Ferry Tanaya ‘Serang’ Kejati Maluku

  • Diduga Lakukan PMH

Ferry Tanaya tak tinggal diam. Saat kasus korupsinya bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Diam-diam Ferry Tanaya menyerang lembaga hukum negara itu dari belakang. Lalu apa yang harus dilakukan Kejati Maluku untuk mengungkap tuntas fakta hukumnya?

AMBON, SPEKTRUM – Pria yang disebut Raja Tanah di Pulau Buru ini menuding Kejati Maluku lakukan perbuatan melawan hukum (PMH), bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Namlea, Kabupaten Buru. Gugatan PMH ini telah didaftarkan Ferry Tanaya di Pengadilan Negeri (PN) Namlea tertanggal 22 Januari 2021.

Ferry Tanaya lewat kuasa hukumnya, Henri Lusikooy mengatakan, terkait objek lahan 6,4 meter persegi terjadi sengketa kepemilikan baik Ferry Tanaya maupun Kejati Maluku selaku tergugat II dalam gugatan PMH tersebut.

Pasalnya, kata dia, objek lahan tersebut dilepaskan Ferry Tanaya ke pihak PLN untuk pembangunan proyek PLTMG Namela itu adalah sah milik Ferry. Namun, tergugat II (Kejati Maluku) mengkleim tanah rersebut adalah milik Negara.

“Tergugat II, dia mengkleim bahwa tanah yang dilepaskan Ferry kepada PLN adalah tanah Negara sementara Ferry mengkleim tanah itu adalah miliknya. Sehingga ada sengketa kepimilikan di atas tanah itu. Nah, yang bisa memutuskan siapa pemiliknya adalah Pengadilan dari sisi keperdataan. Makanya kita gugat PMH. BPN Namlea selaku tergugat I, Kejati Maluku tergugat II,” jelas Hendri kepada media ini, Minggu, 24 Januari 2021 malam.

Menurutnya, sengketa kepimilikan ini harus diuji secara keperdataan di Pengadilan. Sehingga, tidak salah arah. Apalagi, lanjut dia, saat ini tergugat II sedang melakukan rangkaian penyidikan terhadap kasus tersebut dengan dalil penjualan tanah Negara oleh Ferry Tanaya.

Sementara tergugat I, lanjut Henri, melalui Kanwil BPN Maluku telah mengeluarkan peta bidang atas bidang tanah yang dimiliki oleh Ferry Tanaya yang juga diketahui oleh tergugat 1. Akan tetapi tergugat 1 tidak mampu membantah kleim yang dilakukan oleh Kejati Maluku selaku tergugat II.

“PMH ini kita daftar tanggal 22 Januari 2021 dengan register Nomor: 02/Pdt.G/2021/PN.NLA. Oleh karena itu, proses penyidikan pidana yang dilakukan oleh tergugat II menurut pasal 81 KUHAP harus ditangguhkan selama prayudisia berlangsung. Saat ini, kita hanya menunggu panggilan sidang dari pengadilan saja,” ujar Henri.

Sekedar tahu, kasus PLTMG Namlea tahun 2015 ini tengah dalam penyidikan Kejati Maluku. Audit kerugian keuangan Negara oleh BPKP Maluku juga dikantongi dengan nilai kerugian atas kasus tersebut senilai Rp.6 miliar lebih.

Ferry Tanaya digadang orang yang bertanggung jawab atas penjulan lahan negara kepada PLN itu. Ferry sendiri awalnya sudah tersangka, namun kembali bebas melalui praperadilan yang diajukan olehnya saat itu, dan hakim Rahmat Selang membebaskannya.

Jaksa tak tinggal diam. Sehari setelah vonis praperadilan itu, mereka menerbitkan SPRINDIK untuk kembali menyeret Ferry Tanaya.

Kepala Kejati Maluku, Rorogo Zega mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangunan PLTMG di Namlea, itu ada. Hanya saja secara formil atau administrasi penyidikannya telah dibatalkan oleh putusan praperadilan.

“Tidak bermasalah, karena perbuatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertimbangkan oleh pengadilan. Yang dipertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putusannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelasnya.

Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui setelah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracing terhadap aset Tanaya di Buru.

“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah atau pun tanah di Buru itu,” beber Zega.

Zega mengatakan, transaksi jual beli lahan antara pihak UIP Maluku dengan Ferry Tanaya berakibat Abdul Gafur Laitupa yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru turut ditetapkan sebagai tersangka.

Laitupa yang memuluskan transaksi jual beli itu, sehingga PLN membayar Rp.6,3 miliar kepada Ferry Tanaya.

“Nih, Gafur tidak mengatakan ini ada nomor peta bidangnya dan bisa dibayar, maka dia yang muluskan pembayaran. Bukti hak tanah Fery Tanaya tidak ada,” ujarnya.

Zega menambahkan, pihaknya akan maraton melakukan penyidikan, agar kasus ini kembali dilimpahkan ke pengadilan.

“Jadi, kita maraton dan kita lakukan secepatnya. Ferry Tanaya sudah dijadwalkan untuk diperiksa,” tandasnya. (S-07)