AMBON, SPEKTRUM – Pelantikan Pengurus Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Maluku, yang dihadiri Ketua Umum HIPMI Pusat, Mardani Maming, di Hotel Siwstbell Ambon, Selasa (8/3/2022), ternyata dibiayai oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku.
Tak tanggung-tanggung Pemprov melalui Biro Kesra Setda Maluku, mengucurkan dana sekitar Rp.268 Juta ke HIPMI Maluku dengan dalil dana hibah untuk pelantikan pengurus HIPMI Maluku periode 2021-2024 yang dipimpin Azis Tuny ini.
Padahal HIPMI secara Nasional diketahui adalah organisasi yang diisi oleh para pengusaha-pengusaha yang mapan, yang tidak bergantung pada hibah dari Pemerintah, untuk membiayai kegiatan mereka apalagi hanya untuk pelantikan pengurus.
Ketua HIPMI Maluku, Azis Tuny ketika dihubungi Spektrum, tidak menampik organisasi pengusaha yang dipimpinnya dibiayai Pemprov untuk pelantikan.
Dengan entengnya, Agil demikian Azis Tunny biasa disapa menyebut, banyak organisasi kepemudaan mendapat bantuan dari Pemprov, dan bagi dirinya yang penting dana hibah itu tidak salah penggunaanya.
“Kayaknya banyak organisasi pemuda juga yang dapat hibah dari Pemda untuk kegiatan, termasuk musyawarah, pelantikan dan lainnya, yang penting bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya, bukan kegiatan fiktif dan mark-up,” kata Agil, melalui pesan whatsapp yang diterima Spektrum, Jumat (11/3/2022).
Menyikapi kondisi tersebut Koordinator Koalisi Anak Negeri Anti Korupsi ( KANAK), Collin Lepuy merasa heran.
“Kami merasa heran ketika mengetahui HIPMI Maluku yang notabene organisasi profesi lakukan pelantikan pengurus menggunakan anggaran daerah atau anggaran yang bersumber dari APBD senilai Rp 268 juta,” kata Lepy kepada wartawan di Ambon, Jumat (11/03/2022).
Menurutnya, .hal ini yang membuat publik heran karena ini organisasi profesi yang notabeme perhimpunan pengusaha muda.
“Organisasi pengusaha berarti anggotanya punya usaha, uang, dan lainnya, maka otomatis untuk pelantikan harusnya pakai uang anggota. Kenapa harus pakai anggaran daerah. Ini membuktikan bahwa ketidakmampuan HIPMI dalam konteks menunjukan jati diri sebagai organisasi pengusaha muda,” tegasnya.
Lepuy menjelaskan, kenapa dinilai tidak mampu, karena HIPMI Maluku masih berharap uluran tangan Pemda Maluku memberikan Rp 268 juta.
“Jika uang sebesar Rp 278 Jjuta tidak mampu disediakan bagaimana HIPMI bisa diharapakan untuk mengembangkan UMKM di Maluku,” kata Lepuy.
Karena pada beberapa kegiatan ada pesan Gubernur Maluku bahwa HIPMI harus perkuat UMKM di Maluku.
“Tapi bagaimana mungkin mereka mau memperkuat UMKM di Maluku kalau anggaran pelantikan saja masih berharap dari Pemda Maluku. Ini problem karena bicara soal UMKM butuh anggaran besar apalagi di 11 kanupaten dan kota di Maluku, sedangkan untuk biaya pelantikan saja tidak bisa HIOMI tanggulang,” katanya lagi.
Lepuy meminta agar Gubetnur Maluku tudak meninabobokan HIPMI. “Bagi saya Gubernur Maluku harus nyatakan sikap
Sebab HIPMI merupakan organisasi pengussha yang sudah mandiri karena orang yang tergabung di HIPMI minimal punya usaha kalau tidak atau belum maka tidak bisa bergabung di HIPMI.
“Karena mereka pengusaha maka gubernur harus memberikan ruang untuk membuktikan mereka punya usaha dan tidak harus diberi tempat bergantung kepada pemerintah,” tegasnya.
Menurut Lepuy, jika anggaran pelantikan sekecil itu, HIPMI masih berharap dari pemerintah maka nantinya Pemda Maluku terus meninabobokan HIPMI .
“Dan ini tidak mendidik selaku organisasi profesi, karena mereka juga harus menciptakan pengusaha baru atau hidupkan UMKM di Maluku. Problemnya di situ, kita merasa heran dan tidak yakin jika HIPMI bisa survife tanpa ada tangan pemerintah menjanjikan sesuatu.
Dikatakan, HIPMI harus sadar bahwa postur APBD Maluku tahun 2022 mengalami penurunan drastis dari Rp 4 triliun tahun lalu menjadi Rp 3 triliun lebih di tahun 2022 ini.
Ditambah lagi lanjutnya, dengan refocusing anggaran untuk penanganan Covid – 19 dan pembayaran utang pinjaman SMI sebesar Rp 140-an milyar setiap tahun sampai tahun 2027.
“Dengan peta kelemahan anggaran seperti itu, harusnya HIPMI tidak lagi membebani APBD Maluku hanya untuk mengurus biaya pelantikan mereka yang hanya Rp 268 juta itu,” jelasnya.
Ditambahkan, APBD Maluku yang kecil seperti itu ditambah beban pembangunan yang besar, mestinya HIPMI tahu diri bahwa kehadiran mereka untuk membantu daerah bukan membebani daerah.
“Dengan potret seperti itu, saya dan tentunya publik Maluku pesimis HIPMI dapat memberikan sesuatu kepada daerah ini,” katanya. (tim)