Kota Ambon saat ini telah menjelma menjadi kota musik. Tapi ternyata belum memenuhi syarat menjadi destinasi wisata musik. Sebab, sumber daya manusia atau musisi Ambon belum mampu menyajikan kekuatan bermusik jika dibandingkan daerah lain.
AMBON, SPEKTRUM – “Apakah penyanyi di Ambon bisa menyanyikan lagu Italia, Spanyol dan negara-negara lainnya dengan fasih agar wisatawan asal negara tersebut merasa seperti berada di rumahnya,” kata seniman tatto skala Internasional, Julius Alex Sahetapy, kepada wartawan di Ambon, Rabu (22/01/2020).
Jangan sampai, kata Alex, turis disuguhi lagu lokal. Ini akan menimbulkan kebosanan. Namun jika pemusik bisa menghadirkan lagu-lagu sesuai dengan asal turis tersebut, maka mereka akan respek dan bakal kembali lagi ke Ambon untuk berinvestasi.
Selain itu, Alex juga mengkritisi Pemkot Ambon yang belum mampu menyediakan tenaga penerjemaah yang mumpuni. “Jangan sampai ada 2.000 tamu wisatawan manca negara namun hanya dilayani satu orang, akhirnya yang lain jalan tanpa ngomong sepatah katapun,” katanya.
Pemkot Ambon, kata dia, saat ini harus fokus pada pengembangan SDM sejak dini. Misalnya, anak-anak sekolah bisa diarahkan untuk menguasai bahasa ading sesuai keinginan mereka.
“Minat terhadap bahasa harus dikelompokkan agar suatu saat jika ada kapal.pesiar yang datang maka mereka akan mencari tamu sesuai bahasa yang dikuasainya, jika tidak ada gebrakan tersebut maka kota ini akan tetap begini,” katanya.
Pemilik Black Dragoon Tatto ini sempat mengkritisi tata cara pramusaji memberi piring, kepada wisatawan saat menjamu wisatawan MV. Boudicca yang singgah di Ambon, pekan lalu.
“Mestinya penampilan mereka memberi kesan hiegienis, salah satunya menggunakan sarung tangan saat memegang piring makan, karena orang bule selalu menjaga ekstra kebersihan,” katanya.
Tugas ini, kata pria yang telah menggondol juara dunia pada festival Tatto Internasional ini, menjadi bagian Dinas Pariwisata Kota Ambon untuk mampu mensosialisasikannya ke masyarakat mulai dari sekolah, organisasi hingga pelaku wisata.
“Pelaku wisata harus mampu menerjemahkan semua hal dengan bahasa yang fasih agar mudah dimengerti. Misalnya menerangkan cara pembuatan sagu hingga kandungan nutrisi di dalam sagu tersebut,” pungkasnya. (S-16)