Pemerintah Kota Ambon Disomasi

AMBON, SPEKTRUM – Pemerintah Kota Ambon, disomasi. Somasi dilayangkan oleh ahli waris pemilik lahan IPST Toisapu, Enne Kailihu, melalui kantor Advokad dan Konsultan Hukum, Ma’ad Patty dan rekan, sebagai penerima kuasa.

Somasi itu dilayangkan karena Pemkot Ambon dinilai tidak menepati janji atas kesepakatan bersama soal pembayaran lahan yang akan digunakan untuk IPST, yang berlokasi di Dusun Toisapu, Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon.

Kuasa Hukum ahli Waris Enne Kailuhu, Daniel Manuhuttu, kepada Spektrum, di Ambon, Kamis (1/10/2020) menjelaskan, Pemkot Ambon telah melakukan kesepakatan dengan mereka untuk menyelesaikan pembayaran tambahan lahan IPST seluas 10 Ha saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama, selesai. Namun hingga kini, tidak terealisasi.

“Somasi dilayangkan Tanggal 30 September kemarin. Jika tidak direspon, maka lokasi IPST akan kami tutup. Dan ini kami tidak main-main. Klien kami harus bolak-balik Jakarta-Ambon untuk urusan ini, dan ini bahkan sejak 2007-2020, tidak selesai-selesai,”ujarnya.

Dikatakan, sesuai perjanjian, setelah DP lahan 10 Ha yang awalnya disepakati seharga 1 Ha lahan, namun dipanjar hanya sebesar Rp. 660 juta, tetapi kemudian hanya diberikan Rp. 600 juta, dengan alasan Rp. 60 juta diambil sebagai pajak, akan diselesaikan setelah PSBB, dengan mendatangkan appraisal (penilai pertanahan) untuk menentukan harga tanah.

Namun tidak direalisasikan oleh Pemkot Ambon, sehingga menjadi dasar bagi ahli waris untuk melayangkan somasi.

Adapun alasan dan tuntutan dalam somasi yang telah dilayangkan sebagai berikut; Pertama, kliennya adalah pemilik yang sah atas tanah seluas 2.650 000 M2 yang terletak diatas bidang tanah/Dusun Dati Haleru berdasarkan surat hibah tertangga 18 Juni 1983.

Kedua, tehadap bidang tanah dimaksud, oleh Pemerintah Kota Ambon sebagian dari tanah milik kliennya tersebut telah digunakan dan dikelola sebagai Tempat Pembuangan Sampah sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang.

Ketiga, berdasarkan Akta perdamaian Nomor 269/Pdt G/2019/Pn.Amb, pada Tanggal 2 Juli 2020 yang mana kliennya telah bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan damai.

Keempat, terhadap pengunaan sebagian tanah dimaksud, Pemerintah Kota Ambon telah melakukan kesepakatan pembayaran kepada kliennya sesuai dengan Surat Perjanjian (kotrak) pembayaran kompenisasi tanah untuk tempat pembuangan sampah itu, pada Tanggal 20 Mei 2020.

Kelima, terhadap surat perjanjian tersebut, pada point 3, telah disepakati penggunaan lahan seluas 10 Ha (10.000 M). Keenam, Tanggal 26 Mei 2020, telah diterima uang sebesar Rp. 600 juta untuk pembayaran lahan seluas 1 Ha (10.000 M) dari Bendahara Dinas Lingkungan Hidup dan Persempahan Kota Ambon.

Tujuh, sampai dengan saat ini, Pemkot Ambon belum melunasi sisa pembayaran untuk 9 Ha (90.000 M), seperti yang dijanjikan kepada kliennya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Kuasa Hukum menyampaikan tuntutan somasi: (a) bahwa pihak Kuasa Hukum sangat mengharapkan kesediaan Pemerintah Kota Ambon untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

Karena atas tindakan Pemerintah Kota Ambon yang belum membayar sisa kepada kliennya, sehingga membuat kliennya merasa sangat dirugikan, maka itu dinilai adalah merupakan suatu tindakan perbuatan melawan hukum.

(b) bahwa Kuasa Hukum meminta agar Pemerintah Kota Ambon segera menyelesaikan sisa pembayaran atas apa yang menjadi hak kliennya.

(c) bahwa Pemerintah Kota Ambon diharapkan segera menghubungi Kuasa Hukum/ahli waris, guna membicarakan upaya menyelesaikan pembayaran tersebut. (d) bahwa jika Pemerintah Kota Ambon tidak mengindakan somasi ini, Kuasa Hukum akan menempuh upaya hukum, baik pidana maupun perdata.

Diketahui persoalan lahan antara Pemkot Ambon dengan ahli waris dari Johan Urbanus Keiluhu, Enne Kailuhu, mencuat setelah tanah dati Haleru yang telah dihibahkan kepada ahli waris Enne Kailuhu, sebagiannya, yakni 5 Ha, diperjual-belikan secara illegal antara Pemkot Ambon dan mantan Anggota DPRD Kota Ambon, Agustinus Kailuhu pada 2006 silam.

“Singkat cerita, Paul Lesiasel (pemilik pertama) ingin menjual tanah seluas 265 hektar (dilokasi IPST). Tetapi karena register datinya tidak ada, maka terjadi negosiasi dengan Johan Urbanus Kailuhu (ayah dari ahli waris Enne Kailuhu). Disepakati untuk mengurus segala yang berkaitan dengan pengukuran lahan itu untuk nantinya dijual. Itu antara tahun 1983 – 1984,”ungkap Manuhuttu.

Dimana saat itu lanjut Manuhuttu, pihak Urbanus Kailuhu mengeluarkan uang kurang lebih Rp. 22 juta, karena tanah yang diukur seluas 265 hektar. Dan kemudian, singkat cerita sampai pada proses dilakukannya pelepasan dari pemilik pertama (keluarga Lesiasel) kepada pihak kedua (keluarga Kailuhu), sehingga keluarlah surat hibah.

Dalam perjalanan, kemudian muncul Agustinus Kailuhu yang meminta foto copy surat tanah berupa card dari ahli waris penerima hibah atas tanah tersebut, Enne Kailuhu, dengan alasan, akan menfasilitasi proses penjualan atas lahan itu.

Namun ternyata, transaksi jual beli lahan seluas 5 Ha dari 265 Ha yang dihibahkan itu, dilakukan Agus bersama ahli waris pemilik lahan pertama (keluarga Lesiasel), tanpa melibatkan ahli waris penerima hibah, Enne Kailihu.

“Padahal card yang dipakai Agus Kailihu untuk menjual lahan tersebut ke Pemkot Ambon pada 2006 lalu itu, diambil dari ahli waris Enne Kailihu. Tetapi dalam proses transaksi dengan Pemkot, yang dipanggil justru keluarga Lesiasel, oleh Sekkot saat itu, HJ Huliselan selaku Ketua Tim 9 pembebasan lahan,”tuturnya.
Dengan nominal yang dibayarkan sebesar Rp. 6 miliar.

“Jadi waktu itu, Agus membawa seorang cucu Lesiasel untuk memberikan kesaksian, bahwa mereka bekas pemilik dati itu, sehingga terjadi transaksi jual beli lahan IPST seluas 5 Ha itu,”terangnya.

Informasi lain soal pencairan dana hasil penjualan lahan seluas 5 Ha itu, diduga, ternyata dana sebesar Rp. 6 miliar yang dikeluarkan oleh Tim 9 Pemkot Ambon yang diketuai Sekkot Ambon, HJ Huliselan, hanya diterima Agus Kailuhu sebesar Rp. 3 miliar.

Agus kemudian memberikan jatah bagi keluarga Lesiasel sebesar Rp. 300 juta. Sementara Rp. 3 miliar lainnya, diduga justru diambil oleh Sekkot Ambon, HJ Huliselan yang saat itu sebagai Ketua Tim 9 pembebasan lahan IPST tersebut. (S-01)