AMBON, SPEKTRUM – penyuluhan tenaga pertanian mengenai pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanaam sayur dan buah seperti yang diprogramkan oleh GPM khususnya dalam jemaat soya selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebab pola hidup masyarakat dan jemaat-jemaat GPM khususnya jemaat Soya lebih suka membeli (menjadi koonsumen) dari pada menanam sayur dan buah untuk konsumsi dan menjual (produsen). Hal itu terungkap pada acara sosialisasi pemanfaatan lahan pekarangan yang diselenggarakan oleh panitia hari-hari besar gereja dan Nasional ( HBGN) Soya, Sabtu pecan kemarin di Gereja Sektor Kayuputih, Lazarus jemaat Soya. Pola hidup ini terlihat jelas di setiap pagi hari, dimana ibu-ibu rumah tangga lebih senang menunggu sayur yang dibawa naik dari kota Ambon, menuju daerah pegunungan untuk membelinya, ketimbang menanam sayuran di pekarangan untuk konsumsi sendiri.
Tenaga teknis Dinas Pertanian, kota Ambon Hendri Horhoru, saat memberikan sosialisasi, Sabtu (11/6) kemarin di gereja Lazarus jemaat GPM Soya, banyak penanya menyampaikan unek-uneknya berkaitan dengan masalah pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk menanam sayur dan buaah. Mereka menilai program-program jemaat ini hanya sekedar hura-hura karena jemaat mengolah lahan pekarangan menemui banyak kendala seperti pembibitan, masalah penanaman tidak didampingi oleh tenaga-tenaga yang professional sehingga mereka hanya bekerja apa adanya saja. Misalnya soal kondisi tanah yang sulit untuk diolah untuk menanam sayuran dan buah. Selain itu, masalah pembibitan dan masalah pemasaran.
Horhoru menilai selama ini di beberapa jemaat dinilai sudah mulai mengalami kemajuan dalam memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam sayuran. Namun dia juga mengakui budaya orang Ambon yang biasa ingan menjadi konsumen (pembeli), itu juga yang mengakibatkan orang malas. “Ia memang untuk beberapa jemaat saya lihat sudah mulai ada kemajuan dalam mengolah lahan pekarangan dengan menanam sayuran bahkan tidak hanya untuk konsumsi sendiri tetapi sudah berjualan di sejumlah super market.
Terkait dengan masalah pemasaran ini, Horhoru menillai selama ini pemasaran masih dilakukan di sejumlah supermarket di kota Ambon. Namun yang menjadi kendala adalah produksinya harus rutinitas karena bagi pihak super market, ketika mereka mengadakan perjanjian dengan pihak produsen, mereka tidak lagi berhubungan dengan produsen yang lain oleh karena itu bapa ibu yang menjual ke super market harus terus menerus, jangan terputus. Misalnya produksi bulan juni, minggu kedua, diharapkan sudah ada yang siap lagi dipanen pada minggu ke 4 dan seterusnya, jadi produksinya harus rutin.
Hendri Horhoru menyarankan agar pembibitan yang kualitasnya baik itu dibeli di toko tani yang dianggap selama ini mempunyai bibit yang baik. Dia juga menyarankan untuk menggunakan pupuk organik yang ada di sekitar kita, misalnya kompos, serbuk kayu dan ela sagu. “Pupuk organic ini bisa digunakan untuk penanaman sayuran dan buah itu ada banyak tetapi yang mudah itu misalnya serbuk kayu dan ela sagu.
“Bapa ibu yang penting ada kemauan semua itu pasti jadi. Kita ada punya lahan mengapa tidak dimanfaatkan untuk menanam sayur ? dari pada membeli sayuran yang semestinya bisa ditanam di pekarangan. Budaya jadi pembeli atau konsumen itu harus dirobah sekarang menjadi produsen. Yah minimal sayuran itu untuk kita kunsumsi sendiri setiap hari dulu kalau lebih baru kita jual. saya kira orang Ambon ini bisa yang penting selalu ada yang mendampingi mereka dalam proses tanam dan pepemiliharaan. Yang sekarang kita harus robah ialah kita punya lahan yang luas mengapa kita biarkan untuk orang lain yang mengolahnya lalu kita menjadi pembeli. Ini hal yang salah dan yang membuat katong tidak berkambang,’ tegas Horhoru.
Dari pengalaman yang ada, di kota Ambon, banyak lahan-lahan kosong di Ambon tetapi tidak dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan buah. Justru orang yang bukan orang ambon itu yang bersedia menggarap lahan-lahan tersebut untuk menanam sayuran dan buah.
Hidroponik Musiman
Dalam pantauan media ini, di daerah kayuputh soya, penanaman sayuran dengan teknologi hidroponik hanya bersifat musiman. Setelah panen sekali langsung tidak ada proses tanam lagi sehingga pipa-pipa paralon higroponik itu tidak terurus. Ada penanya juga yang berpendapat higroponik itu tidak cocok untuk daerah yang tanahnya masih subur seperti Ambon. Kecuali untuk orang yag tdk punya lahan. Sebab apapun sayuran yang dianam di tanah itu rasanya jauh lebih enak disbanding sayuran produksi hidroponik. (*)