AMBON, SPEKTRUM – Proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea tersendat-sendat. Padahal sejumlah data dan bahan keterangan serta bukti telah diperoleh penyidik. Namun pengusutan kasus ini sedikit mengambang. Sebab belum ada penetapan tersangka.
Proyek pengadaan lahan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Namlea, Kabupaten Buru, bertenaga 10 MW pada 2016. Namun proyek tersebut belum tuntas, karena tersandera dengan dugaan korupsi.
Ketua Pemantau Keuangan Negara (PKN) Maluku Rusly Kasso, mengemukakan, kasus ini sudah jelas ada dugaan korupsi. untuk itu dia mendesak, pihak Kejati Maluku segera mengekspos perkara ini sekaligus menetapkan tersangka.
“Saya melihat pengusutan sejumlah kasus dugaan tindak korupsi di Kejati Maluku terbilang lambat, termasuk kasus PLTMG Namlea. Seharusnya penyidik sudah menetapkan tersangka. Tapi pengusutan kok nampak lambat dan memakan waktu lama. Penyidik secepatnya menetapakan tersangka, sehingga kasus ini bisa ditindaklanjuti ke pengadilan,” desak Rusly kepada wartawan di Ambon, kemarin.
Soal audit perhitungan kerugian keuangan negara soal pembelian lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea itu, kata dia, jika masih audit, pihak BPKP Maluku semestinya mempunyai time scedule sehingga dapat menyelesaikan audit secara baik.
“Kalau audit tidak mempunyai target waktu, sudah pasti prosesnya lambat. Mestinya tim auditor mempunyai target waktu untuk mengaudit sebuah kasus Tipikor,” tandasnya.
Sebelumnya, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Samy Sapulette mengatakan, proses audit klerugian negara masih dilakukan oleh BPKP Maluku. “Hasil audit belum diterima penyidik Kejati Maluku,” kata Samy Sapulette.
Dia meminta kepada wartawan, jika ingin menanyakan lebih jelas mengenai hasil audinya, tanyakan saja langsung ke BPKP Maluku.
Diketahui, proyek PLTMG milik PT.PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku di Namlea Kabupaten Buru, dalam prosesnya berpotensi korupsi. Anggaran pembelian lahan untuk proyek PLTMG 10 MW itu, bersumber dari APBN Tahun 2016 sebesar Rp.6,4 miliar.
Diduga Fery Tanaya berperan sebagai “makelar”. Tujuannya meraup keuntungan di luar ketentuan tentang jual beli lahan. Praktek curang ini pun dicium oleh pihak Kejati Maluku, dan diproses hukum.
Berbagai dokumen terkait telah disita penyidik. Sejak penyelidikan hingga penyidikan saat ini, sejumlah pihak terkait sudah diperiksa tim penyidik.
Antara lain saksi dari BPN Namlea, PT.PLN UIP Maluku di Namlea, pemilik lahan Mochamad Mukaddar, mantan Kades Namlea, Husen Wamnebo serta mantan Camat Namlea, Karim Wamnebo (kini Kepala Satpol PP), serta Fery Tanaya (Pengusaha). Saksi ahli pun sudah diperiksa.
Terungkap, lahan milik warga Desa Liliali, itu dibeli pihak PLN UIP Maluku di Namlea, sesuai Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK), yang ditandatangani Fery Tanaya, dengan status tanah seluas 48,645.50 meter persegi tanpa memiliki sertifikat.
Pihak PLN berani membayar dengan harga Rp.6.4 miliar lebih. Karena sarat masalah, sehingga pembangunan PLTMG itu, hingga sekarang belum bisa dilanjutkan. (S-05)