Akademisi: Virus tak Bisa Mati, PSBB Ikut Mematikan Ekonomi

AMBON, SPEKTRUM – Pandemi Covid-19 telah memukul jatuh perekonomian Indonesia. Khususnya lagi kota Ambon, Provinsi Maluku. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masuk jilid III, justru ikut mematikan ekonomi di kota bertajuk manise tersebut.

Bicara tentang pertumbuhan ekonomi yang menopang kota Ambon sektor riilnya hanya retribusi, pajak perhotelan, restaurant, rumah kopi, rumah makan termasuk parkiran dan lain-lain. Pendapatan vital kota Ambon disitu. Tidak ada pendapatan lain. Sebab Kota Ambon tidak ada industri. Pemberlakuan PSBB, tentu menyebabkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Ambon sangat menurun.

Hal tersebut disampaika Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura, Evtin Rizal Tamher, saat diwawancarai Spektrum Online Sabtu (15/8/2020) di Ambon. Evtin menilai, perputaran uang di kota Ambon sudah tidak bagus (melemah), daya beli masyarakat pun menurun dengan tajam.
Usaha masyarakat banyak yang gulung tikar. Karena di sisi lain mereka punya beban yang harus dibayar. Tiap bulan tidak ada toleransi dari pihak-pihak terkait misalnya perbankan dan sebagainya. Sebab dalam melakukan aktivitas usaha, itu ada beban.

“Maksudnya, beban itu keluar meskipun produksinya kecil. Misalnya gaji karyawan. Disisi lain, kontrakan bangunan harus di keluarkan, kredit angsuran perbankan terkait pengadaan bangunan otomatis tidak ada toleransi. Sementara ada aturan (PSBB), yang mengecilkan lagi ruang gerak pengunjung. Misalnya, dari 100 persen dikurangi jadi 50 persen per hari. Jangankan 50 persen, di kasi 100 persen saja orang tidak datang. Apalagi memperketat aturan dengan memembatasi aktivitas masyarakat seperti sekarang. Tentu lebih menyengsarakan,” ulasnya.

Lantas masih wajar kah PSBB berlanjut di kota Ambon? menurut dia, setiap program pasti ada tujuannya. Namun dia balik bertanya, dengan adanya PSBB di Ambon tujuannya apa? apakah dengan pembatasan social/pembatasan fisik (social distancing/physical distancing) harus dijawab hanya dengan PSBB? apakah menurunkan angka orang positif Covid-19 dengan PSBB? apakah semua orang postif itu akan mati? apakah penyakit ini memiliki daya membunuh melebihi penyakit-penyakit yang lain di dunia ini?

“Sebenarnya dari situ kita sudah cukup memahaminya. Ada sesuatu yang harus dikatakan, masyarakat itu bukan bodoh dan pemerintah itu pintar dalam urusan ini. Sebab dari data statistic saja kita bisa melihat. Misalnya, angka 1000 orang terpapar Covid-19, angka yang sembuh justru lebih tinggi dari pada yang mati. Jadi, perbedaannya sangat jauh. Jika PSSB ini sipatnya hanya menekankan masyarakat, justru akan memunculkan lagi penyakit yang lain dan mematikan ekonomi,” jelasnya.

Alibinya, masyarakat dan pemerintah itu sama-sama manusia. Tentu sama-sama tidak ingin mati. Ambil misal, lanjutnya, saat Covid-19 pertama kali buming di Wuhan (Cina), dan satu kasus di kota Ambon, masker dan hand sanitizer ternyata bisa habis dibeli oleh masyarakat di kota Ambon dan kabupaten kota lainnya, ini tanpa ada anjuran dari pemerintah.

“Jadi perlu dipikirkan lagi pemberlakuan PSBB di kota Ambon. Kalau ada pakar ya bisa di fokuskan untuk dibahas dan di tinjau kembali,” saran Evtin.

Dikemukakan, kondisi sekarang masyarakat pakai masker bukan karena takut penyakit, tapi takut terhadap anggota Satpol PP dan petugas Covid-19 yang menjalankan protocol kesehatan. Artinya apa, kata dia, rasa kepercayaan orang di kota Ambon terhadap penyakit (Covid-19) sudah tidak ada.

“Kalau masih ada, mungkin lebih sedikit dari pada yang tidak percaya. Jadi yang tidak percaya lebih banyak, dari yang percaya. Karena faktanya memang kelihatan. Saya berkesimpulan, Covid-19 itu ada, tapi daya bunuhnya tidak seseram yang dibayangkan oleh pemerintah,” tegasnya.

Jika kondisi ini bertahan lama, lantas bagaimana dengan nasib ekonomi Ambon dan Maluku umumnya?

“Masalahnya adakah orang yang bisa memberi jaminan virus di dunia ini bisa di hilangkan? kalau ada, tunjukkan salah satunya. Sebab, yang namanya virus, itu tetap ada. Nah, yang harus dibangun adalah human immunity atau sistim kekebalan tubuh (masyarakat). Bukan memberantas virus. Sebab virus tidak akan bisa mati. Bagaimana caranya virus bisa mati? Saya beri contoh flu biasa, apakah bisa hilang? Toh sampai saat ini kan tidak?” jelas dia.

Evtin menukik, kapan PSBB bisa hilang, selama virus tidak hilang maka masyarakat akan hidup dengan PSBB di Ambon dan Maluku umumnya sampai dunia ini kiamat. Dia tidak sepakat dengan PSBB dilanjutkan lagi di Kota Ambon.

“Kalau bisa ganti PSBB itu, anggarannya beli vitamin bagi ke masyarakat tiap hari. Karena yang di bangun adalah kekebalan tubuh orang. Bukan halau penyakit. Tidak ada dan susah untuk sebuah virus di dunia ini mampu di hilangkan. Kalau ada formatnya buat untuk mengantisipasi,. Yang terjadi seolah-olah seluruh masyarakat kota Ambon saat ini sudah terpapar Covid-19,” sentilnya.

Kalau tiap hari masyarakat di anjurkan untuk berolahraga, konsumsi makanan sehat, melakukan aktivitas menyenangkan hati, terus program pemerintah dari pada beli masker, hand sanitizer, cuci tangan dan bla bla, dia menyarankan, mendingan pemerintah bagikan vitamin tiap hari kepada masyarakat.

“Karena kalau kita mau menghindari kematian, itu tidak mungkin. Berikhtiar harus dan selebihnya pasrah saja ke Tuhan Yang Maha Esa,” tukasnya.

Kalau social distancing, sambungnya, di sisi lain hanya mengakibatkan urusan lain menjadi kacau buat apa? Lebih baik, kata Evtin, Pemerintah Kota Ambon, membeli vitamin, karena ini juga program.

“Membunuh virus atau kah membangun kekebalan tubuh? Artinya kalau Covid-19 itu pakai pisau, ya udah kita beri tubuh kita pakai baju besi, begitu kira-kira. Jangan kita cari Covid-19 untuk membunuhnya. Tentu susah, karena itu virus loh. Pakar siapa yang berani beri garansi virus ini bisa mati?” Tanya dia.

Meski demikian, di sisi lain dia mengapresiasi kinerja pemerintah punya award, perhatian, punya apresiasi langkah langkah yang diambil sudah bagus, tapi kalau PSBB sudah sampai tiga kali tidak berhasil, maka segera manuver untuk mencari cara lain.

Bila kondisi ini bertahan beberapa bulan kedepan, lalu dampaknya terhadap ekonomi khususnya kota Ambon dan Maluku, prediksinya seperti apa?

“Ekoomi kita sudah selesai. Ini karena daerah kita subur saja. Jadi kalau urusan makan masih bisa, dan masyarakat kita masih hidup saling membantu. Itu urusan makan. Tapi yang lain, saya kira sudah selesai,” tambah Evtin.

Setiap hari, menurut Evtin, ada angka kriminalitas di kota Ambon dan sekitarnya. Aksi pencurian dan lain-lain sudah terjadi dalam situasi sekarang. Karena masyarakat banyak yang susah. “Tidak ada masyarakat yang senang dalam kondisi sekarang. Perusahaan tutup, PHK juga banyak. Siapa yang bisa help?” celutuknya.

Menyinggung tentang keberangkatan rombongan anggota DPRD Kota Ambon dan pejabat Pemkot Ambon ke Jakarta, Bogor dan Bekasi, dia tidak mau menyalahkan itu. Namun bila ada masyarakat yang mengkritik soal tersebut, menurut dia, itu wajar saja.

Mungkin, lanjutnya, masalah itu mereka lebih paham, tetapi karena waktu saja yang tidak tepat. Pekerjaannya bisa jadi ada tapsiran itu pemborosan anggaran.

“Ibarat sekarang ini, kita berada di satu ruang di mana pemerintah meminta semua untuk hidup irit, tanpa terkecuali. Masyarakat bahkan pengusaha saja di suruh irit dengan cara apapun. Tidak mau tahu. Harus irit,” tuturnya.

“Nah, Pemerintah dalam hal ini eksekutif maupun legislative juga harus demikian. Sebagai pejabat public mereka harus memberikan contoh yang bak kepada masyarakat,” tandasnya.

Evtin berharap, seluruh masyarakat bisa keluar dari masalah yang sebenarnya sudah ditemukan jawabannya.

“Mau tahu jawabannya? yah pelajari orang-orang yang sudah sembuh, kemudian pakai metode itu, dan terapkan kepada masyarakat, saya pikir itu lebih bagus,” pungkasnya. (S-14)