AMBON, SPEKTRUM – Warga Negeri Oma Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah meminta, Inspektorat Maluku Tengah lakukan audit Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di negeri tersebut.
Pasalnya, selama kepemimpinan Edward Pattiata, belum pernah dilakukan rapat bersama masyarakat. Bahkan, pengumuman atau pemberitahuan kegiatan kepada masyarakat disampaikan lewat pengeras suara.
“Penggunaan ADD atau DD tidak diketahui asyarakat lantaran tidak pernah dilaksanakan secara transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat,” kata
salah satu warga Negeri Oma, Stenly Estefanus kepada wartawan di Ambon, Senin (08/05/2023)..
Menurutnya, ada beberapa persoalan yang meresahkan warga antara lain, bantuan bagi kelompok usaha masyarakat desa tidak sesuai dengan latar belakang usaha atau pekerjaan penerima bantuan dan hanya bersifat kekeluargaan.
“Bahkan, jatah air bersih kepada masyarakat juga tidak merata, dengan kata lain pemberian jatah air bersih hanya bersifat suka dan tidak suka,” katanya lagi.
Stenly menjelaskan, bantuan bagi kelompok usaha masyarakat tidak sesuai dengan latar belakang penerima manfaat lantaran diberikan berdasarkan hubungan kekeluargaan.
Daya statistik Negeri Oma juga amburadul lantaran ditemukan salah satu warga Negeri Oma yang telah berusia 92 tahun tidak ada dalam data statistik negeri.
Pengambilan keputusan oleh kepala desa dinilai sepihak dan lebih mengutamakan
keluarga dan kelompok tertentu.
“Yang paling menonjol, dalam 3 tahun kepemimpinannya, Pattiata telah memiliki sejumlah harta kekayaan, misalnya, pembangunan rumah dua lantai di Pusat Negeri Oma, membangun penginapan di Pantai Pehaya, memiliki kendaraan roda dua, Speed Boat dan lainnya. Kami juga mempertanyakan pembangunan patung Liberty di Negeri Oma ini fungsinya untuk apa,” cecarnya.
Bahkan, Stenly menduga pembangunan pasak penahan abrasi laut dengan melibatkan puluhan pekerja menggunakan DD.
“Masyarakat tidak pernah memperoleh informasi secara transparan terkait
pengelolaan anggaran dana desa,” katanya tegas.
Stenly juga menjwlaskan jika pengangkatan perangkat Negeri oleh Pattiata dinilai tidak demokrasi, dan hanya bersifat kekeluargaan atau kelompok tertentu.
“Proyek jalan setapak dan talud bukan pekerjaan baru karena talud dan jalan setapak tersebut telah ada hanya diberikan beberapa sentuhan,” kata Stenly.
Bahkan, 3 tahun menjadi Raja Negeri Oma, Pattiata tidak pernah menggelar rapat bersama masyarakat.
Untuk itu, lanjut Stenly, pihaknya mendukung dan mendorong langkah 7 orang warga Negeri Oma yang tergabung dalam Relawan Melawan Lupa untuk melaporkan berbagai masalah ini ke Kejari Ambon dan Kejati Maluku.
“Informasi yang kami terima, Relawan Melawan Lupa telah memasykan laporan di Kejagung dan tembusannya disampaikan ke Kejati dan Kejari,” jelasnya. (*)