AMBON, SPEKTRUM – Setelah bos Asosiasi Pedagang Pasar Mardika (APMA) Ambon, Alham Valeo membangun lapak dalam Terminal Pasar Mardika tanpa izin, kini gilira PT JIku Pasaraya Segara (PT JPS) bangun Rumah Toko (Ruko) di pesisir Pantai Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, lakukan hal yang sama.
Keberanian PT JPS patut diapresiasi, namun pastinya perusahaan tersebut tidak berani melaksanakan pembangunan jika tidak dibeking orang kuat.
PT JPS bahkan lakukan reklamasi bibir pantai tanpa izin dari Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikan Provinsi Maluku, sebagai instansi pemegang kewenangan perizinan.
Bahkan, tidak pernah ada komunikasi awal dengan Dinak KP padahalreklamasi kawadan pantai harus seizin instansi terkait.
“Tidak pernah ada komunikasi dengan kita sebelum ada masalah ini, setelah ada masalah baru ada yang datang ke kantor untuk menanyakan persyaratan dan lainnya,” kata Plt Kepala Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Iwan Asikin saat dihubungi Spektrum, semalam.
Untuk diketahui, informasi yang berhasil dihimpun Spektrum, ruko tersebut milik bos Toko Nesta bersama salah satu koleganya dari Surabaya.
Keduanya kemudian membentuk perusahaan yang diberi nama PT JIku Pasaraya Segara (JPS). Namun, saham terbesar pada perusahaan tersebut dimiliki Arief Arief Tjitro Kusuma.
“Tapi saham terbesar milik bos Toko Nesta, sekitar 70 persen sementara pengusaha asal Surabaya sahamnya hanya sebagian kecil,” kata sumber Spektrum.
Setelah sebelumnya, sempat dipasang larangan membangun namun tidak diindahkan, setelah kunjungan Pj. Walikota Ambon, Bodewin M. Wattimena lokasi tersebut terpantau Sabtu (25/03/2023) sepi. Bahkan, larangan membangun juga terlihat di lokasi tersebut..
“Setelah walikota turun, siangnya, langsung dipasang tanda larangan membangun dan seluruh pekerja beristirahat. Biasanya, larangan dioasang namun pekerja tetap bekerja,” kata sumber ini.
Pembangunan ruko tanpa izin itu membuat Pj. Walikota murka. Kemurkaan Wattimena tercermin saat bertemu Komisaris PT. JPS, Arief Tjitro Kusuma (pemilik Toko Nesta) saat meninjau lokasi pembangunan ruko tersebut.
Saat itu, Wattimena menegaskan jika pekerjaan pembangunan ruko tetap dilakukan maka pihaknya akan mengambil langkah merobohkan seluruh unit ruko.
“Jika pembangunan ruko ini bertujuan baik, maka pasti didukung tapi harus ada izinnya. Karena tidak ada izin maka Pemerintah kota meminta agar pihak perusahaan, menghentikan proses pembangunan saat ini,” kata Wattimena.
Segala bentuk proses pembangunan di Kota Ambon kata Wattimena, harus mengantongi memiliki izin.
“Baik untuk pembangunan rumah pribadi, apalagi pengusaha yang membangun tempat usaha. Membangun sesuatu di kota ini, mesti ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan dinas teknis yakni PUPR dan, DLHP Provinsi dan juga DKP, karena ini di aeral pantai. Kita tentu berharap, semua warga kota, terutama para pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya, melakukan proses pembangunan, harus memiliki ijin, baru bisa dilakukan,” tegas Wattimena.
Wattimena menjelaskan, perizinan harus melewati sejumlah proses dan persyaratan, sehingga akan dilihat untuk RTRW dan juga Rencana Detail Tata Ruang (RDTL)
Pemkot lanjutnya sudah punya RDTL, itu yang harus diikuti jika peruntukan untuk sepadan pantai
“Memang tidak bisa dibangun, tapi kalau peruntukannya untuk pemukiman atau sarana prasarana publik, nanti dilihat lagi,” katanya. (*)