AMBON, SPEKTRUM – Kaum muda, intoleran dan radikalisme, menjadi isu menarik yang diambil DPC PDIP Kota Ambon dalam diskusi publik yang dilaksanakan, Sabtu, (09/11/2019). Ketua DPC PDIP Kota Ambon, Geral Mailoa dalam sambutannya disela sela pembukaan acara mengatakan, tema ini menjadi tantanmenjbagi pemuda Maluku sebagai anak bangsa.
Untuk itu, sebagai anak bangsa, khususnya kader PDIP yang berlafalkan ideologi pancasila, memiliki tanggungjawab besar untuk sama sama memerangi intoleran dan radikalsme itu sendiri.
“Saya berharap, diskusi ini bisa menjadi acuan bagi kita untuk bisa mentranspormasikan ilmu bagi pemuda Maluku. Selain itu, diskusi ini juga menunjukan peran kita secara nyata untuk menerapkan ideologi pancasila,”harapnya.
Dalam diskusi tersebut, PDIP menghadirkan OKP-OKP yang tergabung dalam Cipayung, dan seluruh pengurus PAC, DPC dan juga DPD. Diskusi tersebut menghadirkan 3 pemateri, yakni Ketua MUI Maluku, Abidin Wakano, Ketua NU Maluku, Karnusa Serang, dan Rektor UKIM, Dr. Jafet Damamain.
Dekati Pemuda tak Harus dengan Kekuatan
Dalam paparan materinya, Wakano mengatakan, terkait isu radikalisme, maka gerenasi muda jangan didekati dengan kekuatan maupun kekuasaan. Tetapi bagaimana mengembangkan diskursus, seperti yang dilakukan PDIP saat ini.
Menururnya, dalam konteks relasi agama, tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian agama, dan tidak ada perdamaian agama tanpa dialog antar agama. “Dan hari ini, kita kita ada dalam konstruksi imajener untuk membangun spok dalam pikiran kita. Bahwa misalnya ketika kita melihat orang kristen, maka imajenernya seperti apa. Demikian pula muslim, ketika melihat orang yang berjenggot, kita akan berpikir bahwa mungkin itu teroris. Padahal, belum tentu demikian, itu butuh dialog dan diskusi,”jelas Wakano.
Ditegaskannnya, generasi muda harus menjadi provokator damai, mediator dan selalu ada digarda terdepan untuk menjadi jembatan untuk mendialogkan bagaimana pemuda dan semuanya bisa mengatisipasi “radikalisme”, “ekstrimisme” atau “fundamentalisme”, untuk menjawab tantangan ini bersama.
NU Tolak Radikalisme – Intoleransi
Sementara itu, H Karnusa Serang yang merupakan pengagum bung Karno itu dalam materinya tentang peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjaga ideologi Pancasila dan menangkal isu radikalisme dan intoleransi dalam berbangsa dan bernegara menjelang 1 abad NU mengatakan, NU mencakup faham ke-Agamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi, yang mempunyai visi misi untuk menjalankan syariat Islam.
Selain itu, NU sebagai organisai jamiyyah yang lahir dari sikap wawasan keagamaan yang bertujuan memajukan faham keagamaan dibidang sosial kemasyarakan dan kebangsaan berdasarkan pada prinsip prisnip toleransi dan menolak intoleransi dan Radikalisme, komonisme, liberalisme dan kapitalisme yang berafiliasi kepada faham sekularisme.
Prinsip-prinisp ini, kata dia, sangat memberi peluang kepada NU merespon berbagai fenomena perubahan dalam membangun nilai-nilai kebangsaan yang kebhinekaan yang plural seperti Indonesia saat ini, tanpa terjebak dalam faham ekstrim kanan maupun ekstrim kiri yang secara fundamental merusak tatanan Negara dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial politik kebangsaan dan keagamaan yang bertentangan dengan nilai nilai Pancasila dan UUD 194.
NU dengan sejumlah lembaga dan banom merupakan garda terdepan menjaga keutuhan NKRI. Artinya, NU berkewajiban menjaga dan merawat Ideologi,”tandasnya.
Radikalisme Berasal Dari Kalangan Intelektual
Menyangkut hal ini, Dr. Jafet Damamain dalam paparannya tentang tantang perguruan tinggi dalam menghadapi masalah radikalisme dan intoleransi mengaku, bahwa ancaman radikalisme dan intoleransi itu ada.
Menurutnya, hingga saat ini, gerakan radikalisme terus berjuang dalam rangka mencapai tujuan mereka mengganti NKRI. Dan itu banyak pada kalangan intelktual yang ada di perguruan tinggi.
“Statemen Menteri Agama, bahwa 52 persen pelajar di Indonesia, mengetahui tentang radikalsme. dan itu didasarkan pada survei oleh berbagai lembaga sejak 2010. Ini memandakan bahwa radikalisme itu memang ada,”katanya.
Berdasarkan data Badan Intelejen Negara (BIN), bahwa dikalangan perguruan tinggi, telah terpapar radikalisme yang ingin memerdekakan Maluku.
“Kami pernah dikumpulkan oleh BIN. PT sudah terpapar radikalisme. BIN mengatakan pada dua kelompok yakni radikalisme berbasis kebudayaan yakni ingin memerdekakan Maluku. Dan itu ada anggota yang aktif di kampus,” katanya. (S-01)