Pemeriksaaan saksi dalam kasus dugaan penggelapan dana nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Ambon, berlanjut. Giliran Abdul Manaf Tubaka (AMT), dan dua (2) nasabah BNI ikut diperiksa penyidik.
AMBON, SPEKTRUM – Pemeriksaan dilakukan di kantor Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku, Selasa (29/10), kawasan Mangga Dua, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. AMT diperiksa karena diduga menerima hadiah dari Faradiba Yusuf, Wakil Kepala Cabang BNI 46 Ambon Bidang Pemasaran.
Pantauan Spektrum, pemeriksaan sangat tertutup. Bahkan hanya untuk mengetahui atau memastikan apakah AMT diperiksa saja, tidak ada satupun penyidik maupun polisi bertugas mau berkomentar. Padahal, AMT menjalani pemeriksaan sejak Selasa siang, (29/10/2019).
Sesuai agenda pemeriksaan, ketiganya dipanggil pada pukul 09.00 WIT, namun kabarnya, ketiganya mendatangi kantor Ditreskrimsus Polda Maluku yang berlokasi di Mangga Dua, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, diatas jam 10.00 WIT. “Agenda sesuai surat panggilan jam 09:00 WIT. Tapi mungkin dia (AMT), datang terlambat, jadi lama,” kata sumber di lingup Ditreskrimsus Polda Maluku, Selasa (29/10/2019).
Selain AMT, dua nasabah BNI yang diketahui bernama Efendy dan Nurhaidah juga diperiksa sebagai saksi. Sesuai agenda pemeriksaan, mereka dipanggil pada pukul 09.00 WIT. Tapi, mereka mendatangi kantor Ditreskrimsus terlambat, tidak tepat waktu.Tampak Lutfi Sanaky dan Kliennya (Nasabah-Efendy) keluar dari ruang penyidik.
Soal pemeriksaan ini belum ada keterangan resmi dari pihak Ditreskrimsus Polda Maluku. Sementara salah satu penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku yang diduga memeriksa AMT, ketika ditanya namun bersangkutan mengatakan tidak tahu. “Katong seng berani berkomentar,” kata penyidik tersebut, dengan nada tegas.
AMT diperiksa karena diduga turut menikmati hasil kejahatan Faradibah Jusuf dalam bentuk hadiah berupa satu unit mobil dan perhiasan seharga ratusan juta rupiah. Sementara dua orang lainnya merupakan nasabah potensial Bank Negara Indonesia (BNI).
Dalam pemeriksaan, Efendy didampingi pengacaranya, Lutfi sanaky. Sementara 3 tim pengacara Nurhaidah yang diketahui di bawah naungan pengacara senior, Munir Kairoty terlihat mendatangi kantor Ditreskrimsus pada pukul 18.30 WIT. Namun sebelumnya, salah satu pengacara Nurhaidah sudah terlihat mendampingi sejak siang.
AMT dan Nurhaidah diketahui diperiksa dalam ruangan yang sama persisnya di ruang Subdit III, dan Efendy di ruang Subdit II. Sebelumnya, Efendy yang dicegat wartawan mengatakan, dirinya melakukan deposite di BNI sebesar Rp. 5 miliar. Namun saat mengetahui ada terjadinya pembobolan BNI 46 Ambon, dia kemudian mengecek saldo, dan ternyata uangnya hanya tertinggal Rp.10 juta. “Saya deposite Rp. 5 miliar. Saat saya cek, tinggal Rp.10 juta,”kata Efendi saat dicegat wartawan, yang hendak memasuki ruang pemeriksaan penyidik.
Dia mengaku belum menerima dananya kembali. “Ya gitulah. Ini saya mau diperiksa penyidik sebagai saksi,” ujarnya sambil memasuki ruang pemeriksaan.
Kabarnya, Efendy adalah seorang pengusaha yang berdomisili di Negeri Batu Merah. Pukul 18.30 WIT, Lutfi Sanaky dan kliennya terlihat keluar meninggalkan Kantor Ditreskrimsus dengan mobil.
Saat dimintai komentarnya oleh Spektrum, namun Luthfi Sanaky memilih enggan berkomentar, dan meminta untuk ditanyakan kepada penyidik. “Saya tidak bisa komentar, tanya penyidik,” kata Luthfi singkat.
Sementara itu, nasabah Nurhaidah mengakui, dana yang disetornya melalui Tersangka Faradibah sebesar Rp.750 juta, tidak sepeserpun ada di rekening. Saat penyetoran, nasabah tersebut mengaku hanya modal percaya dengan tersangka FY yang telah dikenalnya itu.
“Saling percaya saja. Memang dia berkoordinasi dengan klien saya, dan uangnya dicabut untuk Faradibah melakukan usaha cengkih. Karena saling percaya klien saya mengiyakan. Nah, setelah terdengar kabar buruk ini, klien saya mencoba untuk berkoordinasi dengan Faradiba, sayangnya nomor Faradiba tidak aktif. Klien saya sudah gelisah dan mencari keberadaan Faradibah melalui keluarganya, dan ditunjukalah alamat Faradibah Bliss Vilagge Lateri perumahan elit, kawasan Citra Land, Lateri Ambon,” terang Rosa Tursina, pengacara lain Nurhaidah.
Rosa mengaku, saat menemui Faradiba, juga terlihat Daniel Nirahua dalam rumah tersebut. Saat itu, lanjutnya, tersangka Faradiba hanya meminta maaf pada kliennya dan menggantikan uang kliennya sebesar Rp.500 juta. Dan keesokan harinya, ditambah Rp.250 juta. Sehingga uang kliennya telah dikembalikan lunas.
Diketahui, lima tersangka yang telah ditahan dijerat dengan pasal 49 ayat (1) dan (2) UU No 7 Tahun 1972 tentang perbankan, sebagaimana diubah dengan UU RI No 10 Tahun 1998 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun. Komulatif ancaman denda sebesar Rp. 10 miliar.
Menariknya, mereka juga dijerat UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3, 4 dan 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
Jaksa Terima SPDP Faradiba
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku telah menerima SPDP untuk lima tersangka, termasuk Faradiba Yusuf di kasus bobolnya dana BNI 46 Ambon ini. SPDP diterima Penuntut Umum di Kejati Maluku.
“Memang benar, SPDP terkait kasus tersebut (kasus BNI 46 Cabang Ambon-red) sudah diterima Penuntut Umum,” akui Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada Spektrum, Selasa, (29/10/2019).
Informasi yang diperoleh, SPDP yang diterima Penuntut Umum Kejati Maluku, sejak Jumat, (25/10/2019). Sementara hasil audit kerugian pada bank BNI 46 Ambon berubah-ubah, dan tidak konsisten dirasa membingungkan masyarakat.
Pasalnya hingga kini, masyarakat tidak tahu berapa besar sebenarnya kerugian yang dialami BNI 46 Ambon, menyusul pembobolan dana nasabah puluhan bahkan ratusan miliar yang diduga dilakoni tersangka FY.
Dari data yang dimiliki, awalnya pihak BNI 46 merilis angka kerugian sebesar Rp.124 miliar. Kemudian berubah menjadi Rp.58,9 miliar. Kini melonjak menjadi Rp.315 miliar. nilai dana yang berubah-ubah itu, telah membingungkan baik masyarakat maupun pihak penydik yang tengah menangani perakra jumbo tersebut. (S-01/S-05)