AMBON, SPEKTRUM – Pemindaham pemerintahan Provinsi Maluku ke Masohi bukan kehendak DPRD atau Pemda Maluku tetapi amanat Presiden RI I, Soekarno yang meresmikan Kota Masohi sebagai ibukota Malteng.
Demikian dikemukakan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Samson Atapary kepada wartawan di Sekretariat DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Selasa (10/10/2023).
Atapary menjelaskan, pemindahan Pemerintahan Provinsi Maluku pertama kali diumumkan Soekarno dalam pidatonya saat peresmian Kota Masohi sebagai Ibukota Kabupaten Maluku Tengah yang dihadiri seluruh tokoh adat, tokoh agama, dan lainnya.
Keputusan untuk memindahkan Ibukota Provinsi Maluku dari Ambon ke Masohi lantaran kondisi tata ruang Kota Ambon yang semakin sempit.
“Karena dasar itulah, mengingat ini amanat Presiden RI maka mestinya Pemda dan DPRD memproses hal itu. Apalagi di saat Gubetnur Maluku, Karel Alberth Ralahalu telah dilakukan uji kelayakan dan dilakukan pencanangan. Tetapi setelah itu ada berbagai hambatan dan tantangan secars politis. Mulai dari Said Assagaff hingga Murad Ismail,” jelasnya.
Maka lanjut Atapary, pihaknya mengingatkan kembali tentang hal tersebut karena gubernur telah mengirim draft Ranperda RTRW untuk dipelajari anggota DPRD.
“Setelah kami pelajari dengan teliti, ternyata pada Perda RTRW sebelumnya tercantum Masohi sebagai ibukota provinsi. Tetapi pada naskah yang telah direvisi ini ternyata pemanfaatan kawasan di Makariki yang telah dicanangkan, dirubah menjadi kawasan hijau,” jelas Atapary.
Kawasan hijau ini lanjut Atapary, hanya bisa diisi pertanian tidak bisa membangun infrastruktur fisik.
“Inikan berarti secara politik diatur dalam Perda tidak ada lagi Masohi dijadikan ibukota Provinsi Maluku dalam perencanaan kedepan. Apalagi RTRW ini berlaku 20 tahun kedepan. Makanya tadi saat menyampaikan kata akhir fraksi kita ingatkan ke gubernur. Jika draft ini tidak lagi direvisi dan merubah status hujau menjadi kawasan yang bisa dibangun perkantoran dalam RTRW diberikan warna orange maka itu akan menjadi catatan Fraksi PDI Perjuangan,” tegas Atapary.
Intinya lanjut Atapary, jika tidak dimasukan dalam RTRW revisi yang lagi dibahas maka fraksi PDI P mis merapat.
“Itu berarti kita tidak akan lakukan pembahasan dan menolak Ranperda RTRW untuk menjadi Perda,” tegasnyà.
Menurut Atapary, penegassn ini bukan masalah kapan dilakukan pemindahan pemerintahan, namun harus dimasukan dalam RTRW karena itu berlaku 20 tahun.
“Nanti baru kalau kita masuk di RTRW, dibuat perencanaan minimal langkah awal karena ada keterbatasan anggaran maka mungkin kita buat dasar hukumnya dulu,” jelasnyà.
Untuk diketahui, saat ini DPRD Maluku dan Pemerintah Daerah Maluku sedang membahas Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku untuk 20 Tahun kedepan. Namun di Draf Ranperda RTRW yang disampaikan Gubernur Maluku ke DPRD Maluku tidak secara tegas mencantumkan Rencana Pemindahan Pusat Pemerintahan Provinsi Maluku atau sering disebut sebagai “Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Provinsi Maluku” ke Pulau Seram tepatnya di Kota Masohi Lokasi Negeri Makariki Maluku Tengah.
Di Draf Ranperda RTRW tersebut, lokasi yang ditetapkan sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Maluku di Negeri Makariki telah ditetapkan sebagai Jalur Hijau, itu berarti lokasi tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk membangun bangunann fisik atau fasilitas umum di tempat tersebut,” kata Jafet Pattiselano saat membaca Kata Akhir Fraksi PDI Perjuangan.
Perpindahan ibukota ini harus diupayakan karena Rencana Pemindahan Pusat Pemerintahan Provinsi Maluku di Masohi adalah Amanat Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dan telah dipertegas oleh Gubernur Maluku Karel Alberd Ralahalu dengan melakukan pencanangan Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Provinsi Maluku di Masohi berlokasi Negeri Makariki. (*)