AMBON, SPEKTRUM – Wacana Royal Dutch Shell Plc (Shell) akan hengkang dari proyek pengembangan Blok Masela, Kabupaten Kabupaten Kepilauan Tanimbar, Provinsi Maluku, deras bergulir. Terendus kabar perusahaan asal Belanda itu, bakal melepaskan saham partisipasinya di blok gas abadi tersebut.
Namun rumor itu ditanggapi dengan dingin oleh pihak Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Susana Kurniasih, menyarankan agar wacana seputar rencana Shell untuk keluar dari proyek pengembangan migas abadi Blok Masela, ditanyakan langsung ke pihak Shell.
“SKK Migas belum menerima pemberitahuan resmi,” kata Susana Kurniasih, saat dihubungi Spektrum Online dari Ambon melalui telepon seluler, Selasa malam, (14/7/2020).
Lalu langkah alternatif apa yang akan dilakukan SKK Migas bila akhirnya Shell benar-benar mundur? Hanya saja, Susana belum dapat memastikan itu.
Ia mengatakan, terkait dengan kelanjutan proyek, SKK Migas sangat concern terhadap kelangsungan proyek.
“Karena itu kan proyek pemerintah, yang dilakukan oleh kontraktor Inpex,” kata Susana.
Menurut dia, SKK Migas ingin dan berusaha agar proyek dapat direalisasi sesuai target. “Kami berkoordinasi dengan Inpex untuk mengawal proyek tetap berjalan,” ujar Susana optimis.
Sebelumnya, Senin (13/7/2020), Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin, (13/07/2020), berujar Shell belum akan mundur dari Book Masela. Alasanya, semua tergantung dari hitung-hitungan soal ekonomi.
“Saat Rapat Dengar Pendapat soal Blok Masela itu, belum tentu Shell nundur. Ada hitung-hitungan keekonomian diaitu,” kata Ini tergantung hitung-hitungan keekonomian,” kata Dwi Soetjipto.
Hal ini ada kaitannya dengan kebijakan investasi dari pihak Shell. Dia yakin rencana divestasi dari hak partisipasi atau participating interest Shell, ada kebergantungan tentang hitung-hitungan ke-ekonomian.
Untuk kepemilikan barang apapun misalnya, kata dia, ada yang bisa dibeli mahal, dan itu tidak mendatangkan masalah.
“Misalnya begini, kita punya barang saja ada yang bisa beli mahal, kenapa tidak? itu sebenarnya sesuatu hal yang biasa saja,” tutur Dwi Soetjipto santai.
Dwi memastikan, proyek pengembangan Blok Masela terus berjalan. Dalihnya, Inpex sangat berkomitmen untuk memimpin siapapun konsorsium, misalnya selain Shell.
“Lebih utama saat ini dan ke depan proyek penhembangan Blok Masela itu tetap jalan. Hemat SKK Migas, kami intens komunikasi bersama Inpex. Mereka (Inpex) komitmen untuk pimpin siapa saja konsorsium untuk proyek dimaksud, agar terus jalan. Meski bulan Shell,” kata Dwi.
SKK Migas, kata Dwi, telah menargetkan proyek ini bakal produksi pada tahun 2027. Namun sebelumnya Dwi yakin proyek tersebut akan dipercepat pada 2026 mendatang.
“Kami yakin (2026). Namun ada saja kendala dikit di setiap perjalanan. Namun karena sedikit kendala, targetnya pada 2027. Intinya, proyek Blok Masela tetap jalan,” timpal Dwi Soetjipto penuh optimis.
Diketahui, kabar akan mundurnya Shell dari pengembangan lapangan Migas Blok Masela, diduga terkait makin menurunnya harga gas di dunia.
Isu lain menyebut perusahaan migas raksasa milik negeri Kincir Angin itu, kalah saing dengan Inpex asal Jepang. Sebab Shell hanya memiliki hak partisipasi (participating interest/PI) 35 persen. Sementara Inpex Corporation memegang 65 persen PI.
Bila Shell mundur dari Blok Masela, para spekulan memprediksikan situasi tersebut akan memberi celah (peluqng) terhadap investor atau perusahaan migas lain di dunia, untuk masuk menggantikan posisi Shell. (S-14)