Bersama Membangun Negeri

Ruhulesin Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UKIM

Ruhulesin Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UKIM

AMBON, SPEKTRUM.- Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) menyelenggarakan Rapat Terbuka Senat di Aula Kampus UKIM, Talake Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Rabu, (16/11/2022).

Rapat senat yang dipandu Rektor UKIM Dr. Henky H. Hetharia l, M. Th itu, dilaksanakan dalam rangka pengukuhan Dr. Johny Ch. Ruhulessin, M. Si, sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Sosiologi dan Teologi Agama UKIM.

Pengusulan jabatan Guru Besar untuk Ruhulessin dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara kepada Direktorat Sumber Daya Kemdikbudristek tertanggal 24 Febuari 2022, dan hanya dalam kirim waktu tujuh bulan 13 hari, SK Penetapan Professor diterbitkan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sesuai SK Nomor 63236/MPK.A/KP.07.01/2022 Tanggal 6 Oktober 2022.

Dalam pengukuhan itu hadir sejumlah tokoh dan pejabat daerah. Sejumlah tokoh yang hadir, diantaranya politisi senior Golkar Maluku yang juga mantan Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dan politikus Partai Golkar (Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Timur DPP Partai Golkar) Azis Samual.

Sedangkan dari jajaran pejabat daerah diantaranya, anggota DPR RI Hendrik Lewerissa, Rektor Unpatti Ambon M.J. Saptenno, Ketua MPH Sinode GPM Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, Kepala LLDikti Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara Jantje Eduard Lekatompessy, Penjabat (Pj) Sekda Maluku Sadali Ie, Kakanwil Kemenag Maluku H. Yamin, dan Wakil Ketua DPRD Maluku Azis Sangkala / Melkianus Saerdikut, Pj. Walikota Ambon Boedewin Wattimena dan Pj. Bupati KKT Dany Indey.

Dalam pidato pengukuhannya, Ruhulessin menyoroti soal etika publik sebagai nadi etika kebangsaan.

Awal pidatonya, mantan Direktur Pasca Sarjana Teologi UKIM periode 2002-2006 itu mengungkapkan, pergulatan kebangsaan Indonesia sejak awal merupakan pergulatan etik terutama terkait dengan bentuk negara sebagai negara hukum demokratis sesuai ideologi dan asas Pancasila serta UUD 1945. Keputusan menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara, lahir dari kesadaran etik para pendiri bangsa sehingga nasionalisme Indonesia patut disebut sebagai wujud praksis etik ber’Indonesia.

“Pada aspek itulah, kita menyadari bila Pancasila dan UUD 1945 memberi basis nilai moral kebangsaan sehingga implementasinya dalam hidup berbangsa, bermasyarakat dan bernegara merupakan cara untuk memperkokoh ke’Indonesiaan sebagai bangsa yang cinta perdamaian,” ungkapnya.

Menurut Ruhulessin, dengan berkembangnya berbagai arus pemikiran ideologis dan keagamaan yang marak di Indonesia akhir-akhir ini, etika publik harus menjadi nadi etika kebangsaan Indonesia. Hal ini yang diulas sebagai pengantar diskusi yang lebih mendalam mengenai wawasan dan usaha membangun kesadaran etika yang kuat guna menjaga keutuhan NKRI sebagai negara yang kuat.

“Penting dipahami, bila etika publik juga memiliki kontribusi bagi moderasi agama di Indonesia di era post-trust juga, dan itu berarti lembaga agama mengemban tugas etik yang penting terutama dalam dialektika opini yang dibentuk oleh emosi dan prasangka dengan fakta sosial sebagai bentuk dari kebenaran faktual yang verifikatif,” ujarnya.

Ruhulessin menilai, bangsa dan agama tidak boleh jatuh kedalam manipulasi kebenaran dan manipulasi kebenaran tidak boleh dibiarkan, sebaliknya butuh proses verifikasi faktual yang harus dijadikan sebagai kebenaran faktual. Ketika manipulasi kebenaran itu dilakukan dengan menjadikan sumber-sumber etik agama secara serampangan, ketahanan sosial masyarakat dan umat akan tereduksi ke dalam bentuk-bentuk sikap yang ambivalen.

“Itulah sebabnya, etika publik mesti menjadi nadi etika kebangsaan,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara Jantje Eduard Lekatompessy, memberikan tanggapan terhadap pidato Ruhulessin mengenai etika publik sebagai nadi etika kebangsaan. Ia menerangkan, pidato tersebut mengingatkan bila etika merupakan sesuatu yang harus dimulai dari diri sendiri yang pada akhirnya akan bermuara ke publik dan meluas kepada nilai-nilai etika kebangsaan.

Selain itu, Lekatompessy juga menjelaskan, dengan pelaksanaan pengukuhan ini maka UKIM telah memiliki lima orang Professor dan akreditasi institusi peringkat B. Harapannya, di tahun-tahun kedepan UKIM memperoleh peringkat akreditasi A.

“Kami menyampaikan selamat kepada pak Ruhulessin dan civitas UKIM. Semoga tanggung jawab yang diberikan bisa memberikan kesejukan bagi insan akademik dan masyarakat terutama untuk kemaslahatan umat manusia,” jelasnya. (*)