AMBON, SPEKTRUM- Gian Uktolseja, 8 tahun yang meninggal 8 Oktober 2020, diduga akibat asfiksia, berdasarkan hasil pemeriksaan visum, kata Mauritz Latumeten, Penasehat Hukum (PH) terdakwa pasutri Mariam Kadir alias Merry dan Edy Maunusu yang divonis sebagai pelaku oleh majelis hakim Pengadilan Negeri, Ambon, bukanlah pelaku yang sebenarnya.
Latumeten mengatakan, berdasarkan fakta-fakta yang ditelusurinya, ia menduga ada pelaku yang disembunyikan. Ia merunut mulai dari hari ketika korban meninggal dunia. Mariam Kadir sebagai Mama Serani (Mama Ani) korban, melihat korban sedang sakit flu, tidak mau makan. Mama Ani yang khawatir, memaksa korban untuk makan pagi, sempat terjadi kejar kejaran karena korban bersikeras tidak mau makan. Setelah dipukul, korban mau makan.
Baca juga: Pasutri Didakwa Pembunuh Anak Angkat Ajukan Keberatan
Menurut Latumeten, saat keduanya (Gian dan Merry) duduk. Edy Maunusu pulang. Ia melihat Gian sedikit sesak nafas karena flu dan batuk. Ia ingin Gian dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Mereka mengontak Hamid Uktolseja, ayah kandung Gian untuk meminta izin membawa Gian ke rumah sakit tetapi Hamid keberatan karena takut anaknya dianggap punya penyakit Covid-19 kalau dibawa ke rumah sakit. Hamid menginginkan anaknya dibawa ke rumahnya saja di Tial, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).

“ Edy bilang bawa di RS saja, Hamid telepon, lalu Edy bilang bawa ke RS saja. Jawabannya Hamid, jangan, bawa ke Tial, karena kalau di RS dong bikin dia corona. Edy bilang tidak bisa, bawa dia ke RS dulu, tapi Edy tidak bisa berkeras karena bapaknya bilang tidak. Mungkin pikirnya, dia tidak punya hak. Jadi dia bawa saja ke Hamid. Itu saja,” urainya.
Dari Kudamati sekitar pukul 13.00 WIT, Gian kemudian diantarkan sampai di depan gang Suli Bawah, Hamid sudah menunggu sesuai kesepakatan. Namun Gian tidak mau turun. Ia tidak mau ke rumah ayah kandungnya. Akhirnya, Mama dan Papa Ani mengantarkan sampai ke rumah Hamid. Disana, Gian tetap bersikeras tidak mau turun, sampai Hamid sempat naik pitam dan memukul Gian. Melihat hal ini, Edy sempat menegur Hamid. Akhirnya, mereka menuju ke sungai, tempat Irawati sedang mencuci. Di sana, Irawati bersama Mama dan Papa Ani kembali membujuk Gian dengan mengatakan hanya 1-2 hari saja di rumah Tial, setelah itu Mama dan Papa Ani akan kembali menjemput Gian ke rumah di Kudamati. Bujukan ini berhasil.
Setelah duduk sekitar 1 jam di rumah Hamid, Edy dan Merry kemudian pamit pulang. Sekitar pukul 18.00 WIT, mereka dikabari Hamid bahwa Gian meninggal dunia.
Kondisi jenazah Gian, kata Latumeten, mulutnya mengeluarkan busa dan lidah sedikit keluar.
Ia menyebutkan, rekonstruksi atau reka adegan seperti diminta kliennya, sangat diperlukan untuk mengetahui siapa sebenarnya pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian Gina. Ia tidak mengetahui mengapa hal itu tidak dilakukan, padahal bekas luka di pipi, dibawah mulut dan dibawah mata dan sejumlah keganjilan lainnya, dapat lebih diketahui dengan adanya rekonstruksi tersebut. Bekas luka-luka yang disebutkan baru seperti kesaksian Hamid dan Irawati, sebenarnya adalah bekas luka lama. Hal ini diperkuat dengan pengakuan Aprilia-kakak kandung korban beda bapak- yang menyebutkan bahwa luka di pipi karena ia yang mencubit. Luka dibawah mata akibat dipukul Irawati menggunakan bila-bila (alat untuk menggoreng) dan ditendang Hamid karena Gina dianggap anak nakal ketika bermain dengan adik tirinya, Gina ketahuan memainkan jari ke alat vital adiknya tersebut.
Hakim kasus ini telah memvonis Mariam Kadir dan Edy Maunusu masing-masing 12 tahun dan 10 tahun penjara ditambah denda 1 milyar rupiah, subsider 6 bulan penjara. Lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut 15 tahun dan 14 tahun penjara. Latumeten bersama kliennya akan mengupayakan banding. JPU juga menyatakan banding. (HS-17).