AMBON, SPEKTRUM – Kehadiran Joko Widodo Presiden RI ke kota Ambon, Provinsi Maluku, Senin sore, (28/10/2019), bakal dihadang juga ditolak oleh sejumlah elemen masyarakat dan pemuda di Maluku.
Alasan mendasar atas penolakan kehadiran orang nomor 1 di NKRI ke kota Ambon, karena kebijakan pemerintah pusat, dinilai tidak pro masyarakat Maluku, bahkan merugikan Provinsi bertajuk seribu pulau tersebut.
Publik kembali mengungkit segudang janji pempus yang hingga kini belum direalisasikan untuk Maluku. Misalnya, janji menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN), notabenenya Provinsi Maluku merupakan daerah pemasok ikan terbesar di Indonesia bahkan Asia.
Sejak Menteri Kelautan dan Perikanan, dijabat Susi Pujiastuti, hingga berakhir masa jabatannya, janji tersebut tak kunjung ditunaikan oleh pempus.
Kemudian Rancangan UU Kepulauan yang digagas Maluku bersama delapan daerah berciri kepulauan agar luas laut bisa dihitung pun hingga saat ini tidak pernah disahkan menjadi UU.
“Yang terbaru adalah PI 10 persen Blok Masela pun mau dirampok dan dibagikan dengan NTT. Padahal, Blok Masela itu punya kita dan tidak ada hubungannya dengan NTT masak pembagiannya disamakan ?” kata Ketua Kalesang Maluku, Callin Lepuy kepada Spektrum, semalam.
Kepada Spektrum, Minggu, (27/10/2019) di Ambon, Callin, Ketua LSM Kalesang menilai, kedatangan Joko Widodo akan disambut baik jika kunjungan kerja kenegaraan ini, memberikan dampak positif atau menyentuh langsung korban atau daerah terdampak gempa bumi.
Namun Jokowi juga diminta untuk tidak hanya membicarakan masalah terdebut, tapi harus ada penjelasan soal banyak hal, utamanya menyangkut dengan perhatian pempus terhadap Maluku.
“Anak asli daerah Maluku tidak satupun diakomodir dalam Kabinet Indonesia Maju baik untuk jabatan Menteri maupun Wakil Menteri. Setelah itu kebijakan merampok hak Maluku terhadap PI 10 persen yang mesti dibagi dua dengan NTT. Apa-apaan ini,” tegas Callin penuh curiga.
Dikatakan, jika hal ini tidak bisa dikomunikasikan, maka pihaknya menolak kedatangan Joko Widodo. Dan, aksi penolalan ini telah dibicarakan dengan OKP, BEM, Cipayung, Paguyuban dan lainnya di Kota Ambon, Maluku.
“Kita tantang Presiden untuk bicara bukan di ruangan, tapi saat turun dari pesawat, beliau harus bicara secara terbuka di bandara. Kalau tidak bisa menjelaskan masalah ini, kita akan hadang beliau untuk tidak masuk ke pusat Kota Ambon,” ancamnya.
Sementara itu, mantan ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Maluku, Boy Latuconsina menilai, kedatangan presiden di Ambon, harus dimaknai sebagai sebuah kunjungan kepala negara yang mengunjungi rakyatnya. Apalagi, wilayah Maluku sedang mengalami musibah gempa bumi, yang sudah berlangsung sebulan lebih.
Menurirnya, publik dan aparat tidak perlu terlalu reaktif melihat reaksi masyarakat beberpa waktu ini, khususnya terkait protes keras elemen masyarakat dan pemuda seputar kebijakan-kebijakan, serta janji politik yang blelum dapat diwujudkan pempus untuk Maluku.
“Khususnya bagi masyarakat Maluku ditambah lagi pernyataan dari gubernur NTT terkait Blok Masella. Demonstrasi adalah sebuah keniscayaan dalam iklim demokrasi, dan selama dilakukan dalam rambu-rambu yang dibenarkan oleh undang-undang, maka itu tidak boleh diresponi seacra reaktif apalagi refresif,” tandas Boy Latuconsina,saat dimintai komentarnya oleh Spektrum di Ambon, Minggu, (27/10/2019).
Ia menilai, ada penyumbatan komunikasi antara pempus dan pemda, yang tak bisa di selesaikan dengan cara-cara normatif.
“Ketika rakyat merasa pimpinan daerah tidak maksimal melakukan lobi-lobi ke pusat, masyarakat jangan di hadang apalagi sampai melakukan intimidasi.
Kedatangan presiden di Maluku kita apresiasi, tapi ini adalah sebuah kesempatan untuk menyampaikan aspirasi,” tandasnya.
Kalo melalui jalur formal tidak di dengar, lanjutnya, maka demonstrasi dinilai adalah sebuah jawaban. “Dan harus dicatat, bahwa demonstrasi ini kita lakukan karena kecintaan kami kepada negara ini,” tegasnya.
Boy Latuconsina menawarkan dua opsi. Masing-masing, pemerintah harus melobi presiden bertemu secara resmi dengan perwakilan pemuda dan masyarakat Maluku, atau demonstrasi untuk menyambut kedatangan Presiden. “Rakyat dan pemuda harus mendengar langsung dari beliau (Presiden RI),” pungkasnya. (S-16/S-14)