AMBON,SPEKTRUM, – Dugaan perebutan peluang bisnis kian jelas terlihat di kawasan Pasar Mardika Kota Ambon.

Ironisnya, rebutan lahan bisnis baru ini dilakukan dengan mengorbankan penjual cili, tomat dan bawang yang keseharian berjuang untuk mendapatkan uang recehan harus dipusingkan dengan sejumlah penagihan dari oknum tertentu tanpa dasar hukum pasti.

Tudak cuma itu, aksi premanisme juga dipertontonkan dengan membangun lapak tanpa sepengetahuan Pemerintah Kota Ambon.

Padahal, selaku pemegang kewenangan penataan pasar dan terminal yang diamanatkan UU Nomor 1 Tahun 2022 dibuat pusing dan terkesan tidak dihargai.

Kondisi carut marut di kawasan pasar rakyat terbesar di Kota Ambon ini terungkap saat dilaksanakan rapat koodinasi di ruang Paripurna DPRD Februari lalu, dimana Ketua APMA Alham Valeo mengaku, pihaknya yang membangun 300 buah lapak dan hal itu dilakukan karena mendapatkan izin dari mantan Walikota Ambon, Ricahrd Louhenapessy yang kini tersandung kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalil yang diungkapkan Valeo pada Februari lalu adalah untuk kepentingan pedagang untuk tetap berjualan dan diizinkan mantan Walikota di tahun 2011.
Bahkan dalam rapat koordinasi yang juga dihadiri oleh pihak PT Bumi Perkasa Timur (PT – BPT) terkuak beredarnya karcis yang dibubuhi stempel Dinas Perhubungan Kota Ambon, ironisnya karcis tersebut digunakan untuk melakukan penagihan retribusi sampah.

Kepala Terminal Mardika, Petrus Ngeljaratan dengan tegas membantah dan mengatakan jika retribusi sampah mestinya dilebelkan dengan cap atau stempel oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon bukan oleh Dinas Perhubungan, sehingga dikatakan karcis tersebut ilegal.

Petrus menegaskan agar pihak berwajib menyelidiki dan menangkap pelaku yang telah mengedarkan dan menggunakan karcis ilegal tersebut.
“ Itu karcis ilegal, karena untuk penagihan retribusi sampah mestilah diberikan stempel atau cap oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon, bukan oleh Dinas Perhubungan Kota Ambon, sehingga pelaku harus ditangkap dan diproses aparat berwajib,” tegasnya.

Dalam rapat koordinasi di ruang Paripurna DPRD Kota Ambon, yang berada di Kawasan Belakang Soya, Sirmau Kota Ambon, pihak PT Bumi Perkasa Timur melalui wakilnya atas nama Mocthar menegaskan bahwa karcis tersebut dicetak dan diedarkan oleh salah satu personil PT BPT yang telah dipecat,
“ Karcis itu dibuat oleh salah satu karyawan kita yang telah dipecat,“ katanya yakin.

Berbalik dengan apa yang diungkapkan Mocthar dalam rapat koordinasi Februari lalu, sesuai pemberitaan media ini sebelumnya, kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Maluku dan PT BPT seolah jadi cerita misterius dan mengundang tanda tanya untuk warga Kota Ambon lebih khususnya pedagang di Pasar Mardika.

Pedagang dibuat resah lantaran harus berurusan dengan sejumlah oknum yang diduga adalah preman yang kerap melakukan penagihan menagih uang keamanan, uang parkir kenderaan hingga penarikan retribusi sampah.

Para preman ini diduga kaki tangan PT BPT, dalam menjalanan aksinya tidak segan –segan mengancam para pedagang yang keberatan membayar retribusi parkir, retribusi sampah dan uang keamanan.

Pantuan Spektrum, belum lama ini tepatnya beberapa hari sebelum pembangunan lapak dalam Terminal Mardika dilakukan, sempat terjadi keributan terkait pengelolaan kamar mandi/toilet antara pihak ketiga yang merupakan mitra Pemkot Ambon dengan sejumlah oknum yang diduga kuat adalah kaki tangan PT BPT.
“Kami mempunyai nota dari Pemda Maluku, untuk mengelola WC dan kamar mandi,” kata salah satu preman PT BPT. Dari dialeknya, bisa dipastikan bukan orang Maluku.

Dengan arogannya, oknum yang diduga preman tersebut memastikan dalam waktu dekat seluruh WC/kamar mandi dan Terminal Mardika akan dikuasai PT BPT.
“Kami akan menyegel WC dan kanar mandi,” kata salah satu rekannya yang bertubuh tinggi besar.

Melihat perdebatan dalam Pos Dinas Perhubungan di Pintu Masuk Terminal A, petugas hanya mampu menggeleng-geleng kepala.
“Abang, kalau punya nota dari Pemda Maluku maka sebaiknya bicarakan baik-baik karena mereka ini adalah pengelola resmi yang selalu menyetor ke Pemkot Ambon. Untuk itu, silahkan abang hubungi OPD terkait yang mengeluarkan nota itu dan mereka ini memperlihatkan dokumen penyetoran pengelolaan WC dan kamar mandi ke Pemkot Ambon. Jangan ribut di sini karena mengganggu aktifitas masyarakat,” kata pegawai yang meminta persoalan tersebut tidak dipublikasi.

Kepada media ini juga, salah satu pedagang yang berada di lokasi kejadian menyayangkan sikap para preman yang sering betbuat semaunya dalam di Kawasan Terminal Mardika.
“Tiap hari selalu saja ada masalah, mereka tidak segan-segan membentak pedagang jika pedagang menolak memberikan uangbyang diminta,” kata pedagang yang diketahui bernama Wa Muli.

Wa Muli menjelaskan, sejak awal Januari pedagang telah diharuskan membayar retribusi sampah sebesar Rp 5.000 kepada PT BPT. Bahkan, preman utusan PT BPT tidak segan-segan mengingatkan para pedagang untuk membayar retribusi ke pihak manapun termasuk Pemkot Ambon.
“Kita sudah kerjasama dengan Pemda Maluku jadi untuk pembayaran retribusi sampah dan lainnya harus ke kita, tidak bisa dibayar ke pihak lain termasuk Pemkot Ambon,” suaranya bernada ancaman.

Tidaknya hanya itu, sepak terjang dari PT BPT ini pun sebelum santer ke ruang publik terkait persoalan dengan pedagang yang menempati ruko di Kawasan Pasar Mardika. Bahkan tak segan segan para kaki tangan dari PT BPT dengan leluasa merusak gembok milik pedangang yang menempati ruko Mardika, bahkan sempat mengunci pedagang yang sementara berada didalam ruko atau tokoh dari luar sehingga semalaman terkurung.

Masalah ini pun kabarnya telah dilaporkan ke Polda Maluku, namun belum diketahui pasti satus hukumnya, dimana para terlapor diduga adalah kaki tangan PT BPT.

Terkait adanya dugaan penarikan restribusi sampah oleh pihak PT BPT, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ambon, Sir Jhon Slarmanat yang dikonfirmasi media ini memilih tidak merespons, kendati konfirmasi via WhatsApp sudah menunjukan tanda centangan warna biru dua garis.

Selain itu, terhadap tindakan pihak APMA yang telah membangun lapak dari bahan baja ringan di kawasan Terminal Mardika, Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena pada acara walikota jumpa warga (Wajar) Jumat pekan kemarin menegaskan, akan mengambil langka tegas dengan membekukan organisasi APMA jika berani menentang kebijakan Pemerintah Kota Ambon.
“ Jika melawan Pemerintah Kota Ambon, maka APMA akan dibekukan,” tegasnya.

Wattimena juga menekankan jika pihak APMA tetap bersikeras membangun Lapak di Kawasan Teriminal Mardika maka akan diratakan.
“ Saya minta Satpol PP membuat pengawasan, jika ada pembangunan lanjut ratakan,“ tegasnya.

Ia juga menerangkan telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku. Ketegasannya pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Gubernur Maluku dan arahan gubernur searah dengan langkah yang diambil Pemerintah Kota Ambon. (TIM)