AMBON, SPEKTRUM – Kepala Lapas Klas IIA Ambon, Saiful Sahri berhasil menuntaskan pendidikan doktor di Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, Kamis (02/12/2021).
Didepan para penguji pada Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar di aula lantai 2 Gedung Rektorat Unpatti, Sahri berhasil mempertahankan disertasinya
Dalam pemaparan disertasinya yang berjudul, “Prinsip Kemandirian Narapidana Di Indonesia (Principle Of Prisoner Independence In Indonesia)” Sahri
menjelaskan bahwa dalam sistim pemasyarakatan, prinsip kemandirian diperlukan untuk mengembangkan potensi diri berdasarkan kemampuan penghuni lembaga pemasyarakatan.
“Dengan kata lain, asas kemandirian mendorong pemenuhan hak atas bimbingan yang diarahkan pada pembinaan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yaitu berupa penanaman semangat kekeluargaan, ketrampilan, pendidikan spiritual dan kesempatan untuk mengamalkan ibadah,” jelasnya.
Hal ini kata Sahri, dilakukan untuk mendorong kemampuan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan dalam menjalani proses reintegrasi sosial selama menjalani masa hukuman sehingga mereka dapat menjadi pribadi yang mandiri dan produktif.
“Penelitian ini membahas sifat bagaimana pengaturan prinsip kemandirian LAPAS di Indonesia, bagaimana pembinaan narapidana berdasarkan prinsip kemandirian di LAPAS akan dilaksanakan dan model apa yang digunakan untuk melaksanakan pengembangan kemndirian narapidana Indonesia dengan menggunakan metode penelitian hukum normative,” terangnya.
Materi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bahan hukum primier dan sekunder yang menerapkan pendekatan undang-undang dengan pendekatan konseptual dan pendekatan historis.
Menurutnya, sifat pengaturan kemandirian di LAPAS Indonesia pada prinsipnya telah diatur dalam Undang-Undang Nasional Sistem Pemasyarakatan (UUPAS) dan Peraturan Pelaksanaan yang bekaitan dengan Narapidana Pembangunan.
“Pelaksanaan pembinaan narapidana di LAPAS harus bertumpu pada prinsip kemandirian, supermasi hukum yang mendasari proses pembinaanya serta konsep dan kemandirian narapidana berdasarkan falsafah dan budaya bangsa Indonesia. Model pelaksanaan kemandirian narapidana di Indonesia saat ini menggunakan pola pengembangan kepribadian dan kemandirian,” kata Sahri.
Diakui, jika penerapan model pembinaan belum dilaksanakan seluas-luasnya karena lemahnya regulasi, kewenangan dan pengelolaan sumberdaya manusia. “Padahal prinsip kemandirian di LAPAS diperlukan untuk meningkatkan pembinaan narapidana menjadi manusia yang bertobat, sadar hukum, memiliki ketrampilan, memiliki integritas dan dapat diterima kembali dalam keluarga dan masyarakat,” urainya.
Saiful Sahri berharap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar melakukan perubahan UUPAS khususnya yang berkaitan dengan prinsip kemandirian narapidana di LAPAS dan sesuai dengan keadaan perkembangan atau kebutuhan narapidana di LAPAS.
“Pemerintah diharapkan untuk membentuk suatu Badan Otoritas Pemasyarakatan Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sehingga seluruh kewenangan baik pengelolaan LAPAS yang meliputi manajemen sumber daya petugas pemasyarakatan, manajemen keamanan dan ketertiban, penyediaan sarana prasaran, pengaturan anggaran, serta pembinaan narapidana lebih terarah dan leluasa dalam kewenangannya,” kata Sahri.
Ditambahkan, melalui hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam membentuk suatu kebijakan negara terkait dengan pembantukan pola pembinaan dan pembimbingan terhadap narapidana yang berdasarkan prinsip kemandirian LAPAS. “Dan prinsip hak asasi manusia dalam rangka membangun sinergitas dengan niat untuk mewujudkan sehingga dapat mewujudkan narapidana yang mandiri, beritegritas dan dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat,” jelasnya.
Saiful Sahri berhasil memperoleh Gelar Doktor dengan nilai IPK 3,90 dengan Predikat Sangat Memuaskan setelah berhasil mempertahankan disertasinya didepan para penguji. (HS-16)