AMBON,SPEKTRUM– Brigadir Mario Atihuta, anggota Polri Polda Maluku yang berprofesi sebagai ‘bandar Narkoba’ ini, telah divonis 18 Tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin, atau lebih berat dari vonis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tarakan yang memvonis anggota Polres Seram Bagian Timur (SBT) ini dengan hukuman 16 tahun penjara.
Pasca penangkapannya di Bandar Udara Juwata, Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara dengan barang bukti narkotika kelas satu (1) berjenis shabu-shabu seberat 488,33 gram, pada tanggal 27 Februari 2020, kabar proses hukum anggota Polri yang merupakan revidivis kasus narkoba ini tidak lagi terdengar publik.
Namun ternyata Brigadir Mario Atihuta, telah divonis PN Tarakan dengan kurungan penjara 16 tahun, atau lebih rendah 2 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut anggota Polri ini dengan ancaman hukuman 18 tahun penjara. Vonis PN tarakan ini dijatuhkan pada tanggal 1 Desember 2020.
Dalam risalah putusan yang dikutip Spektrum dari Direktori Putusan Mahkama Agung. co.id, Majelis hakim PN Tarakan yang dipimpin R Agung Ariwibowo sebagai Ketua majelis hakim, didampingi Yudi Kusuma Putra, dan Fatria Gunawan sebagai Hakim Anggota, sepakat dengan JPU Dinasto Cahyo Oetomo, bahwa Menyatakan terdakwa Mario Atihuta anak dari Melkianus Atihuta tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Permufakatan jahat, Tanpa Hak atau Melawan Hukum menerima, menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram “dan kepada terdakwa dijatuhi hukuman pidana dengan pidana penjara selama 16 (enam belas) tahun dan denda sebesar Rp1 Miliar.
Namun, terdakwa Mario Atihuta yang didampingi Penasihat Hukumnya Rabshody Roestam dan Nazamuddin, tidak puas dengan keputusan majelis hakim PN tarakan dengan mengajukan banding ke PT Banjarmasin, saat yang bersamaan JPU juga mengajukan banding ke PT Banjarmasin.
Dan akhirnya sesuai keputusan PT Samarinda nomor 27/PID/2021/PT SMR, tertanggal 18 Februari 2021, oleh majelis hakim banding yang diketuai Purnomo Amin Tjahjo, didampingi Endang Sriastining Wiludjeng dan dan Ahmad Yasin, PT Samarinda menguatkan putusan pengadilan Negeri Tarakan Nomor 2239/Pid.Sus/2020/PN Tar tanggal 1 Desember 2020 dengan menghukum terdakwa Mario Atihuta dengan pidana penjara selama 18 tahun.
Dalam uraiannya, majelis hakim menyebutkan, terdakwa Mario Atihuta anak dari Melkianus Atihuta, pada hari Kamis tanggal 27 Februari 2020 sekitar pukul 17.30 WITA, di Bandar Udara Juwata, Jl. Mulawarman, No.1, Tarakan, Kalimantan Utara, atau setidak-tidaknya pada tempat lain dalam wilayah hukum PN Tarakan, melakukan percobaan atau permufakatan jahat dengan saksi Muhammad Aidil Hasan (dituntut dalam perkara terpisah), secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, yang dilakukan terdakwa dengan rangkaian perbuatan sebagai berikut.
Mario Atihuta diketahui berangkat dari masohi menuju Ambon,
Senin 24 Februari 2020 sekitar pukul 08.00 wita, terdakwa kemudian berangkat menuju Tarakan melalui Makasar pada hari Rabu 26 Februari 2020 dengan menggunakan pesawat. Tiba di tarakan terdakwa ke Hotel Gajah Mada Tarakan, dan melakukan check-In dikamar 222.
Terdakwa Mario Atihuta urai majelis hakim, langsung menuju ke Lapas Tarakan untuk menemui saksi Aidil dan Aidil memberitahukan bahwa terdakwa akan diberikan 10 ball narkotika jenis shabu dengan harga Rp 400 Juta untuk terdakwa mencari calon pembeli di Ambon.
Kemudian hari Kamis tanggal 27 Februari 2020 sekitar pukul 09.00 wita terdakwa ditelpon oleh saksi Aidil dan memberitahukan bahwa ada bungkusan yang diletakkan disamping apotik dipinggir jalan samping Hotel Gajah Mada, kemudian terdakwa menemukan bungkusan berupa tas belanja warna hitam yang didalamnya terdapat 2 (dua) bungkus plastik bening yang berisi kristal narkotika jenis sabu seberat 488,33 Gram.
Selanjutnya Mario Atihuta membungkusnya dengan plastik kacang shanghai dua kelinci dan terdakwa masukkan ke dalam tas ransel pakaian terdakwa. Kemudian terdakwa check-out dari Hotel Gajah Mada Tarakan dan menitipkan kunci mobil Agya warna kuning milik Erly (istri dari saksi Aidil) yang dipinjamkan oleh saksi Aidil untuk terdakwa gunakan selama di Tarakan kepada receptionist hotel, selanjutnya terdakwa pergi menuju Bandara Juwata Tarakan dengan menggunakan taksi bandara.
Setibanya di Bandara Juwata terdakwa Mario Atihuta awalnya berhasil lolos dari counter Check-In Lion Air, terdakwa kemudian menuju ruang tunggu keberangkatan untuk dilakukan pemeriksaan kembali terhadap barang bawaan calon penumpang sekitar pukul 11.50 wita, saksi Rusdi S. Tombong yang pada saat itu bertugas sebagai operator mesin X-ray di SCP (Security Check Point) II ruang tunggu keberangkatan bandara Juwata
Tarakan melakukan pemeriksaan terhadap barang bawaan calon penumpang yang dimasukkan kedalam X-Ray dan pada saat terdakwa yang merupakan calon penumpang Lion Air tujuan Makassar memasukkan barang bawaannya yaitu tas ransel warna hitam ke dalam mesin X-Ray.
Saksi Rusdi melihat melalui monitor terdapat bungkusan yang mencurigakan didalam tas ransel milik terdakwa, selanjutnya saksi mengarahkan terdakwa ke rekan kerjanya Abdul Qohharal Luthfi untuk memeriksa barang yang mencurigakan tersebut. Pada saat saksi Abdul akan melakukan pemeriksaan X-ray kembali, terdakwa melarikan diri dan langsung dikejar oleh petugas Avsec bandara.
Kemudian saksi Abdul dan saksi Dasmani melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang bawaan terdakwa dengan membuka 2 bungkus plastik bening yang berisi serbuk Kristal warna putih diduga narkotika jenis sabu, untuk kemudian dibawa ke kantor Avsec bandara Juwata Tarakan, dan diserahkan kepada petugas BNN Provinsi Kalimantan Utara Selanjutnya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dan sesuai dengan Laporan Pengujian Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda Nomor : R-PP.01.01.110.1102.03.20.056 dan Nomor : R-PP.01.01.110.1102.03.20.057 tanggal 20 Maret 2020, dalam kesimpulannya menyatakan barang bukti milik terdakwa Mario Atihuta anak dari Melkianus Atihuta positif metamfetamin dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Majelis hakim menyebutkan, terdakwa menawarkan diri untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 gram tersebut tanpa ijin dari pejabat yang berwenang yang tidak ada hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pekerjaan terdakwa sehari-hari. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (TIM)