Jhoni de Qoejoe disebut bukan nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Utama Ambon. Meski begitu, Siong, sapaan pengusaha kapal terbesar di Maluku ini digadangkan pernah melakukan transkasi hingga Rp. 125 miliar di Bank berplat merah itu. Dia dikabarkan mengikuti program Casback yang dijalankan oleh BNI.

AMBON, SPEKTRUM – Siong mendeposito uangnya di BNI, dan terdaftar sebagai nasabah BNI dengan nilai Rp. 125 miliar, melalui Faradiba Yusuf yang kalah itu menjabat mantan wakil pempinan BNI Cabang Utama Ambon bidang pemasaran. Siong juga disebut sebagai nasabah priritas atau potensial. Sapaan Bank nasabah E-moral, atas nasabah yang dispesialkan tanpa harus ke Bank. 

Sayangnya, status Siong ini dipertanyakan. Auditor BNI Cabang Utama Ambon, Frangki Akerina yang dihadirkan sebagai saksi dalam perkara BNI itu, mengaku didepan Majelis Hakim bahwa, Siong bukan nasabah BNI. 

“Dari hasil pemeriksaan, Jhoni de Qoueljoe alias Siong bukan nasanah. Total nasabah BNI di semua otlet yang ada di Maluku total 327 orang. Nama Jhoni de Qoeljoe tidak ada,”kata Akerina saat bersakso untuk Farah cs di ruang sidang utama Pengadilan Tipikor Ambon, kemarin.

Akerina mengaku, biasanya nasabah yang dikhususkan disebut sebagai nasabah E-moral. Sayangnya, Siong bukan nasabah. Menurut Akerina, untuk menjadi nasabah E-moral, nasabah tersebut harus memenuhi beberapa syarat yang disediakan Bank. Nasabah, juga disepesilkan tanpa antri dan memiliki ruangan khusus saat bertransaksi di Bank.

“Nah itu tidak ada. Kalau memang ada transaksi seperti yang ditanyakan, ya bisah saja dari belakang. Sayangnya, Siong tidak terdaftar sebagai nasabah di BNI hingga saat ini,” kata dia.

Transakai Siong, beberapa kali dilakukan di Kantor Kas Merdika dan KCP Tual, dengan nilai miliaran rupiah. “Kalau itu tidak ada. Dari data yang ada di saya, nama Siong tidak ada senagai nasabah,” tegas dia.

Ia mengaku, total selisih dana BNI di Kas Tual bernilai Rp. 9 miliar lebih, KCP Aru, Rp.29 miliar lebih, KCP Masohi, Rp.9,5 miliar sisanya di dua kas BNI Mardika dan Unpatti. “Jadi semua kerugian atau selisih semuanya Rp.58,9 miliar,” sebut dia.

Kerugian atau selisih yang terjadi ini, diakibatkan daro fisik uang dan sisitim yang tidak seimbang. Transaksi tanpa fisik, yang memgakibatkan selisih itu terjadi.

“Ibu Farah supervisi di KCP Tual dan Masohi. Di Aru itu Pa Noli Sahumena. Mereka (KCP) melakukan transkasi di atas Rp.100 juta harus ada persetujuan dari kantor pusat. Mereka tidak memiliki kewenangan sejauh itu,” terang dia.

Akerina juga membantah BAP Polisi dia pernah menerima Rp.100 juta dari Faradiba. Ini terjadi setelah dia ribut di grup WA, memprotes kejanggalan pada kas bank. Namun dijelaskan pihaknya tak tahu menahu soal uang itu, hanya diakui bila dirinya pernah ribut di WA grup, soal adanya kekurangan pada kas bank.

“Dia (Faradiba) pesan saya supaya tidak usah berkomentar di grup WA, yang mulia,” aku Frangky.

Tapi duitnya sudah dikembalikan ke penyidik Ditreskrimsus, setelah diberitahu dalam pemeriksaan bahwa ada uang dititipkan Faradiba di ruang kerjanya. Dan dia pergi mengambil uang titipan tersebut.

Menurut Jefta Sinaga, modus yang dilakukan oleh para terdakwa terkesan dibiarkan oleh para pimpinan bank. Jefta menduga semua kekurangan uang dari transaksi fiktif tanpa fisik uang oleh Faradibah Yusuf dkk dengan sistem ikon dan cash back ditutup menggunakan uang tunai milik nasabah deposito.

Pantas saja menurut Jefta, transaksi gelap selama bertahun-tahun yang melanggar SOP bank itu tak terdateksi kalau hanya melihat neraca kas bank.

“Transaksi fiktif, uang nasabah diambil melalui sistem ikon deposito, ya akan seimbang neracanya lah,” ucap Jefta.

“BNI ini lihai dia, semua permainan orang pusat jadi namanya melempar kesalahan sama orang lain. Gimana Angky (Frangky Akerina)? Ga bisa jawab Angky?” tanya Hakim ketua. Sidang pun berakhir dan ditunda hingga, Selasa pekan depan.

Di luar persidangan, kuasa hukum Jhoni de Qouljoe membantah pernyataan Akerina. Menurut dia, kliennya (Siong) merupakan nasabah BNI, dan beberapa kali melakukan transaksi di Bank tersebut.

“Itu tidak benar. Pernyataan Akerina tidak benar. Buktinya, klien saya memiliki buku tabungan dari BNI dan beberapa kali melakulan transaksi di BNI,” pungkas Antohny. (S-07)