AMBON, SPEKTRUM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, hingga kini belum menetapkan siapa tersangka di kasus proyek jalan lingkar Pulau Wokam, Kabupzten Kepualauan Aru, yang atelah menelan anggaran sebesar Rp.36,7 miliar lebih.
Proyek pembangunan jalan sepanjang 45 Km itu dikerjakan oleh kontraktor Thimhotius Kaidel alias Timo, sejak tahun 2018. Potensi penyelewengan mencuat. Kontraktor Timo Kaidel kini masuk bursa pencalonan Bupati Kabupaten Aru untuk Pilkada 2020.
Ditengarai pekerjaan jalan lingkar Pulau Wokam, berbalut praktek tipikor. Kejaksaan Tinggi Maluku sementara mengusut kasusnya. Sebab, tahun 2018 lalu, PT Purna Bakti Perdana yang beralamatkan di Provinsi Jawa Barat telah di-blacklist oleh Pemda Provinsi Jawa Barat. Namun pihak Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru justru memenangkan perusahaan ini, untuk mengerjakan proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) itu.
Dugaan sementara, hasil temuan BPKP Maluku telah menemukan kerugian negara sebesar Rp.11 miliar lebih. Proyek amburadul itu BPKP juga melihat ada kejanggalan dari proyek tersebut.
Secara langsung, fisik pekerjaan tidak sesuai dengan bestek pekerjaan yang ada. Proyek ini diduga kuat ada interfensi oknum pejabat tertentu didalamnya, untuk memenangkan Kontraktor PT.Purna Bakti Perdana, Thimotius Kaidel, selaku pemilik perusahaan. Proyek miliaran rupiah ini, sudah dilimpahkan ke Kejati Maluku, untuk ditindaklanjuti.
Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Sammy Sapulette mengaku, pengusutan masih bergulir. Proses penyelidikan tengaha dilakukan jaksa berupa Pengumpulan data (Puldata) dan pengumpulan keterangan (Pulbaket) dari berbagai pihak terkait. “Perkaranya di tahap penyelidikan. puldata dan pulbaket sementara dilakukan,” kata Sapulette Selasa, (26/11/2019) di ruang kerjanya.
Informasi yang dihimpun Spektrum menuturkan, pernyataan yang disampaikan Plt Kadis PUPR Aru, Edwin Pattinasarany seakan gagal paham. Sebab, kontrak yang ditanda tangani itu, semestinya adalah PPK dan kontraktor.
Dia menduga, kontrak yang ditandatangani melibatkan, Edwin Pattinasarany dan juga Kadis aktif sebelumnya. Karena seharusnya kontrak yang ditandatangani PPK dan Kontraktor.
Selain itu, kata Sumber, menyangkut dengan pekerjaan Jalan Wokam itu, Kadis baru lebih mengetahui tentang pekerjaan tersebut. Bahkan Plt kadis PUPR Aru itu juga sempat melakukan tinjauan lapangan bersama.
Diketahui, proyek pembangunan modal laporan fiktif, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Jefry Enos membuat laporan fiktif sehingga anggaran dicairkan 100 persen.
Sebelumnya Thimotius Kaidel mengklaim, pekerjaannya telah selesai. Namun, pihaknya saat ini hanya sedang menyelesaikan pemasangan gorong-gorong. Mengingat dalam perencanaan, tidak ada gorong-gorong.
“Itu kontraknya jalan tanah, memang 33 kilometer. Tapi berdasarkan volume, bukan jarak. Dan kalau berdasarkan volume, maka sudah selesai, bahkan ada kelebihan. Karena yang kita kerjakan sekarang justru 35 Km/berdasarkan volume. Sekarang yang sedang kita kerjakan itu gorong-gorong,” katanya mengklaim tidak bersalah.
Gorong-gorong, kata dia, baru dikerjakan sekarang karena dalam perencanaan, tidak ada. Untuk itu, disepakati pihaknya akan melihat aliran air saat musim hujan, untuk mengetahui posisi gorong-gorong.
Thimotius juga mengklaim, pekerjaan proyek tersebut mestinya telah selesai Desember 2018. Namun pihaknya masih memiliki waktu 6 bulan untuk melaksanakan pemeliharaan. Sehingga waktu tersebut dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan gorong-gorong, dan merapikan jalan tersebut.
Disinggung soal pencairan anggaran proyek 100 persen oleh PPK, Kaidel mengatakan, itu urusan PPK dan konsultan pengawas. “Kan ada PPK dan konsultan,” tandasnya singkat.
Padahal jalan tersebut mestinya menggunakan timbunan pilihan yang harus diambil dari luar daerah tersebut. Namun aoleh kontraktor, hanya menggunakan timbunan biasa yang diambil dari areal proyek tersebut saja.
Informasi yang diperoleh Spektrum dari warga Aru mengatakan, pekerjaan proyek jalan lingkar Pulau Wokam ini, menggunakan timbunan pilihan. biasanya diambil dari dari Makassar. Sebab Makassar diketahui lebih dekat jangkauannya ketimbang kabupaten lain di wilayah Maluku.
“Kalau ambil dari Makasar itu bisa Rp.2 juta. Tapi jika diambil dari dalam sendiri, itu harganya berkisar Rp.400 ribu per ret,” ungkap warga Aru kepada Spektrum. (TIM)