AMBON, SPEKTRUM – Selama tahun 2020, ada banyak kasus penangkapan ikan menggunakan bom. Tidak hanya di Seram Bagian Timur (SBT), Buru Selatan (Bursel) dan Maluku Barat Daya (MBD) saja tetapi hampir di seluruh perairan Maluku. Bahkan di pulau-pulau Lease yang masuk dalam wilayah Maluku Tengah juga dengan skala yang berbeda-beda.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadis KP) Provinsi Maluku, Abdul Haris kepada wartawan, Rabu (20/1/2021) di gedung rakyat, Karang Panjang, Ambon.
Namun ia tidak dapat merinci berapa banyak nelayan yang tertangkap tangan karena data tersebut ada di kabupaten kota. Sedangkan dinas kelautan dan perikanan provinsi tugasnya hanya mengawasi dan melakukan pembinaan.
“ Ada. Tertangkap tangan tapi itu kita harus lihat dari kabupaten kota juga karena itu dia dilakukan pada wilayah-wilayah perairan di kabupaten kota,” jawabnya.
Baca juga: Nelayan Bom Ikan, KKP tak Punya Strategi Tingkatkan Kesadaran
Selama ini yang tertangkap tangan kasusnya hanya sekali saja mengebom ikan sehingga pihaknya hanya melakukan pembinaan saja. Jika sudah berulang kali, kata Haris, pihaknya tidak segan untuk memprosesnya secara hukum karena menggunakan bahan peledak seperti bom ikan sangat berbahaya terutama dari sisi keselamatan orang yang menggunakan bom itu sendiri.
“ Berbahaya bagi dirinya. Kalau bom itu pica di tangan berarti dia cilaka. kalau sudah sampai kedapatan dua kali mengulangi hal yang sama, itu berarti langsung kita proses,” terangnya.

Bahaya penggunaan bom yang kedua, lanjut Haris, dari sisi kerusakan yang ditimbulkan oleh bahan peledak bom ikan itu. Terjadi kerusakan terumbu karang. Ikan-ikan mati. Ikan yang bukan target penangkapan juga akan mati. Disisi lain menggunakan bahan beracun yaitu potassium sianida, bahan kimia, itu juga secara sesaat. Tapi benih-benih ikan, telur-telur ikan, terumbu karang, semuanya akan mengalami dampak dari penggunaan bahan kimia itu.
Baca juga: Nelayan Sekitar Perairan Buru Sering Bom Ikan
“ Orang bilang membius ikan, kase mabok, nanti ikan yang target penangkapan itu di tangkap tapi kasihan, telur-telur ikan dan terumbu karang juga mati,” sesalnya.
Selain itu, menurut Haris, menangkap ikan menggunakan tuba atau bore juga dilarang karena itu cara yang merusak ekosistem dan biota laut atau dalam istilah perikanan disebut destructive fishing (DF). Sosialisasi agar tidak menggunakan bom ikan, tuba atau bore, sudah seringkali dilakukan. Bahkan dinas KP sudah mendorong pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) atas kesadaran masyarakat sendiri yang diinisiasi oleh masyarakat lokal setempat untuk mengawasi sendiri wilayah perairan mereka. Sampai saat ini sudah terbentuk sekitar 58 Pokmaswas di seluruh Maluku
Kapal-kapal pengawas milik dinas perikanan dan kelautan provinsi Maluku sendiri ada 5 unit, yakni Banda Sea, Seram Sea, Buru Sea, Leti Sea dan Babar Sea tetapi kapal tersebut berukuran kecil yang hanya untuk pengawasan di wilayah pesisir. Ada 26 aparat pengawas di dinas KP Maluku. Sementara Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) ada sebanyak 34 orang.

Sedangkan untuk perairan di atas 12 mil, dinas KP melakukan patroli bersama dengan Pengawas dan PPNS, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, menggunakan kapal Hiu Macan milik PSDKP.
“ Dari sisi kegiatan pengawasan. Patroli ini bersama antara pengawas perikanan, PPNS dan teman-teman dari UPT pusat, menggunakan sarana pengawasan kapal Hiu Macan milik PSDKP. Kita tetap berupaya melakukan pembinaan-pembinaan,” terangnya. (S.17).