AMBON, SPEKTRUM – Pengelolaan dana desa atau alokasi dana desa (DD/ADD), Negeri Lama Kecamatan Baguala Kota Ambon ditengarai banyak masalah. Warga Negeri Lama menemukan adanya pelanggaran dilakukan Penjabat Kepala Desa Negeri Lama, Imelda Tahalele.
Bukti baru kembali dimasukan warga ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, berkaitan dengan semuanya berkaitan dengan dugaan penyelwengan ADD-DD 2018. salah satunya pembangunan Cafe Terapung Singgah Dolo, karena tidak memiliki ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. semuanya berkaitan dengan dugaan penyelwengan ADD-DD 2018.
Sesuai laporan warga Negeri Lama menerangkan, DD/ADD 2018 yang diterima Pemerintah Negeri Lama senilai Rp.3 miliar lebih. Di dalamnya ada proyek fisik dan pemberdayaan kepada masyarakat. Namun implementasi dinilai tidak transparan. Bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan pembukuan administrasi keuangan Desa Negeri Lama.
Bukti baru yang dimasukan ke jaksa tersebut semuanya berkaitan dengan dugaan penyelwengan ADD-DD 2018.
“Cafe tersebut disegal oleh DKP pada 30 Januari 2020 lalu. Sebelumnya, perangakat Desa mengaku, pembangunan tersebut telah memiliki ijin resmi dari DKP. Berarti Pemerintah Desa melalui mantan Penjabat, Imelda Tahalele telah melakukan penipuan. Karena sebelumnya, salah satu anak buahnya mengaku bahwa Pemerintah Desa telah mengantongi ijin untuk membangun cafe tersebut. Kenyataannya justeru tidak diberi ijin. Sebenarnya, wilayah pesisir itu tidak diperkenankan membangun. Itu berarti, diduga ada kejahatan tentang pengelolaan ADD-DD di 2018 lalu,” jelas Patrick Papilaya kepada Spektrum, kemarin di Ambon.
Menurutnya, pembangunan di daerah pesisir, bertentangan dengan Perda Nomor: 1 Tahun 2018 menganai zonasi Wilayah. Sebagai pihak yang dari awal melakukan pelaporan terhadap dugaan korupsi ADD-DD Negeri Lama, kembali memberikan bukti tambahan atas laporan yang sebelumnya telah diserahkan kepada pihak Kejari Ambon.
“Diduga ada tindakan melawan hukum terkait dengan penyelewengan kewenangan, sehingga berakibat kepada kerugian negara sebesar Rp.318.096.054 yang dipakai untuk pembangunan cafe dimaksud,” katanya.
Ia dan pihaknya berharap, Kejari Ambon secepatnya menindaklanjuti laporan masyarakat Negeri lama tersebut.
“Kasi Intel Kejari Kota mengatakan waktunya 2 bulan untuk Inspketorat melakukan audit terhadap temuan masyarakat itu. Tapi sejak 16 Desember 2019 hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait laporan masyarakat. Jika ini masih berlarut-larut, maka kami pastikan akan melakukan aksi besar-besaran di depan kantor Kejari Ambon,” tandasnya.
Di lain pihak, Koordinator Aksi Warga Negeri Lama, Josias Pakaila mengaku, pengelolaan ADD-DD tahun 2018 di Desa Negeri Lama terbilang kacau balau dan amburadul. Banyak kendala dan manipulasi data terjadi. Fakta lapangan tidak sesuai dengan terterah dalam administrasi pembukuan atau pertanggungjawaban.
Atas dugaan manipulatif data serta ada terjadinya kongkalikong dengan pihak tertentu, terhadap pengaturan serta pengelolaan ADD-DD 2018 tersebut, warga Desa Negeri Lama, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, melapor keluhan masyarakat terhadap dugaan terjadi korupsi di Desa Negeri Lama tersebut.
Kepada wartawan di Kejati Maluku, Josias Pakaila menuturkan, ada kejanggalan terhadap pengelolaan keuangan ADD-DD tahun 2018 di Desa Negeri Lama, yang dikelola Pejabat Negeri Lama, Imelda Tahulele bersama Bendahara dan staf desa lainnya.
“Ada yang aneh dengan pengelolaan DD/ADD 2018 di Desa Negeri Lama. Per tahun Desa Negeri Lama terima anggaran Rp.3 miliar lebih. Ada proyek fisik dan pemberdayaan kepada masyarakat. Tapi semuanya dilakukan tidak transparan. Bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang terterah dalam pembukuan administrasi keuangan Desa Negeri Lama,” akui Pakaila.
Dikatakan soal kios warga harus mendapat bantuan Rp.5 juta, namun warga hanya menerima Rp.3 juta saja. Otomatis, laporan dalam pembukuan dicatat Rp.5 juta. Selain itu, ada program bantuan rumah juga.
“Warga kurang mampu yang memiliki rumah tidak layah huni, mestinya diberi Rp.10-15 juta. Tapi nyatanya, warga hanya diberi Rp.5 juta saja,” terangnnya.
Dalam laporan yang disampaikan, item lain adalah pembangunan atau pembuatan bagam atau kerapu dengan bibitnya.
“Namun, untuk jaring kerapu/bagam tersebut, dua kelompok. Tetapi fakta lapangannya, hanya satu kerambah saja. Untuk 1 kelompok mendapat Rp.30-35 juta, tetapi kenyataannya, hanya diberi Rp.5-7,5 juta,” tandas Pakaila.
Pula ada proyek lain yaitu pembangunan ‘Coffe Singgah Dolo’ dengan nilai Rp.300 juta lebih.
“Memang nilainya Rp.300 juta lebih untuk ‘Coffe Singgah Dolo’, namun secara kasat mata orang awam, nilainya tidak sampai Rp.300 juta lebih. Diperkirakan mencapai kurang lebih Rp.100 juta,” katanya sembari menambahkan, belum lagi hitungan interiornya berbeda.
Soal laporan terebut, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette mengakuinya. “Memang ada laporan warga ke Kejaksaan Tinggi Maluku. Laporan itu nanti dipelajari atau ditelaah lagi di internal. Setelah itu, akan diarahkan ke mana untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
Sebelumnya, tiga hal dilaporkan ke Kejati Maluku adalah pemberdayaan masyarakat berupa pembelian Sembako untuk kios-kios warga harus mendapat bantuan Rp.5 juta. Tetapi warga hanya menerima Rp.3 juta saja. Otomatis, laporan dalam pembukuan dicatat Rp.5 juta.
Selain itu, program bantuan rumah warga kurang mampu notabene memiliki rumah tidak layak huni, harusnya mendapat Rp.10-15 juta, tetapi, warga hanya diberi Rp.5 juta. Dalam laporan ini, juga disampaikan item lain yakni pembangunan atau pembuatan bagam atau kerapu dengan bibitnya.
Dalam jaring kerapu/bagam itu ada dua kelompok. Tetapi, hanya satu kerambah saja. Per kelompok mendapat Rp.30-35 juta, tapi hanya diberi Rp.5-7,5 juta. Hingga berita ini naik cetak, pihak Kejaksaan sementara menangani perkara dimaksud. (S-05)