61 Kejadian, 46 Kecelakaan Kapal
AMBON, SPEKTRUM– Selama tahun 2020, ada 61 kejadian kecelakaan di Maluku dan 46 di antaranya adalah kecelakaan kapal karena kurangnya kesadaran menyediakan alat-alat keselamatan yang wajib tersedia di atas kapal sesuai standar dari konvensi kemaritiman dunia yang dikenal dengan nama Safety of Life at Sea (SOLAS).
Hal ini disampaikan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Provinsi Maluku, Djunaedy, melalui saluran telepon kepada Spektrum, Selasa (19/1/2021).
“ Dari Januari sampai Desember 2020, ada sekitar 61 kejadian. Paling banyak adalah kecelakaan kapal. Itu ada 46 kejadian,” ungkapnya.
Peraturan kemaritiman internasional yang telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 57 tahun 2007 tersebut, kata Djunaedy, harus selalu disosialisasikan, diajarkan setiap kesempatan, tidak hanya kepada Anak Buah Kapal (ABK), juga kepada nelayan-nelayan tradisional yang melaut menggunakan peralatan seadanya tanpa mempertimbangkan keselamatan diri.
Ia berharap kerjasama dengan para pemangku kepentingan, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media menjadi keharusan karena yang ada dalam muatan SOLAS ini telah menjadi peraturan yang mengikat negara untuk mengimplementasikannya. Edukasi tentang bagaimana cara keselamatan jiwa dan survival di tengah laut, pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tentang hal tersebut dimiliki semua tim SAR nasional.
“ Ini program internasional. Harus ada kerjasama. Peraturan kemaritiman yang harus dilengkapi oleh kapal-kapal yang melakukan pelayaran. Harus kita ajarkan karena Basarnas punya ilmu itu tersendiri ,” terangnya.
Menurutnya, penerapan SOLAS, salah satu yang sering diabaikan oleh kapal-kapal pencari ikan yang mempekerjakan warga Negara Indonesia dan para nelayan tradisional adalah safety equipment seperti life jacket, life ring dan GPS.
Setiap tahun, Basarnas memiliki tiga upaya untuk memperkuat hubungan dengan potensi-potensi pencari dan penolong. Sosialisasi, pelatihan potensi SAR dan pelatihan SAR serta rapat kordinasi.
“ Teman-teman media harus tahu ketika ada pelatihan potensi SAR, media-media jangan hanya men-shooting mengambil gambar saja tetapi bisa juga melakukan pencarian dan pertolongan,” tuturnya.
Menurut organisasi pangan dunia (FAO) yang dikutip Adi Guna Santara dan kawan-kawan dalam jurnal IPTEKS, profesi nelayan memiliki karakteristik pekerjaan 3d, yaitu: membahayakan (dangerous), kotor (dirty), dan sulit (difficult).
Ketiga karakteristik pekerjaan tersebut ditambah faktor ukuran kapal yang umumnya relatif kecil, pada kondisi cuaca dan gelombang laut besar yang tidak menentu akibat adanya pemanasan global maka tingkat kecelakaan kapal penangkap ikan semakin lebih tinggi. Menurut International Maritime Organization (IMO) (2006) 80% kecelakan kapal terjadi karena kesalahan manusia dan untuk industri perikanan tangkap terjadi 7% kecelakaan kerja dari total kecelakaan yang terdata. Kecelakaan dapat terjadi pada kapal kapal baik dalam pelayaran berlabuh atau sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan meskipun sudah dilakukan usaha untuk menghindarinya.
Hal ini memunculkan perhatian dunia melalui organisasi internasional antara lain ILO (International Labour Organization), IMO (International Maritime Organization) dan FAO (Food and Agriculture Organization). Dalam konferensi STCW-F (Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel) (1995) yang membahas mengenai hal keselamatan dan kesehatan kerja pada kapal perikanan berukuran kecil (panjang kapal < 24 m), untuk menyelaraskan peraturan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada kapal perikanan merupakan kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan perikanan. Kecelakaan kerja yang terjadi di kapal meliputi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di kalangan awak belum terekam dengan baik. Kurangnya kesadaran dan kurang memadainya kualitas serta keterampilan pekerja sehingga banyak awak kapal yang meremehkan tentang risiko bekerja, seperti tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia atau terlatih untuk itu, misalnya, sertifikasi basic safety. (S.17).