1 Triliun untuk Recovery Kerusakan Akibat Gempa

Ilustrasi

AMBON, SPEKTRUM – Kerusakan fisik utamanya bangunan milik pemerintah, swasta maupun rumah penduduk akibat gempa Maluku sejak 26 September hingga saat ini, belum bisa diketahui pasti jumlah dan kerugiannya.

“Jumlah kerusakan ini menyebar dan sporadis dan tenaga untuk validasi serta verifikasi sangat terbatas,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku, Farida Salampessy kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Sabtu, (12/10/2019).

Menurut Farida, kerusakan yang ditimbulkan tidak merata jumlah, dan tingkat kerusakannya, untuk itu dibutuhkan keseriusan dan ketelitian tenaga lapangan. “Dalam satu desa ada yang mengalami kerusakan bangunan lebih dari 500-an unit. Kalau kita mau asal kerja maka hasilnya nanti makin sulit, kalau mau buru-buru malah nanti tidak sesuai data,” katanya.

Apalagi, lanjutnya, ada gempa susulan pada tanggal 10 Oktober yang mengakibatkan rumah roboh dan satu korban meninggal dunia. Pada saat pertemuan antara Tim Penanggulangan Bencana dengan Kepala BNPB Pusat, Letjen. Doni Moenardo terungkap bahwa data yang disampaikan kabupaten dan kota ternyata tidak sama.

Menyikapi hal ini, Farida menjelaskan jika seluruh keabsahan data nanti disahkan melalui SK Walikota dan Bupati. “Yang sudah valid itu jika telah di SK-kan Bupati dan Walikota. Di kita itu hanya untuk mengetahui kisarannya, pasti belum sama katena semua dinamis,” tuturnya.

Untuk validasi data terakhir, pihaknya memberi deadline (waktu) hingga Selasa 15 Oktober 2019. Namun, deadline ini juga masih status tergantung kerja lapangan. “Tergantung tenaga lapangan,” timpalnya.

Dijelaskan, data yang telah masuk saat ini masih bersifat primer dan masih diteliti lagi kebenarannya dan ini tidak gampang. Sementara itu, bocoran yang diterima Spektrum, untuk merecovery pasca gempa dana yang diusulkan Pemda Maluku sebesar Rp 1 triliun.

Sementara itu BMKG mencatat hingga hari kedelapanbelas, Minggu malam (13/10/2019) Pukul 21:00 WIT, gempabumi susulan yang terjadi di wilayah wilayah Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Maluku Tengah, sebanyak 1.500 kai, dan dirasakan 171 kali.

Rutinitas gempa bumi susulan ini dicover oleh BMKG Stasiun Pattimura Ambon sejak terjadinya gempa bumi berkekuatan 6,5 Magnitudo pada Kamis 26, September 2019, pukul 08;46 WIT – Ambon, dirasakan di Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat, Ambon V MMI, Masohi III MMI, Banda II MMU, Kabupaten Maluku Tengah.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin, dikonfirmasi Spektrum Online, Minggu malam, (13/10/2019) mengakui, jumlah gempabumi susulan sebanyak 1.500 kali, dan dirasakan 171 kali.

“Gempabumi susulan per 13 Oktober 2019 Pukul 21.00 WIT malam sudah sebanyak 1.500 kali. Jumlah tersebut sudah termasuk gempa bumi 5,2 Magnitudo yang terjadi Kamis 10 Oktober 2019,” jelas Andi Azhar Rusdin.

Berikut rincian gempabumi susulan yang dicover hari pertama sebanyak 244 kali. Kedua 214 kali, Ketiga 139 kali, Ke-empat 102 kali, Kelima 83 kali, Ke-enam 95 kali, Ke-tujuh 61 kali, kedelapan 69 kali, Kesembilan 37 kali, Kesepuluh 61 kal.

Hari Kesebelas sebanyak 56 kali, Keduabelas 54 kali, Ketigabelas 32 kali, Keempatbelas 33 kali, Kelimabelas 78 kali, dan hari Keenambelas sebanyak 69 kali, ketujuhbelas 58 kali dan hari ke-19 sebanyak 15 kali. Rata-rata gempa bumi itu, tidak berpotensi terjadinya tsunami.

Masyarakat Jangan Terprovokasi                  

Mantan Gubernur Maluku, Karel Ralahalu mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi berita palsu (hoaks) melalui media sosial yang menyebutkan Pulau Ambon, Kepulauan Lease dan Pulau Seram akan hilang akibat guncangan gempa dari Palung Banda.

“Beredar luas melalui medsos soal berita dan gambar yang menunjukkan Pulau Ambon, Pulau Lease dan Pulau Seram berada di tebing jurang palung laut paling terdalam di dunia itu, sesuatu yang tidak benar dan perlu dipercaya,” ucapnya saat dikonfirmasi dari Ambon, Sabtu (12/10/2019).

Karel yang berada di Jakarta mengakui, menyikapi keresahan masyarakat Maluku yang dipimpinnya selama 10 tahun itu mendorongnya untuk berkoordinasi dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Doni Monardo dan diarahkan bertemu ahli tsunami BNPB, Abdul Muhari di Jakarta pada 11 Oktober 2019.

“Abdul menyampaikan berita viral potensi tsunami itu hoaks karena gambar batimetri tersebut telah diedit sedemikian rupa dan diberikan keterangan seakan – akan ilmiah, tetapi ternyata bertujuan untuk meresahkan masyarakat Maluku, terutama Kota Ambon serta Kabupaten Maluku Tengah maupun Seram Bagian Barat (SBB) pascagempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019,” ujarnya.

Karena itu, dia menyarankan pemerintah di Maluku agar intensif berkoordinasi dengan BNPB, BMKG maupun lembaga resmi lainnya untuk memberikan sosialisasi atau pun penjelasan mengklarifikasi berita hoaks melalui medsos karena meresakan masyarakat.

“Masyarakat pun hendaknya tidak mudah terprovokasi berita hoaks, bahkan meneruskan melalui medsos ke warga lainnya sehingga menimbulkan kepanikan lebih luas,” tandas Karel.

Sebelumnya, Abdul mengatakan, gambar diedarnya melalui medsos itu bukanlah foto setelit 3D karena tidak bisa membuat foto dasar laut, apalagi dengan kedalaman 7 KM di bawah permukaan laut.

Gambar tersebut, lanjutnya, hanyalah data batimetri biasa (tersedia banyak di internet) yang kemudian diberikan efek ketinggian dan kedalaman lebih signifikan seakan – akan data ini baru. Padahal ini data lama dan biasa saja.

“Asumsi jika terjadi gempa dari palung Banda akan menyeret pulau Ambon, Kepulauan Lease dan pulau Seram adalah tidak benar. Bahkan, hasil penelitian sangat jelas dinyatakan tidak ada bukti segmen palung Banda adalah segmen seismik aktif,” tegas Abdul. (S-16/S-14)