AMBON, SPEKTRUM – Sebagian warga yang telah lama mendiami tempat tinggal mereka di Tanah Dati Ulatlehu, Negeri Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, merasa bingung. Mereka menilai keputusan majelis hakim diduga memihak kepada pemodal. Padahal, hak kepemilikan tanah adalah asli dan sah.
Beberapa warga yang ditemui menjelaskan, ada keputusan majelis hakim yang tidak sesuai fakta sebenarnya. Keterangan dari para saksi yang dihadirkan dalam persidangan juga dinilai rekayasa. Bahkan, mereka menduga ada mafia yang bermain dalam kasus pembelian sebagian bidang tanah di Dusun Ulatlehu tersebut.
Menurut AJ yang adalah pemilik sebidang tanah di dusun itu menuturkan, Fredy Rajalabis (FR) membeli tanah seluas 57,725 meter persegi dari Jacobus Untung (JU) tahun 1998. Namun, oleh penjual JU dengan perjanjian akan menambah sisa lahan untuk menjadi 6 hektare.
Padahal, di Dusun Ulatlehu itu ada kurang lebih 31 Kepala Keluarga (KK) telah memiliki sertipikat tahun 2010 melalui Program Nasional (Pronas). Diduga juga ada permainan pihak Pemerintah Desa Tawiri dalam kasus dimaksud.
“Kami menilai ada permainan mafia, dan Pemerintah Negeri Tawiri dalam kasus tanah Dusun Ulatlehu ini. Kalau sudah ada orang yang beli tanah, kanapa harus menyuruh warga mengajukan administrasi untuk mengukur lahan demi mendapat Sertipikat dengan Program Nasional (Pronas) lagi,” tutur AJ kemarin di kediamannya.
Dia menjelaskan, atas dasar itu, ke 31 warga yang mendiami lokasi di Dusun Ulatlehu harus berhadapat dengan hukum di pengadilan dengan Fredy Rajalabis dan kuasa hukumnya.
“Lahan yang dijual JU kepada FR hanya 57,725 meter persegi dari Jacobus Untung (JU) tahun 1998. Oleh JU dan FR membuat perjanjian, dengan catatan akan menyerahkan sisa luas tanah menjadi 6 hektare. Tetapi, ada sebagian warga yang tidak bersedia menyerahkan tanah yang telah bersertipikat Pronas 2010.
Tapi ada juga sebagian warga yang tak peduli dengan hak mereka, dan menyerah begitu saja kepada proses hukum yang keliru itu,” akuinya.
Ditambahkan, tahapan proses sidang dari tingkat PN sampai MA dan Peninjauan Kembali (PK) sudah dilakukan dan FR sebagai pemenangnya.
“Yah itu adalah proses hukum dan tahapan hukum pada tingkat lembaga hukum. Namun, fakta lapangan tidak sesuai dengan proses persidangan di tingat PN. Pasalnya, ada saksi memberi keterangan tidak sebanarnya, dan bukti-bukti tidak lengkap. Hakim tetap memutuskan, dengan tidak mempertimbangkan fakta sebenarnya. Kami bingung dengan keputusan itu,” kesal dia.
Menurutnya, ada kejadian menarik, setelah keputusan pada tingkat banding atau kasasi, PH warga tidak memasukan pembelaan. Padahal batas waktu yang ditentukan, PH tidak memasukan pembelaan, dan itu harus dibuat warga sendiri. Atas itulah, hakim tetap memutuskan menguatkan keputusan PN.
“Akhirnya FR dengan mulus menang kasus lahan di Dusun Ulatlehu hingga tahap akhir,” kata dia sesal, seraya mengaku, awal tahun 2013 gugatan FR tidak diterima Majelis Hakim PN Ambon, dan kemudian tahun yang sama FR mengajukan gugatan kembali terhadap tanah di Dusun Ulatlehu tersebut.
Senada dengan AJ, warga LS juga mengaku, tetap mempertahankan hak mereka di atas tanah Dusun Ulatlehu itu. pasalnya, LS membeli tanah 15×15 meter dari La Maisi pada Senin, 3 Mei 1999, seharga Rp.13,5 juta, ditandatangani di atas meterai Rp.2000. Sedangkan La Maisi membeli dari Minggus Matitahu seharga Rp.80.000,- dengan surat pada 25 Maret 1977, dengan tanda tangan di atas meterai Rp.10.
Menurut kedua warga setempat, ada beberapa warga yang tidak mau lagi peduli dengan masalah tersebut dan menyerahkan hak mereka kepada FR. Sedangkan ada kurang lebih 7 KK masih tetap mempertahankan hak mereka. Walau keputusan lembaga hukum kepada Fredy Rajalabis.
“Kami rasa langkah hukum apa lagi yang harus dilalui untuk mempertahankan hak kami! Kami sudah tidak tahu lagi. Kami berharap, ada aparat atau lembaga pemeritah dapat mengkaji lagi terhadap hal dimaksud. Karena kami melihat ada yang janggal di kasus ini. karena ada sertipikat melalui Pronas, dapat dipatahkan di mejah hakim. Padahal itu program Presiden Indonesia kepada rakyat kecil se-Indonesia,” katanya. (S-05)