SPEKTRUMONLINE.COM, AMBON – Diduga kuat Majelis Pekerja Harian Sinode (MPHS) GPM sengaja perlambat penyidikan kasus dugaan penggelapan dana di Klasis Pulau Ambon Timur (KPAT).

Dugaan ini muncul setelah empat orang pensiunan pendeta GPM yakni Pdt. Ch. S, Pdt. JN dan Pdt. Chr. T bersama satu anggota jemaat JL datangi Reskrimum Polda Maluku, di Batu Meja Kecamatan Sirimau Kota Ambon, pekan lalu.

Kedatangan mereka yang didampingi kuasa hukum bertujuan meminta penjelasan dari penyidik yang menangani kasus dugaan penggelapan Rp6, 8 m di Klasis Pulau Ambon Timur (KPAT). Para pendeta pensiunan ini menemui penyidik Reskrimum Polda Maluku Batu Meja, menemui penyidik Victor Souissa.

Penyidik menjelaskan, laporan yang disampaikan MPHS GPM ke Reskrimsus pada tanggal 13 oktober 2022, setelah sidang sinode ke 38.

Penugasan Sidang Sinode ke 38 melalui Rekomendasi nomor 55 kepada MPHS GPM terhadap kasus penggelapan keuangan di KPAT dilimpahkan keranah hukum.

“Namun MPHS GPM tidak langsung melaporkan sejak selesai sidang Sinode ke 38, tapi dalam kurun waktu lamanya 20 bulan atau 1 tahun 8 bulan, setelah Bendahara KPAT WR meninggal Oktober 2021, barulah dilaporkan pada 13 Oktober 2022,”kata sumber.

Menurut penyidik, lanjut sumber, karena masalah dugaan penggelapan dana di KPAT telah masuk ruang melalui medsos , maka sebetulnya para pendeta baru pertama kali menemui penyidik.

Sumber ini menegaskan jika kasus ini sangat diketahui penyidik, sehingga disarankan jangan menerima informasi diluar penyidik karena bisa juga tidak sama dengan berita media yang berasal dari sumber lain.

Dan apa yang disampaikan dipublik semuanya sudah dikerjakan penyidik. Dan dengan berita media tersebut penyidik telah menjelaskan dan pertanggung jawabkan kerjanya kepada pimpinanan.

Sumber ini menilai penyidik telah bekerja profesional, dengan mendatangi MPHS GPM di kantor Sinode.

“Kedatangan penyidik ke Kantor Sinode guna mempertanyakan Barang Bukti (BB) yang diperlukan. Sayangnya, penyidik tidak menetima jawaban yang diinginkan,”jelas sumber.

Kepada para pendeta yang menemuinya, Souissa mengorek keterangan soal masa pensiun.

“Apakah ada diantara kami yang pernah di Klasis Pulau Ambon Timur atau bertepatan dengan penemuan kasus tersebut dapat berikan keterangan,”kata sumber.

Ternyata, lanjut sumber, Pdt. Chr T pernah lama bertugas di KPAT dan pensiun tahun 2024.

Kepada penyidik, Pdt. Chr. T mempertanyakan kenapa Sidang Sinode ke 38 tahun 2020 yang sebenarnya 2021 kenapa baru dilaporkan pada 13 Oktober 2022.

“Kenapa ada penjelasan namun tidak disertai barang bukti. Kenapa setelah Bendahara KPAT meninggal baru dilaporkan kasus tersebut,” kata sumber mengutip pernyataan Pdt. Chr. T

Menurut Pdt. Chr. T, bendahara KPAT itu meninggal tahun 2021 dan penggantinya masuk KPAT tahun 2021 bukan 2023.

Selanjutnya, penyidik menjelaskan jika laporan tim verifikasi ditemukan tertulis 14 item, tetapi sebenarnya hanya 13 item, karena item 1-12 adalah jumlah kerugian yang terdapat pada item ke 13 diidentifikasi di Tapel dan luar Tapel sejumlah Rp2, 3 miliar.

Dari 13 item kata sumber, penyidik telah buat SP2 HP kepada MPHS GPM, lantaran penyidik tidak bisa berpatokan kepada hasil Tim verifikasi MPHSGPM terhadap kerugian. Ada juga pada Daftar Gaji terdapat besaran sejumlah Rp 332 juta.

“Ini yang harus dibuktikan, sebab yang dapat menyatakan kerugian hanya orang yang berprofesi dan berkualifikasi yakni auditor eksternal,” kata sumber.

Karena itu penyidik minta MPH Sinode, berikan bukti pendukung pembayaran gaji di dua klasis dan konsekwensi bagi orang yang menerima double baik dari KPAT maupun dari Klasis Ambon Utara.

Data yang sudah diberikan daftar gaji sesuai permintaan penyidik, adalah Klasis P Ambon Timur ( KPAT) dimana Pdt W L, Pdt CM, Pdt EP memiliki nama didaftar gaji KPAT tapi tidak menerima gaji, sementara SK dan daftar gaji yang menerima gaji di klasis Ambon utara seperti Pdt W.L, Pdt. CM dan Pdt EP.

Daftar gaji tersebut diminta penyidik sampai hari ini KPAT sudah berikan tapi dari KLASIS Ambon Utara belum diberikan Daftar Gaji walaupun sudah diminta. Sebab daftar Gaji tersebut dibuat oleh Bendahara dan ditanda tangani oleh Ketua Sinode sebagai otorisator dan bendahara sesuai SK.

Sumber menjelaskan, Pdt Chr T, Pdt W.L hanya punya SK ke KPAT, tapi tidak pernah pindah ke KPAT.

“Malahan dimutasikan ke Jemaat Klasis Ambon Utara. Dan Gajinya dibayar disana, tapi kenapa namanya ada di daftar Gaji KPAT. Bila tiap bulan namanya ada dalam daftar gaji kemana uangnya?,”tanya sumber.

Sumber menjelaskan, tentang kerugian atas pinjaman bendahara harus ada surat hutang piutang sebagai bukti atau kwitansi.

“Semua bukti sudah diminta penyidik tapi sampai hari ini belum juga dipenuhi oleh MPHS GPM, karena surat pernyataan bayar yang dibuat tim verifikasi belum tentu menjadi alat bukti. Harus ada bukti kwitansi , dan itu sudah diminta penyidik tapi belum dipenuhi MPHS GPM. (tim)