AMBON, SPEKTRUM -Kelompok masyarakat mengatasnamakan Badan Koordinasi Daerah (Bakorda) Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara (PENA) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) meminta pertanggungjawaban Kepala Dinas (Kadis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) SBT, M. Syarif Rumasoreng, atas penjualan tanah di kawasan transmigrasi seluas 2.000 hektar, di Kecamatan Bula Barat.
“Menurut saya, meski terlapornya oknum tokoh masyarakat Negeri Banggoi, Tofilus Henlau, namun sebagai Kepala Dinas Nakertrans, M. Syarif Rumasoreng juga harus ikut bertanggungjawab,” tegas Sekretaris Bakorda PENA Kabupaten SBT, Rahman Rumuar, kepada wartawan Selasa, (22/3).
Bahkan, dia juga meminta pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku yang menangani perkara tersebut, agar dapat dilakukan pemeriksaan terhadap Kepala Negeri Hote, Kepala Desa Banggoi, dan Kepala Kecamatan Bula Barat, untuk mengungkap siapa aktor di balik penjualan tanah negara tersebut.
“Kan kita tahu, itu tanah adat negeri. Jadi proses transaksi jual beli tanahnya pasti melibatkan kepala pemerintahan setempat, baik Kades maupun kepala kecamatan. Maka mereka semua harus diperiksa agar dapat diketahui siapa dalangnya,” ujar Rahman mendesak.
Dia menduga, ada oknum pejabat daerah yang terlibat dalam penjualan tanah di kawasan transmigrasi tersebut.
Pasalnya, Polres SBT maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT yang sejak awal menangani kasus ini, tak kunjung menuntaskannya.
Padahal, terlapor dalam kasus ini hanya seorang tokoh masyarakat Negeri Banggoi, Tofilus Henlau.
“Awalnya masyarakat Negeri Hote melaporkan kasus penjualan lahan ini ke Polres SBT pada September 2021, namun kasusnya dihentikan. Kemudian kasus ini dilaporkan ke Kejari SBT, namun tak kunjung ada perkembangan hingga akhirnya kasusnya diambil alih oleh Kejati Maluku. Artinya, ada oknum dibelakang terlapor Tofilus Henlau itu,” ungkap Rahman.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten SBT dari Fraksi PDI Perjuangan, Abdul Azis Yanlua, mengaku telah menjadwalkan pemanggilan terhadap Kadis Nakertrans setempat, M. Syarif Rumasoreng, untuk menjelaskan status lahan yang diduga dijual kepada salah satu perusahaan.
“Langkah kami, sebagai Ketua Fraksi, saya sudah minta anggota fraksi untuk memanggil pak Kadis. Kami ingin dengar langsung dari pak Kadis tentang status lahan yang dijual itu apakah milik pemerintah ataukah milik masyarakat adat setempat,” timpalnya.
Meski akan meminta penjelasan dari Kadis Nakertrans tersebut, namun pihaknya tetap mensuport Kejati Maluku agar dapat segera menuntaskan kasus ini.
“Kami tetap mendukung Kejati Maluku dalam pemberantas tindak pidana korupsi, khususnya laporan perkara dugaan korupsi di Kabupaten SBT yang kita cintai ini. Semoga penyelidikan kasus ini cepat selesai, dan pihak-pihak yang patut diduga bertanggungjawab, dapat ditetapkan sebagai tersangka,” pungkas Yanlua.
Sebelumnya, Kejati Tinggi Maluku diam-diam mengusut kasus dugaan korupsi penjualan tanah negara milik masyarakat Negeri Hote, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur.
Bahkan, agenda penyelidikan untuk pemeriksaan sejumlah saksi-saksi telah dilakukan.
Sumber di Kejati Maluku mengatakan, terhadap penanganan perkara jumbo yang diduga menelan uang negara kurang lebih Rp.2 miliar.
Ada sejumlah saksi diperiksa beberapa hari kemarin. Termasuk Kepala Dinas Transmigrasi SBT, Kabad Keuangan dan sejumlah saksi lain.
“Rangkaian penyelidikan itu kan masih bersifat rahasia, belum bisa diekspos dulu, namun memang itu informasi awal,” jelas sumber.
Diakui sumber itu, jika tim Pidsus sudah menemukan adanya bukti hukum yang kuat, maka kasusnya pasti diselesaikan melalui jalur hukum.
“Kalau ditemukan ada bukti maka pasti ditingkatkan ke penyidikan, tapi saar ini masih penyelidikan jadi kita belum bisa ekpos lebih jauh,” pungkasnya.
Sekedar tahu saja, kasus ini awalnya ditangani Kejari SBT, namun karena mandek, sehingga dilaporkan kembali ke Kejati Maluku.
Pengacara Yustin Tuny mengatakan, Penjualan tanah negara oleh oknum tokoh masyarakat Negeri Hote Kecamatan Bula Barat, Kabupaten SBT berinisial TF dan kasusnya mangkrak di Kejari SBT.
Tanah yang dijual luasnya tak tanggung-tanggung mencapai 9000 hektar, diperuntukkan untuk lahan transmigrasi di kabupaten itu.
Kuasa hukum Plt Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten SBT, Muhammad Syarif Rumasoreng itu menerangkan, TF telah dilaporkan sejak tanggal 24 September 2021 lalu ke Kejari SBT.
Berupa Laporan/Pengaduan ke Kejari tersebut dengan Nomor: 46/KA.YT/LP/IX/2021, disertai lampiran satu rangkap perihal: Laporan/Pengaduan dugaan Tindak Pidana Korupsi.
Surat tersebut ditandatangani pihaknya bersama rekannya Zarwan Zein Vanath.
Dijelaskan Yustin, pada awal bulan September tahun 2021 bertempat di Kantor dinas tersebut, ada masyarakat yang melaporkan kepada Plt. Kadis Rumasoreng kalau tanah transmigrasi di Kecamatan Bula Barat yang belum ditempati oleh transmigrasi saat ini telah dijual oleh TF kepada salah satu perusahaan yang membuka usaha di kecamatan itu.
Lebih lanjut Yustin menjelaskan, tanah Negeri Hote yang dilepaskan untuk kepentingan transmigrasi adalah 9000 hektar. Dan lokasi transmigrasi ini ada yang telah ditampati oleh transimigrasi ada juga yang belum dan masih seperti hutan belantara.
“Ya kelihatan seperti hutan, akan tetapi tanah tersebut bukanlah milik masyarakat Hote lagi akan tapi telah menjadi milik negara. Sebagaimana SK Gubernur Maluku dan surat pelepasan hak Pemerintah Negeri Hote dan tokoh adat untuk kepentingan transmigrasi,” terangnya.
Dia menambahkan ketika Pemerintah Negeri Hote dan tokoh adat telah melepaskan tanah 9000 hektar untuk kepentingan negara, kemudian tanah tersebut dijual oleh TF, maka negara jelas dirugikan. Sementara oknum tokoh masyarakat tersebut mendapat keuntungan dari hasil penjualannya ke perusahaan dimaksud. (TIM)