28.8 C
Ambon City
Senin, 4 November 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Anak Lakukan Kekerasan karena Kurang Perhatian Orangtua

AMBON, SPEKTRUM – Terjadinya kekerasan pemuda yang marak belakangan ini, khususnya Kota Ambon, turut disikapi praktisi hukum, Rony Samlooy.

Kepada Spektrum, di Ambon kemarin, Samlooy mengatakan, kenakalan yang berujung kekerasan di kalangan remaja maupun pemuda disebabkan beberapa hal diantaranya, kurangnya perhatian dan pembinaan orang tua.

Padahal kewajiban orang tua untuk mendidik dan membina anak yang merupakan garda terdepan.

“Sesibuk apapun orang tua dengan pekerjaan, perhatian untuk anak-anak itu merupakan tanggung jawab utama orang tua,” tandasnya.

Lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi anak yang sebelumnya baik dalam keluarga, berubah menjadi anak yang bandel.

Selain ha-hal tersebut diatas, Samlooy juga menyoroti minimnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan tingginya angka pengangguran termasuk pengangguran intelek.

“Ini terus nertambah setiap tahun seiring ribuan sarjana yang dicetak sejumlah Perguruan Tinggi di Kota Ambon dan Maluku,” katanya.

Dia juga menyoroti kurikulum di sekolah-sekolah yang kurang memberikan pendidikan moral dan etika atau pendidikan budi pekerti, ikut memicu karakter anak untuk melakukan banyak hal yang merugikan orang lain.

Misalnya juga perkembangan teknologi digital yang menampilkan adegan-adegan kekerasan
Bagi Samlooy, pendidikan moral dan pembinaan bagi anak di rumah oleh orang tua itu sangat penting.

“Kalau menurut saya di sekolah itu 40 persen saja tetapi di rumah itu 60 persen karena waktu di sekolah itu terbatas. Jadi kita harus pakai filosofi mengolah batu menjadi mutiara artinya mendidik anak sewaktu kecil sampai remaja secara full maka dia ibarat mutiara ,” ujarnya berfilosofi.

Dia menilai kenakalan remaja justru banyak dilakukan oleh anak-anak yang orang tuanya dinilai di lingkungannya terhormat dan punya kedudukan semisal seorang pejabat. Hal ini disebabkan karena terkadang dengan kesibukan orang tua mengakibatkan waktu mereka di rumah sangat minim dengan keluarga terutama dengan anak-anak untuk memberikan pembinaan, sementara sisi lain, sang anak juga kadang merasa orang tuanya pejabat atau orang penting dan berpengaruh serta kaya, lalu menganggap rekan yang lain itu rendah sehingga bisa melakukan apa saja termasuk tindakan kekerasan.

Samlooy mengatakan orang tua sangat berperan dalam mendidik dan membina anak-anak jadi walaupun di sekolah mereka dibina namun tanggung jawab orang tua harus lebih banyak untuk mendidik anak-anak.

Ditanya berkaitan dengan tindakan kekerasan yang baru terjadi beberapa hari lalu di Ambon yang mengakibatkan korban meninggal, dan ada seruan tuntutan masyarakat agar orang tua pelakunya harus mundur dari jabatannya, Samlooy mengatakan dari sisi pertanggungjawaban hukum agak sulit karena tindakan itu bukan dilakukan oleh orang tua melainkan oleh anak.

“Jadi bagi saya kalau menuntut orangtuanya harus mundur dari jabatannya, secara hukum agak sulit karena pertanggung jawaban hukumnya tidak pas,” ujar Samlooy.

Menurut praktisi hukum muda ini, terkait dengan tindakan kenakalan remaja dan tindakan kekerasan, sampai dengan tauran antar siswa di sekolah-sekolah itu akibat orang tua kurang melakukan pengawasan.
Disisi lain dia menilai akibat tidak ada lapangan kerja di kota Ambon ikut memicu tindakan kejahatan.

“Seseorang itu kalau dia kerja atau ada kesibukan maka dia tidak berpikir untuk melakukan tindakan kejahatan atau yang merugikan orang lain. Tetapi kalau orang itu nganggur atau tidak punya pekerjaan maka dengan mudah sekali bisa terpengaruh oleh teman di lingkungan untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan, misalnya memalak, atau mencuri dan sebagainya,” kata Samlooy.

Samlooy menambahkan faktor budaya patrinial feodal di Maluku ini juga ikut mempengaruhi psikologi anak. Misalnya kebiasaan orangtua dalam membina dan mendidik anak-anak, harus memberikan kesempatan untuk mereka bicara atau mengeluarkan pendapat.

“Kadang ketika anak mau berbicara, orang tua langsung membentak anaknya dengan menyuruh diam dan jangan bicara, anak kurang ajar dan sebagainya. Kalau orang tua bersifat feodal dan otoriter seperti itu, pasti anak tidak akan menjadi baik karena ruang demokrasi dan diskusi dikunci dan berpengaruh secara psikologi bagi anak, “ ujar Samlooy yang juga jurnalis senior di Ambon itu.

Jadi menurut dia sifat orang tua yang dipengaruhi budaya patrinial feodal ini sangat tidak baik dalam mendidik dan membina anak-anak.

Dalam membina anak-anak, lanjut dia, orang tua harus mengatakan akibat yang timbul dari perlakuan mereka.

“Jadi intinya orang tua harus banyak melakukan pembinaan bagi anak-anak. Jangan karena kesibukan lalu anak-anak dibiarkan berkeliaran sampai jauh malam. Sebab, di lingkungan seperti itu, pasti ikut mempengaruhi mereka. Misalnya saja balapan liar dengan motor di malam hari sehingga membuat keributan di lingkungan ataupun pergaulan bebas dengan mengkonsumsi minuman keras juga sangat mempengaruhi mereka.

Ada orang yang minum miras itu hanya sekedar memanasi tubuh misalnya untuk menambah napsu makan, agar tidur pulas tetapi kalau miras itu sudah dikonsumsi berlebihan maka akan memicu banyak kejahatan,” tandasnya. (*)

Berita Terkait

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles