AMBON, SPEKTRUM – Kurang lebih dua tahun terakhir terjadi 18 kasus persetubuhan anak. Terhitung sejak Desember 2018 sampai Februari 2021, Polsek Kisar, Polres Maluku Barat Daya, di bawah komando, AKP Sulaeman berhasil mengungkap 18 kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur.
Disampaikan Pemerhati Sosial, Ricky Nelson Laimeheriwa bahwa dengan ditangani belasan kasus keji ini, tentu menjadi perhatian serius bagi masyarakat Pulau Kisar, terutama pihak-pihak pemangku kepentingan di wilayah itu.
Pasalnya, sejak zaman dahulu masyarakat di Pulau Kisar terkenal dengan adat istiadat dan budaya yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari, jangankan perbuatan cabul, kata-kata makian atau kata-kata pelecehan yang ditujukan kepada seorang perempuan akan menjadi masalah besar bagi pelakunya.
Maka sangat miris ketika ditemukan kenyataan berdasarkan data dari Kepolisian Sektor Pulau Kisar yang menunjukan bahwa dalam kurun waktu Desember 2018 sampai dengan bulan Pebruari 2021, sudah terjadi 18 kasus peresetubuhan terhadap anak di bawah umur.
“Dari 18 kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang terjadi dalam kurun waktu 2 tahun lebih bukan saja menunjukan lonjakan yang signifikan dalam kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur, tetapi juga merupakan peringatan kepada semua elemen terutama para pemangku kepentingan baik yang ada di Pulau Kisar maupun Maluku Barat Daya bahwa ada yang salah dalam kehidupan sosial masyarakat,” ujar Ricky, Minggu, (2/5/2021) melalui sambungan selulernya.
Pemuda asal Dusun Yawuru, Desa Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan ini mengaku, berdasarkan data yang diterima dari 18 kasus tersebut, sebagian besar sudah disidangkan di Pengadilan dan telah mendapat kekuatan hukum tetap atau ‘inkracht’.
Hanya saja terkesan, penanganannya masih lamban, karena tenaga pendamping anak dari instansi terkait yakni Pemerintah Daerah hanya satu orang sehingga, penyidik Polsek Kisar sering mengalami hambatan dalam penyidikan kasus, sebagaimana yang dimaksudkan dalam hukum acara pidana.
“Dari sisi hak asasi manusia, kasus-kasus seperti ini dapat digolongkan sebagai “perampasan” hak-hak anak. Anak-anak yang menjadi korban perlakuan seks pasti memiliki trauma psikis yang jika tidak ditangani secara baik akan menyebabkan kerusakan mental dan masa depannya. Padahal anak-anak adalah merupakan masa depan dan harapan bangsa,” jelasnya.
Dia mengatakan, lonjakan kasus seks terhadap anak dibawah umur mengindikasikan telah terjadi degradasi moral yang serius dan berpotensi merusak nilai-nilai adat dan budaya yang sejak zaman nenek moyang sampai saat ini diyakini dan dipegang teguh oleh masyarakat Maluku Barat Daya khususnya pulau Kisar. Bahkan, kemajuan daerah melalui sarana dan prasarana merupakan sebuah keinginan yang sudah sangat lama menjadi dambaan.
“Untuk itu kita patut mengucapkan terima kasih kepada semua unsur yang telah menjawab dambaan sebahagian masyarakat. Tetapi kita jangan lupa bahwa kemajuan dalam bidang apapun harus kita bangun di atas nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi ciri khas dan jatidiri masyarakat bumi Kalwedo,” jelas mantan ketua Panwas MBD ini.
Mungkin bagi sebagian orang, kata dia, hal ini adalah masalah hukum, dimana setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Akan tetapi di satu sisi, harus menjadi perhatian penuh untuk semua eleman masyarakat dalam menyikapi persoalan tak senonoh ini. Hal ini dilakukan agar ke depan, Pulau Kisar dan Maluku Barat Daya menjadi masyarakat aman dan damai, terutama kepada anak-anak generasi penerus yang terhindar dari kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
“Kita tidak perlu membangun tembok yang tinggi untuk memagari rumah dan seisi rumah kita dari ancaman luar. Kita juga tidak perlu mengawal anak-anak kita selama 24 jam setiap hari untuk memastikan mereka aman. Masyarakat Pulau Kisar tidak memerlukan itu, karena sejak zaman nenek moyang nilai-nilai kasih sayang dan kekerabatan sudah ditanamkan sehingga masyarakat hidup dalam suatu kekerabatan yang sangat baik. Jadi apa yang salah? Mungkin ada banyak pendapat, namun ada baiknya semua pihak terutama para pemangku kepentingan membangun sinergi yang lebih baik untuk menyikapi masalah ini. Sehingga suatu saat kita bisa tersenyum melihat anak-anak kita menjadi orang-orang yang hebat bukan hanya secara intelektual tetapi juga memiliki mental dan akhlak yang terpuji,” pungkas Ricky. (TIM)