikan untuk apa?” tegasnya.
Soal isu pemberian tiga buah mobil untuk sejumlah pejabat lingkup Polres Ambon, dia menepisnya. “Saya tegaskan, tidak ada yang namanya tebang pilih. Proses akan tetap berlanjut dan pastinya akan tiba pada penetapan tersangka,” akuinya.
Siapa saja calon tersangka, dia mengatakan, masih dalam pengembangan. “Untuk menetapan tersangka mesti dilakukan penyelidikan secara baik dan benar, karena lebih baik bertahap lambat, namun memiliki hasil yang akurat. Daripada cepat namun hasilnya tidak akurat,” tandasnya.
Penanganan kasus ini, polisi juga telah memeriksa empat perusahaan travel penjual tiket pesawat. Masing-masing PT Willy Arif Utama travel, PT Netral Jaya Travel, PT Amboina World Tour dan PT Maijer Abadi Travel.
Sejumlah dokumen pelaksanaan anggaran berupa Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Persetujuaan Pembayaran (SPP) dan SPD2, sudah ada ditangan penyidik, sebagian dokumen tersebut diserahkan oleh Sekot Ambon AG Latuheru, saat kasus ini masih di fase penyelidikan.
Bahkan untuk memperkuat penyelewengan anggaran SPPD tahun 2011, penyidik Polres Ambon juga telah memeriksa Kepala Bagian Organisasi Pemkot Ambon, Fredi Taso, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa, R. Purmiasa, serta mantan pejabat Keuangan, S. Letemia. (S-06/S-01/S-14)